Dokter Lintas Batas: Rumah Sakit di Gaza Krisis Fasilitas Dasar

Dokter Lintas Batas: Rumah Sakit di Gaza Krisis Fasilitas Dasar

NewsINH, Gaza – Doctors Without Borders atau dokter lintas batas mengungkap rumah sakit di Jalur Gaza kekurangan fasilitas dasar yang dapat menyebabkan kematian warga lebih banyak setiap detiknya selama perang Gaza masih berlangsung.

Selama sembilan bulan, Jalur Gaza hampir selalu menyaksikan kematian dan trauma psikologis dan tidak ada tempat yang terhindar dari pertumpahan darah. Organisasi tersebut mencatat tim medis di Gaza menghadapi tekanan yang amat berat dalam setiap serangan di tengah sistem kesehatan yang kewalahan.

“Tim kami bekerja di seluruh Jalur Gaza untuk memberikan perawatan bantuan hidup dasar bagi mereka yang terluka akibat serangan brutal Israel dan mereka yang juga terpaksa menyelamatkan diri,” demikian keterangan dokter lintas batas.

Laporan WHO pada Juli 2024 menyebutkan sektor kesehatan di Gaza membutuhkan 80 ribu liter bahan bakar setiap harinya dan pasokan terakhir yang tiba di Jalur Gaza pada akhir Juni berjumlah antara 195.000 sampai 200.000 liter.

Laporan itu menegaskan rumah sakit menghadapi krisis bahan bakar yang dapat mengganggu layanan vital dan menyebabkan korban luka meninggal akibat keterlambatan ambulans. WHO juga memperingatkan perintah evakuasi oleh Israel di Kota Gaza, telah menghambat pengobatan para korban luka.

Dikatakan hanya 13 dari 36 rumah sakit di Gaza yang beroperasi sebagian. Sedangkan dari total 11 rumah sakit darurat di Jalur Gaza, tiga di antaranya terpaksa berhenti sementara dan empat lainnya beroperasi sebagian.

Sementara itu, militer Isael mengatakan tentara Israal melanjutkan aktivitas militernya di area Rafah berdasarkan informasi intelijen Israel. Militer Israel telah memusnahkan apa yang disebut sel teroris dan menghancurkan sebuah peluncur yang pernah digunakan untuk menembak tentara Israel.

Militer Israel mengakui serangan udaranya telah menghantam 25 target di sepanjang jalur Gaza dalam tempo 24 jam terakhir. Tentara Israel pun masih terus melanjutkan operasi militernya di tengah Gaza, termasuk membongkar bangunan yang diduga digunakan untuk memantau tentara Israel.

 

Sumber: WAFA/Tempo

Tak Ada Signal Gencatan Senjata, Kondisi Gaza Makin Memilukan

Tak Ada Signal Gencatan Senjata, Kondisi Gaza Makin Memilukan

NewsINH, Gaza – Tak ada signal atau tanda-tanda gencatan senjata di Jalur Gaza, mengakibatkan kondisi kehidupan jutaan warga Palestina semakin terpojok dan memprihatinkan. Pasalnya, perbekalan dan logistik diwilayah tersebut semakin langkah dan menipis.

Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan pilunya keadaan terkini di Gaza. Dalam cuitannya di media sosial X (dahulu bernama Twitter), ia mengabarkan kondisi Rumah Sakit Nasser.

“Saat ini 350 pasien dan 5.000 pengungsi masih bertahan di rumah sakit. Rumah sakit tersebut kehabisan bahan bakar, makanan dan perbekalan,” tulisnya di platform X beserta video dari rumah sakit baru-baru ini.

Menurut Tedros, itu terjadi saat pertempuran di sekitar rumah sakit di Khan Younis meningkat. Selagi pertempuran di sekitar rumah sakit terus terjadi, akses untuk membawa masuk pasokan masih terhalang.

“Kami menyerukan gencatan senjata segera, sehingga kami bisa mengisi lagi persediaan penyelamatan jiwa yang sangat dibutuhkan,” katanya.

Serangan terhadap Gaza terus berlanjut meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) pada Kamis (26/1/2024) kemarin telah memerintahkan agar Israel ” mengambil tindakan segera dan efektif untuk memungkinkan penyediaan layanan dasar dan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kondisi kehidupan buruk yang dihadapi warga Palestina di Jalur Gaza”.

Israel telah lama membantah tuduhan genosida sehubungan dengan perang yang dilancarkannya di Gaza. Ketika menanggapi keputusan ICJ, PM Israel Benjamin Netanyahu mengatakan “komitmen Tel Aviv terhadap hukum internasional tidak tergoyahkan.”

