NewsINH, Gaza – Serangan Israel terhadap tenda kamp di daerah al-Mawasi di Gaza selatan pada Rabu malam menewaskan sedikitnya 21 orang dan melukai 28 lainnya. Para korban syahid setelah bom-bom Israel menyebabkan kebakaran hebat di wilayah yang diklaim Israel sebagai zona aman tersebut.
Serangan hari Rabu di Muwasi – daerah terpencil dengan sedikit layanan publik yang menampung ratusan ribu pengungsi – melukai sedikitnya 28 orang, menurut Atif al-Hout, direktur Rumah Sakit Nasser di kota selatan Khan Younis.
Serangan tersebut menghantam tenda-tenda tempat para keluarga pengungsi berlindung, menyebabkan kebakaran dan membakar beberapa korban, termasuk perempuan dan anak-anak.
Seorang jurnalis Associated Press di rumah sakit menghitung setidaknya ada 15 jenazah, namun mengatakan sulit untuk mencapai jumlah pastinya karena banyak dari jenazah korban tercabik-cabik, beberapa tanpa kepala atau mengalami luka bakar parah. Di kamar mayat, tangan dan wajah bayi yang menghitam muncul dari balik selimut tebal yang digunakan untuk mengangkut jenazah ke rumah sakit.
Koresponden Aljazirah melaporkan dari lokasi serangan, mengatakan daerah yang ditargetkan penuh dengan tempat penampungan yang menampung pengungsi Palestina. “Lebih dari 14 keluarga Palestina berlindung di sini. Tempat itu menjadi sasaran setidaknya dua rudal sehingga menyebabkan kebakaran,” katanya.
Beberapa tenda dibangun dari lembaran timah, terpal, dan tiang plastik. Rekaman dari tempat kejadian menunjukkan lembaran-lembaran rusak, puing-puing hangus dan api membara, beberapa jam setelah serangan.
“Seluruh keluarga terkena dampaknya, termasuk perempuan dan anak-anak. Al-Mawasi terus diserang oleh serangan Israel yang menghancurkan tenda-tenda yang berisi orang-orang di dalamnya, menyebabkan banyak orang tewas atau terluka,” kata koresponden Aljazirah.
“Rasanya seperti hari kiamat,” kata seorang perempuan yang terluka, Iman Jumaa. Ia menahan air matanya saat menggambarkan bagaimana serangan tersebut membunuh ayahnya, saudara laki-lakinya, dan anak-anak dari saudara laki-lakinya.
Video dan foto serangan yang dibagikan secara luas di media sosial menunjukkan api dan asap hitam membubung ke langit malam, serta bingkai tenda logam yang terpelintir dan kain robek. Para lelaki Palestina mencari-cari di antara puing-puing yang masih terbakar sambil berteriak, “Kemari, teman-teman!” Lebih jauh lagi, warga sipil berdiri di kejauhan, mengamati kehancuran yang terjadi.
Seorang pria lanjut usia yang seluruh keluarganya terluka dalam serangan Israel menceritakan bahwa serangan terjadi tepat setelah shalat maghrib. “Setelah salat maghrib, terjadi ledakan. Disusul dengan kebakaran. Seluruh kamp hancur,” katanya dalam kesaksian video.
“Saya berlari mencari putra, istri, dan putri saya. Semuanya dibawa ke rumah sakit. Saya satu-satunya orang yang selamat. Sisanya berada di rumah sakit. Saya masih terguncang. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi.”
Militer Israel berdalih serangan di al-Mawasi tersebut telah memicu ledakan susulan, yang mengindikasikan bahwa ada bahan peledak di daerah tersebut. Klaim Israel tidak dapat dikonfirmasi secara independen, dan serangan tersebut juga dapat menyulut bahan bakar, tabung gas untuk memasak, atau bahan lain di dalam kamp.
Tak lama setelah serangan itu, Rumah Sakit Al-Awda mengatakan dua orang syahid dan 38 luka-luka dalam serangan di blok perumahan di kamp pengungsi Nuseirat. Pihak militer belum bisa memberikan komentar mengenai serangan tersebut, namun mengatakan bahwa serangan sebelumnya di Gaza tengah telah mengenai “sasaran teroris”.
Di Gaza utara, puluhan keluarga Palestina mengatakan serangan Israel yang semakin meluas telah memaksa mereka mengungsi dari sekolah-sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan. Rekaman Associated Press menunjukkan orang-orang di jalan pada hari Rabu meninggalkan Beit Lahia, banyak yang berkerumun di atas kereta keledai sambil membawa barang-barang mereka. Yang lainnya berjalan kaki. “Pagi ini sebuah quadcopter (drone) meledakkan empat bom di sekolah. Ada orang yang terluka, sisa-sisa manusia – kami tidak punya apa-apa,” kata Sadeia al-Rahel.
Wanita berusia 57 tahun ini mengatakan keluarganya telah makan rumput, dedaunan, dan pakan ternak selama dua bulan karena kurangnya bantuan pangan di wilayah utara.
Jumlah bantuan yang masuk ke Gaza anjlok pada bulan Oktober, dan kelaparan tersebar luas di seluruh wilayah tersebut, bahkan di Gaza tengah dimana kelompok pemberi bantuan mempunyai akses yang lebih luas. Organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan pembatasan yang dilakukan Israel, pertempuran yang terus berlanjut, serta pelanggaran hukum dan ketertiban mempersulit penyaluran bantuan.
Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 44.500 warga Palestina di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Militer Israel mengatakan mereka telah membunuh lebih dari 17.000 militan, tanpa memberikan bukti.
Sumber: Republika