Peringatan Nakba, Kemenlu RI Pastikan akan Selalu Berpihak pada Palestina

Peringatan Nakba, Kemenlu RI Pastikan akan Selalu Berpihak pada Palestina

NewsINH, Jakarta – Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) dalam acara peringatan Nakba ke-76 kembali menegaskan dukungan pemerintah serta rakyat Indonesia bagi kemerdekaan bangsa Palestina. Indonesia tidak akan bergerak sedikit pun dari dukungan terhadap Palestina, dan rakyat serta pemerintah akan selalu berpihak pada Palestina.

Acara peringatan hari Nakba ke-76 berlangsung di Kedutaan Besar Palestina, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024. Rijal Al Huda, Koordinator Wilayah 3 Urusan Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI berharap peristiwa Nakba bisa menjadi pengingat bagi seluruh umat manusia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina melawan pendudukan dan kekejaman Israel.

“Di tengah kepedihan, hari Nakba melambangkan semangat tak tergoyahkan dari masyarakat yang menolak untuk dilupakan, dibungkam, atau dihapus. Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia menegaskan dukungan kita terhadap saudara-saudara kita di Palestina,” kata Rijal dalam pidatonya.

Masyarakat Palestina memperingati Hari Nakba setiap tahunnya pada 15 Mei. Peristiwa itu merupakan pengusiran dan pembersihan etnis massal terhadap sebagian besar rakyat Palestina yang berlangsung pada 1947 – 1948, sebelum berdirinya negara Israel.

Hari Nakba diresmikan oleh presiden pertama Otoritas Nasional Palestina (PLO) Yasser Arafat pada 1998, meski tanggal 15 Mei telah digunakan untuk protes sejak awal 1949. Tragedi Nakba dan pendudukan Palestina oleh Israel yang dimulai pada 1967 merupakan inti dari pelanggaran Israel terhadap hak-hak rakyat Palestina dan hukum internasional, menurut Kedubes Palestina dalam sebuah pernyataan.

Kini konflik kian meningkat di Gaza, yang diserang oleh Israel sejak 7 Oktober 2023 setelah kelompok Hamas menyerbu wilayah Israel selatan. Hamas saat itu menewaskan 1.139 orang dan menyandera 250 lainnya, menurut penghitungan Al Jazeera berdasarkan angka resmi pemerintah Israel.

Serangan dan blokade ketat Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 35.173 orang dan melukai lebih dari 79.061 lainnya, menurut penghitungan Kementerian Kesehatan Gaza. Rijal mengatakan pemerintah Indonesia akan terus mendorong gencatan senjata permanen dan pengiriman bantuan kemanusiaan di Gaza.

“Kami akan meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatan dan pelanggaran hukum internasional mereka dan menyelesaikan akar masalahnya, yaitu pendudukan ilegal Israel atas Palestina.”

Pemerintah Indonesia telah membela hak bangsa Palestina untuk merdeka di berbagai forum internasional, diwakili oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, khususnya setelah serangan Israel di Gaza. Menlu Retno pada Februari lalu menyampaikan pernyataan lisan di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda tentang dampak hukum dari kebijakan dan praktik Israel di Wilayah Pendudukan Palestina.

Masyarakat Indonesia telah menggelar berbagai demonstrasi pro-Palestina sejak serangan Israel dimulai, dengan massa terbanyak di Aksi Bela Palestina yang berlangsung di Monumen Nasional, Jakarta Pusat pada 5 November 2023. Panitia Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina saat itu mengklaim lebih dari dua juta orang hadir. Sederetan pejabat pemerintah juga turut hadir, antara lain Menlu Retno, Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ketua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

 

Sumber: Tempo

 

Mirip Peristiwa ” Nakba” Eksodus Ribuan Warga Gaza dari Utara Menuju Selatan

Mirip Peristiwa ” Nakba” Eksodus Ribuan Warga Gaza dari Utara Menuju Selatan

NewsINH, Gaza – Tindakan semakin bringas dan sporadis dipertontonkan oleh militer Israel. Secara membabi buta mereka melakukan penyerangan secara besar-besaran di wilayah Jalur Gaza bagian utara. Ribuan warga Gaza di utara pun terpaksa harus meninggalkan wilayahnya dan berjalan kaki menuju wilayah Gaza dibagian selatan.