“Yang juga tak tergoyahkan adalah komitmen suci kami untuk terus membela negara kami dan membela rakyat kami,” katanya dalam sambutannya yang disiarkan di televisi.

Netanyahu menegaskan bahwa Israel mempunyai “hak yang melekat untuk membela diri.” Dia menyebut bahwa “upaya keji untuk menolak hak fundamental Israel adalah diskriminasi terang-terangan terhadap negara Yahudi, dan hal itu ditolak secara adil”.

 

Sumber: Republika

Tak Ada Jaminan Keamanan, WHO Urungkan Kirim Bantuan Medis ke Gaza

Tak Ada Jaminan Keamanan, WHO Urungkan Kirim Bantuan Medis ke Gaza

NewsINH, Gaza – Untuk kesekian kalinya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengurungkan pengiriman  bantuan medis ke wilayah Jalur Gaza bagian Utara. Pembatalan ini lantaran tidak ada jaminan keselamatan dari pihak otoritas Israel.

Dengan sangat terpaksa pihaknya membatalkan misi untuk mengirim pasokan medis ke Gaza utara setelah gagal mendapat jaminan keamanan. Ini keempat kalinya WHO membatalkan rencana misi untuk mengirimkan pasokan medis yang sangat dibutuhkan ke Rumah Sakit Al-Awda dan pusat toko obat di Gaza utara sejak 26 Desember.

“Ini sudah 12 hari terakhir kali kami dapat menjangkau Gaza utara,” kata kantor WHO di daerah pendudukan Palestina di media sosial X, Selasa (9/1/2024).

Menurut laporan badan tersebut, pengeboman secara besar-besaran, pembatasan gerakan dan gangguan komunikasi membuat hampir mustahil mengirimkan pasokan medis secara rutin dan aman di Gaza, terutama ke bagian utara.

WHO mengatakan rencana pengiriman pada hari Ahad (7/1/2023) kemarin dirancang untuk mempertahankan operasi di lima rumah sakit di wilayah utara. Juru bicara pemerintah Israel Eylon Levy mengatakan ia tidak memiliki informasi mengenai pernyataan WHO dan merujuk pertanyaan tersebut ke Angkatan Bersenjata Israel (IDF).

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ia “terkejut dengan skala kebutuhan medis dan kehancuran di Gaza utara.”

“Penundaan lebih lanjut akan menambah kematian dan penderitaan untuk terlalu banyak orang,” katanya di media sosial X.

Dalam pernyataan terpisah lembaga bantuan Komite Penyelamatan Internasional (IRC) mengatakan tim medisnya dan lembaga amal Bantuan Medis untuk Palestina terpaksa mundur dan menahan aktivitas di Rumah Sakit Al-Aqsa di Gaza tengah karena aktivitas militer Israel di daerah itu meningkat.

Israel menggelar operasi militer untuk membalas serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu. Serangan Israel memaksa sebagian besar dari 2,3 juta populasi Gaza mengungsi, membuat banyak orang menjadi tuna wisma dan mengubah infrastruktur sipil menjadi reruntuhan serta menyebabkan kelangkaan pangan, air dan obat-obat.

 

Sumber : Reuters/Republika

Israel “Bandel” Masih Serang Rumah Sakit dan Warga Sipil di Gaza

Israel “Bandel” Masih Serang Rumah Sakit dan Warga Sipil di Gaza

NewsINH, Gaza – Meskipun adanya seruan gencatan senjata dan pengiriman bantuan kemanusiaan di Gaza, Palestina pertempuran sengit dan penyerangan secara masif masih dilakukan militer zionis Israel. Tak tanggung-tangung mereka menargetkan serangan ke rumah sakit dan warga sipil di Gaza.

Serangan udara Israel pada hari Minggu dan Senin awal pekan ini masih fokus pada rumah sakit dan lingkungan sipil di daerah kantong tersebut, sebuah taktik yang hanya mendorong seruan lebih lanjut dari seluruh dunia untuk gencatan senjata di wilayah Palestina yang terkepung ketika jumlah korban sipil meningkat.

Korban massal dilaporkan menyusul serangan di kamp pengungsi Jabalia dan Nuseirat. Tembakan artileri Israel menargetkan beberapa tempat tinggal di lingkungan Shujayea, Tuffah dan Daraj di Kota Gaza.

