NewsINH, Yerusalem – Pada bulan Februari 2023 kemarin Organisasi Kesehatan Dunia atau (WHO) mencatat adanya peningkatan yang cukup signifikan terhadap penyerangan yang dilakukan pasukan Israel terhadap tim medis kesehatan yang bertugas diwilayah Tepi Barat, Palestina.
“Ada peningkatan signifikan dibulan Februari 2023 penyerangan terhadap tim petugas medis di wilayah pendudukan, serangan terhadap petugas kesehatan terjadi dalam konteks serangan besar-besaran oleh pasukan Israel ke kota-kota Palestina dan kamp-kamp pengungsi dan peningkatan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pemukim Israel,” kata WHO seperti dikutip dari kantor berita Palestina, Wafa, Selasa (28/3/2023).
WHO memverifikasi 47 serangan terhadap tim kesehatan dalam dua bulan pertama tahun 2023, yang meliputi, 37 insiden yang melibatkan hambatan dalam pemberian layanan kesehatan, termasuk penutupan yang terjadi selama penyerangan di Jenin, Nablus dan Hawara,
Kemudian 21 insiden yang melibatkan tindakan kekerasan fisik terhadap penyedia layanan kesehatan, termasuk pemaparan peluru tajam yang mencegah pemberian pertolongan pertama dan evakuasi orang yang terluka yang kemudian meninggal. Selanjutnya juga terjadi 3 insiden perusakan fasilitas kendaraan medis oleh militer.
Sementara untuk jumlah korban tim medis yang mengalami cedera sebanyak 24 petugas kesehatan dan penargetan tanpa cedera setidaknya 12, dengan tiga petugas kesehatan diminta untuk menjalani penggeledahan telanjang dan empat ditahan.
WHO juga merilis bahwa 44 ambulans terkena dampak, termasuk 42 yang terhalang akses untuk memberikan perawatan kesehatan enam yang rusak, dan tiga lagi yang menjadi sasaran pasukan Israel.
WHO mengatakan dua pertiga (68%) dari serangan yang tercatat terjadi di distrik Nablus, dengan daerah lain yang terkena dampak termasuk Hebron, Jericho, Jenin, Bethlehem, dan Yerusalem.
Meningkatnya serangan pada Februari menggemakan puncak serangan kesehatan selama April dan Oktober 2022, kata Organisasi Kesehatan Dunia.
Dalam laporannya, WHO memasukkan kesaksian Ahmad, seorang tenaga kesehatan yang telah bekerja untuk Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) selama 26 tahun.
“Pada tanggal 22 Februari selama serangan militer di Nablus, saya berada di salah satu dari sembilan ambulans PRCS yang dicegah memasuki Kota Tua untuk mengevakuasi orang yang terluka parah. Kami diberitahu bahwa tidak ada koordinasi [dengan pasukan Israel] untuk masuknya ambulans, jadi kami memutuskan untuk melanjutkan dengan berjalan kaki dengan risiko kami sendiri,” katanya.
Ahmad menambahkan, salah satu tim pergi untuk merawat seorang anak berusia 2 tahun yang memiliki penyakit jantung dan menderita inhalasi gas air mata. Setelah sampai di rumah pasien, mereka terjebak selama dua jam di dalam sebelum mereka dapat berkoordinasi untuk memindahkan anak tersebut ke rumah sakit.
“Sebuah tim yang terdiri dari empat paramedis baru saja meninggalkan kendaraan ambulans mereka untuk mengevakuasi orang yang terluka ketika mereka langsung menjadi sasaran peluru berlapis karet. Tim berhasil membawa orang yang terluka ke ambulans tanpa terkena pukulan langsung,” kenangnya.
Dalam serangan lain pada hari itu, sebuah ambulans menjadi sasaran peluru karet dan yang lainnya ditabrak oleh kendaraan militer Israel yang menyebabkan kerusakan pada bodi kendaran ambulans.
Ahmad menjelaskan kesulitan akses dan dampak dari beberapa serangan kesehatan di Nablus. Menurutnya, Dalam keadaan normal, sulit memasuki Kota Tua karena jalan yang sempit. Masuk selama serangan militer bahkan lebih sulit. Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina saat ini sedang dalam tahap akhir membawa kendaraan kecil khusus (tracktoron) untuk memudahkan masuk dan memindahkan pasien.
“Kami berusaha melindungi diri kami sebaik mungkin. Sangat sulit melihat salah satu tim alami cedera. Tahun lalu, saat konfrontasi di Beita, salah satu tim kami tertembak saat berada di ambulans. Ambulans itu dekat dengan tebing, bisa dengan mudah jatuh. Itu adalah situasi yang sangat intens dan sulit,” jelasnya.
Kendaraan yang mengalami kerusakan dapat berhenti beroperasi selama beberapa waktu. Kami sudah kekurangan, terutama dengan meningkatnya kebutuhan dan meningkatnya jumlah korban luka selama kekerasan baru-baru ini.
“PRCS baru-baru ini mulai menyediakan rompi antipeluru, helm, dan masker gas air mata kepada timnya, menyusul insiden yang menargetkan petugas kesehatan secara langsung. Organisasi tersebut secara sistematis memantau pelanggaran terhadap staf, ambulans, dan fasilitasnya serta mengadvokasi peningkatan rasa hormat dan perlindungan perawatan kesehatan di seluruh wilayah Palestina yang diduduki,” Ahmad mengakhiri kesaksiannya.