Eksodus ribuan warga di Gaza ini mengingatkan peristiwa kelam dan membayangkan mimpi buruk Nakba terulang kemabali. Dimana ratusan ribua warga Palestina diusir dari rumah dan tanah air mereka oleh zinis Israel.

Ribuan warga ini menempuh perjalanan bermil-mil dengan berjalan kaki. Mereka melalui daerah Gaza yang hancur dan porak poranda dalam eksodus yang dipicu oleh serangan darat dan udara Israel yang semakin intensif.

Gelombang pengungsi mulai dari pria dewasa, wanita, anak-anak, hingga orang tua dan penyandang cacat, berjalan menyusuri Jalan Salah al-Din di Bureij, Jalur Gaza, salah satu dari dua jalan raya utara-selatan di Gaza. Jalan ini merupakan koridor evakuasi yang diumumkan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Seorang gadis remaja membandingkan gelombang massa ini dengan “Nakba,” atau bencana, istilah Arab untuk pengusiran massal warga Palestina dari kota-kota mereka selama pendirian Israel. Ini adalah hari kelima berturut-turut IDF membuka jendela evakuasi, dan jumlah orang yang melarikan diri ke selatan terus meningkat setiap harinya.

PBB mengatakan 2.000 orang telah mengungsi ke selatan pada hari Ahad, dan meningkat menjadi 15.000 orang pada hari Selasa (7/11/2023). Pemerintah Israel mengatakan 50.000 warga Gaza melakukan perjalanan melalui koridor evakuasi pada Rabu (8/11/2023).

Jumlah tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen, namun seorang jurnalis CNN yang berada di lokasi kejadian mengatakan bahwa jumlah yang pergi lebih besar daripada Selasa (7/11/2023).

“Kami berjalan melewati orang-orang yang tercabik-cabik, mayat-mayat. Kami berjalan di samping tank. Orang-orang Israel memanggil kami, dan mereka meminta orang-orang untuk melepaskan pakaian mereka dan melemparkan barang-barang mereka. Anak-anak sangat lelah karena tidak ada air.”

“Kami berada di bawah penembakan berat dan tidak punya pilihan selain meninggalkan daerah kami,” kata Hani Bakhit.

“Kami akhirnya menggunakan gerobak keledai karena tidak ada mobil, bahan bakar, atau air minum yang tersedia. Tidak ada yang tersisa untuk kami. Mereka memaksa kami untuk pergi dengan memotong semua sumber daya yang tersedia,” katanya, merujuk pada pasukan Israel.

“Orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan perlawanan dibom sehingga mereka melarikan diri ke selatan,” kata Khader Hamad. “Mereka semua adalah anak-anak, bayi yang baru lahir, perempuan.”

Orang-orang membawa beberapa barang di lengan atau di punggung mereka. Beberapa duduk di gerobak yang ditarik oleh keledai. Pada hari Selasa, beberapa orang terlihat membawa bendera putih dan memegang dokumen identitas.

“Gerobak keledai adalah satu-satunya alat transportasi yang tersisa,” kata Abu Ida. “Tidak ada tenaga surya atau bahan bakar yang tersisa untuk mobil, tetapi mereka yang memiliki mobil pun takut menggunakannya. Saya tidak bisa berjalan karena saya menderita diabetes, tidak mungkin saya bisa berjalan dengan kaki saya.”

Seorang wanita yang tidak menyebutkan namanya mengatakan “kami sedang dihancurkan.”

“Tidak ada yang peduli dengan kami. Mungkin kami aman sekarang, tapi saya tidak yakin dengan mereka yang masih tertinggal. Saya tidak tahu di mana keluarga saya. Saudara-saudara saya ada di belakang saya. Karena takut, saya tidak bisa melihat ke belakang. Tidak ke kanan, tidak ke kiri.

Kami datang dari [Rumah Sakit] Al Shifa, dan kami melihat kematian di jalan. Mayat-mayat, kehancuran di mana-mana.” kenangnya.

