Mirip Peristiwa ” Nakba” Eksodus Ribuan Warga Gaza dari Utara Menuju Selatan

Mirip Peristiwa ” Nakba” Eksodus Ribuan Warga Gaza dari Utara Menuju Selatan

NewsINH, Gaza – Tindakan semakin bringas dan sporadis dipertontonkan oleh militer Israel. Secara membabi buta mereka melakukan penyerangan secara besar-besaran di wilayah Jalur Gaza bagian utara. Ribuan warga Gaza di utara pun terpaksa harus meninggalkan wilayahnya dan berjalan kaki menuju wilayah Gaza dibagian selatan.

Eksodus ribuan warga di Gaza ini mengingatkan peristiwa kelam dan membayangkan mimpi buruk Nakba terulang kemabali. Dimana ratusan ribua warga Palestina diusir dari rumah dan tanah air mereka oleh zinis Israel.

Ribuan warga ini menempuh perjalanan bermil-mil dengan berjalan kaki. Mereka melalui daerah Gaza yang hancur dan porak poranda dalam eksodus yang dipicu oleh serangan darat dan udara Israel yang semakin intensif.

Gelombang pengungsi mulai dari pria dewasa, wanita, anak-anak, hingga orang tua dan penyandang cacat, berjalan menyusuri Jalan Salah al-Din di Bureij, Jalur Gaza, salah satu dari dua jalan raya utara-selatan di Gaza. Jalan ini merupakan koridor evakuasi yang diumumkan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Seorang gadis remaja membandingkan gelombang massa ini dengan “Nakba,” atau bencana, istilah Arab untuk pengusiran massal warga Palestina dari kota-kota mereka selama pendirian Israel. Ini adalah hari kelima berturut-turut IDF membuka jendela evakuasi, dan jumlah orang yang melarikan diri ke selatan terus meningkat setiap harinya.

PBB mengatakan 2.000 orang telah mengungsi ke selatan pada hari Ahad, dan meningkat menjadi 15.000 orang pada hari Selasa (7/11/2023). Pemerintah Israel mengatakan 50.000 warga Gaza melakukan perjalanan melalui koridor evakuasi pada Rabu (8/11/2023).

Jumlah tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen, namun seorang jurnalis CNN yang berada di lokasi kejadian mengatakan bahwa jumlah yang pergi lebih besar daripada Selasa (7/11/2023).

“Kami berjalan melewati orang-orang yang tercabik-cabik, mayat-mayat. Kami berjalan di samping tank. Orang-orang Israel memanggil kami, dan mereka meminta orang-orang untuk melepaskan pakaian mereka dan melemparkan barang-barang mereka. Anak-anak sangat lelah karena tidak ada air.”

“Kami berada di bawah penembakan berat dan tidak punya pilihan selain meninggalkan daerah kami,” kata Hani Bakhit.

“Kami akhirnya menggunakan gerobak keledai karena tidak ada mobil, bahan bakar, atau air minum yang tersedia. Tidak ada yang tersisa untuk kami. Mereka memaksa kami untuk pergi dengan memotong semua sumber daya yang tersedia,” katanya, merujuk pada pasukan Israel.

“Orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan perlawanan dibom sehingga mereka melarikan diri ke selatan,” kata Khader Hamad. “Mereka semua adalah anak-anak, bayi yang baru lahir, perempuan.”

Orang-orang membawa beberapa barang di lengan atau di punggung mereka. Beberapa duduk di gerobak yang ditarik oleh keledai. Pada hari Selasa, beberapa orang terlihat membawa bendera putih dan memegang dokumen identitas.

“Gerobak keledai adalah satu-satunya alat transportasi yang tersisa,” kata Abu Ida. “Tidak ada tenaga surya atau bahan bakar yang tersisa untuk mobil, tetapi mereka yang memiliki mobil pun takut menggunakannya. Saya tidak bisa berjalan karena saya menderita diabetes, tidak mungkin saya bisa berjalan dengan kaki saya.”

Seorang wanita yang tidak menyebutkan namanya mengatakan “kami sedang dihancurkan.”

“Tidak ada yang peduli dengan kami. Mungkin kami aman sekarang, tapi saya tidak yakin dengan mereka yang masih tertinggal. Saya tidak tahu di mana keluarga saya. Saudara-saudara saya ada di belakang saya. Karena takut, saya tidak bisa melihat ke belakang. Tidak ke kanan, tidak ke kiri.

Kami datang dari [Rumah Sakit] Al Shifa, dan kami melihat kematian di jalan. Mayat-mayat, kehancuran di mana-mana.” kenangnya.

 

Sumber: Republika/CNN