 

Sumber: Republika/CNN

 

Populasi Penduduk Palestina Makin Menyusut Sejak Tragedi Kemanusian Nakba 48

Populasi Penduduk Palestina Makin Menyusut Sejak Tragedi Kemanusian Nakba 48

INH News, GAZA – Tragedi Nakba merupakan malapetaka bagi rakyat Palestina. Pembersihan etnis (genosida) oleh penjajah Zionis Israel dengan mengusir lebih dari 800.000 warga Palestina yang menetap di desa dan kota asal tanah kelahiran mereka. 1,4 juta warga tersisa pada 1948, di mana jumlah tersebut menyebar di antara 1.300 desa dan beberapa kota Palestina lainnya.

 

Ribuan warga Palestina terpaksa mengungsi ke sejumlah negara tetangga Arab selain Tepi Barat dan Jalur Gaza. Dua Wilayah, Jalur Gaza dan Tepi Barat masih bertahan yang hingga saat ini penjajah, Zionist berusaha untuk merampas dan lakukan kekejaman di dalamnya.

Angka populasi catatan Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), Kepala PCBS, ‘Ala Awad melaporkan hal tersebut berdasarkan data historis tinjauan geografis, demografis dan ekonomi situasi rakyat Palestina sejak peringatan Nakba ke-74 yang kini jatuh pada tanggal 15 Mei.

Selama tragedi Nakba berlangsung, Zionist Israel berhasil kuasai 774 desa dan kota Palestina. 531 di antaranya dihancurkan dan dikuasai secara penuh, sedang warga Palestina yang berada di wilayah tersebut dipaksa tunduk di bawah hukum pemerintahan Israel.

Populasi Palestina pada tahun 1914 berjumlah sekitar 690.000 jiwa, 8% di antaranya Yahudi pribumi. Pada tahun 1948, populasi rakyat Palestina meningkat lebih dari 2 juta jiwa, 31,5% nya mulai disusupi para pemukim ilegal Yahudi yang berpindah dari negara asing. Sebelumnya tahun 1932 dan 1939, pemukim ilegal Yahudi mencapai 225 ribu jiwa. Sedangkan antara tahun 1940 dan 1947, lebih dari 93 ribu pemukim ilegal Yahudi telah menetap di Palestina.

Jadi, antara tahun 1932 dan 1947, ada sekitar 318.000 pemukim ilegal Yahudi. Kalkulasi keseluruhan antara tahun 1948 hingga 1975 yaitu lebih dari 540 ribu pemukim ilegal Yahudi telah menetap di Palestina.

Pada 1948 tragedi Nakba berlangsung, 800.000 lebih rakyat Palestina terusir dan terpaksa mengungsi. Sedangkan 200.000 jiwa mengungsi ke Yordania setelah perang Arab-“Israel” pada Juni 1967. Jumlah keseluruhan warga Palestina yang tersebar di berbagai dunia pada tahun 2021 kemarin adalah mencapai sekitar 14 juta jiwa. Hal ini menunjukkan dua kali lipat dari beberapa tahun sebelumnya  atau sekitar 10 kali lipat sejak peristiwa Nakba 1948.

Sekitar setengah dari warga (7 juta jiwa) berada di Palestina (1,7 juta di wilayah jajahan “Israel” pada tahun 1948), dan perkiraan populasi mencapai akhir 2021 di Tepi Barat termasuk Al-Quds menunjukkan 3,2 juta warga, 2,1 juta di Jalur Gaza. Berdasarkan laporan gubernur Al-Quds sendiri tercatat 477 ribu warga Palestina pada akhir tahun 2021. 65 % (sekitar 308 ribu jiwa) tinggal di wilayah Al-Quds yang secara paksa dicaplok oleh “Israel” setelah menjajah Tepi Barat pada tahun 1967.

Berdasarkan data ini, populasi penduduk Palestina menyisakan 49,9%. Sedangkan pemukim ilegal “Yahudi” mencapai 50,1% dari total populasi, yang secara jelas mengeksploitasi lebih dari 85% luas wilayah Palestina keseluruhan (dengan luas wilayah 27 ribu kilometer persegi).

Catatan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA) menyebutkan jumlah pengungsi Palestina yang terdaftar pada Desember 2020 adalah sekitar 6,4 juta jiwa, 28,4% di antaranya tinggal di 58 kamp resmi UNRWA yang tersebar di beberapa negara Arab; diantaranya 10 di Yordania, 9 di Suriah, 12 di Lebanon, 19 di Tepi Barat dan 8 kamp di Jalur Gaza.

“Perkiraan ini mewakili jumlah minimum pengungsi Palestina dengan mempertimbangkan keberadaan pengungsi yang tidak terdaftar, karena beberapa tidak termasuk hitungan seperti warga Palestina yang mengungsi setelah tahun 1949 hingga menjelang perang Juni 1967. Juga tidak termasuk jumlah warga Palestina yang dideportasi pada tahun 1967 akibat dampak perang Arab-“Israel” yang pada awalnya disebut bukan sebagai pengungsi”. Menurut data yang dirilis UNRWA.

Sumber : https://gazamedia.net/berikut-statistik-peningkatan-populasi-penduduk-palestina-sejak-74-tahun-tragedi-nakba/

 

Peringati Nakba, Dubes Palestin Ajak Dunia Internasional Adili Israel untuk Bertanggung Jawab

Peringati Nakba, Dubes Palestin Ajak Dunia Internasional Adili Israel untuk Bertanggung Jawab

INH News, Jakarta – Mewakili bangsa Palestina, Duta Besar Palestina di Indonesia, Zuhair Al-Shun memohon kepada pemerintah Indonesia dan para pendukung Palestina merdeka di negara ini untuk ikut terjun secara aktif dalam mekanisme hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional untuk menunjuk Israel bertanggung jawab atas pelanggaran yang terus berlanjut terhadap warga Palestina.

“Warga internasional harus mengambil langkah serius menghentikan pelanggaran kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan Israel,” kata Zuhair dalam peringatan Nakba di kantor Kedubes Palestina di Jalan Ki Mangunsarkoro, Jakarta Pusat, Jumat (13/5/2022).

Menurutnya, setiap tahun tepatnya pada tanggal 15 Mei, warga Palestina memperingati peristiwa Nakba yakni bencana kemanusian yang masih berlanjut sejak 1945. Nakba merupakan akar peristiwa yang kita saksikan hingga hari ini di Palestina.

“Disebut akar, karena kita masih merasakannya hingga hari ini, Nakba berarti pengusiran dan pembersihan etnis warga kami, kota kami, kampung-kampung kami oleh kelompok ektremis pemukim Yahudi.” jelas Zuhair.

Akibat peristiwa itu, Zuhair menjelaskan Palestina kehilangan tempat tinggal dan tidak diperbolehkan kembali ke tanah mereka. Nakba bukan peristiwa di masa lalu, namun merupakan peristiwa yang masih terjadi hingga saat ini. Bagi Israel, mengambil 78 persen tanah Palestina secara paksa tidak cukup. Pencurian lahan, pengusiran dan penindasan tidak pernah berhenti satu hari pun.

“Proyek penjajahan pemukim Israel di Palestina selalu dimaksudkan untuk mengusir Palestina dari rumah dan tanah mereka. Dan selalu berusaha menggantinya dengan pemukim Zionis. Peristiwa penindasan yang terjadi akhir-akhir ini di Palestina bisa dilihat dari konteks ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, sambung Zuhair semua organisasi kemanusiaan mainstream sepakat bahwa pihaknya sedang mengalami apartheid di Palestina dan kejahatan yang dilakukan terhadap warga Palestina adalah kejahatan perang. Penyerangan yang belum pernah terjadi terhadap Masjid Al Aqsa sebelumnya pada bulan Ramadhan.

Selain itu, saat warga Palestina orthodox merayakan hari Paskah, ada upaya yang disengaja oleh penjajah untuk menyulut kemarahan warga Palestina lebih jauh. Juga, berita yang mengejutkan seluruh warga Palestina baru-baru ini, saat Zionis melakukan pembunuhan dengan menembak jurnalis senior Shireen Abu Akleh yang tengah bertugas di Jenin, Tepi Barat.

“Sudah saatnya semua untuk mengakui, jika sebuah negara yang seluruh rakyatnya dibuat menjadi pengungsi dan dalam penjajahan asing, dikurung (blokade) sampai wilayahnya mengecil, dalam ancaman permanen dari kelompok pemukim bersenjata, seseorang tidak boleh berkata tidak memihak atau netral. (red)

 

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!