Penembakan terus menerus dilaporkan terjadi di pintu masuk Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza. Setidaknya 26 warga Palestina meninggal dunia dalam serangan terhadap rumah sakit tersebut.

Kompleks Medis Nasser di Khan Younis di Gaza selatan telah berulang kali menjadi sasaran selama 48 jam terakhir. Sebuah tembakan tank Israel menghantam gedung bersalin pada hari Minggu kemarin, menewaskan seorang gadis berusia 13 tahun, bernama Dina Abu Mehsen, dan melukai beberapa lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Sebuah bom jatuh di dekat gedung tetapi tidak meledak, menyebabkan kepanikan besar dan melukai tiga orang, menurut Hani Mahmoud dari Al Jazeera, melaporkan dari Rafah.

Dalam sebuah pernyataannya, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra mengecam Israel karena mencoba “menghilangkan” sektor kesehatan di wilayah kantong yang terkepung itu.

“Apa yang dilakukan pendudukan adalah bagian dari skenario yang dimulai di Gaza utara dari kompleks Shifa,” kata Ashraf.

Menurutnya, Israel menargetkan Kompleks Medis Nasser adalah bagian dari kebijakan pendudukan untuk menghilangkan sektor kesehatan dan akan menjatuhkan sistem kesehatan di Jalur Gaza selatan.

Perang Gaza yang paling mematikan dimulai dengan serangan oleh Hamas, yang menguasai daerah kantong tersebut, pada tanggal 7 Oktober, ketika kelompok pejuang kemerdekaan Palestina tersebut menewaskan 1.139 orang dan menculik sekitar 250 orang baik orang Israel maupun warga asing.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 18.800 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, meninggal dalam serangan bersenjata Israel di Gaza. Dikatakan lebih dari 100 orang tewas dalam serangan Israel pada hari Minggu, sementara puluhan lainnya dilaporkan tewas sejauh ini pada hari Senin.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan situasi di Rumah Sakit al-Shifa yang pernah menjadi landasan sistem layanan kesehatan di wilayah tersebut  sebagai “pertumpahan darah” ketika ratusan pasien yang terluka berlindung di dalam rumah dan pasien baru datang setiap menitnya.

Badan PBB tersebut mengatakan rumah sakit tersebut, yang ditempati oleh pasukan Israel pada awal perang, hanya menyediakan stabilisasi trauma dasar, tidak memiliki darah untuk transfusi dan hampir tidak ada staf yang merawat pasien yang terus mengalir, setelah kunjungan untuk mengantarkan obat-obatan. dan perlengkapan bedah ke fasilitas tersebut.

Dr Rana Hajjeh, dari kantor WHO di Kairo, mengatakan apa yang mereka lihat adalah pemandangan yang benar-benar horor. Pasien yang terluka berserakan di lantai, mereka dijahit di lantai. Tempat tidur atau usungan tidak mencukupi. Tidak ada obat pereda nyeri. Mereka pada dasarnya hanya mengeluarkan darah di lantai.

“Ribuan pengungsi menggunakan gedung dan pekarangan rumah sakit sebagai tempat berlindung selama kekurangan air dan makanan,” kata Hajjeh. (***)

 

Sumber: Al Jazeera

Melonjak 100 Kali Lipat, Penyakit Diare Ancam Anak-Anak di Jalur Gaza

Melonjak 100 Kali Lipat, Penyakit Diare Ancam Anak-Anak di Jalur Gaza

NewsINH, Jenewa – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan lonjakan penyakit menular dan diare pada anak-anak di Gaza. Otoritas kesehatan Gaza mengatakan, lebih dari 15 ribu orang meninggal dunia dalam pengeboman Israel dan sekitar 40 persen di antaranya anak-anak.

“Pada akhirnya kita akan melihat lebih banyak orang meninggal karena penyakit daripada yang kita lihat akibat pengeboman jika kita tidak mampu mengembalikan (menyatukan) sistem kesehatan ini,” kata Margaret Harris dari WHO pada briefing PBB di Jenewa.

Harris menegaskan kekhawatirannya mengenai peningkatan penyakit menular, khususnya diare pada bayi dan anak-anak di Gaza. Menurut dia, kasus diare pada anak-anak berusia lima tahun ke atas melonjak hingga lebih dari 100 kali lipat dari tingkat normal pada awal November.

“Semua orang di manapun kini mempunyai kebutuhan kesehatan yang sangat mendesak karena mereka kelaparan karena kekurangan air bersih dan (mereka) berdesakan,” ujar Harris.

Berdasarkan ketentuan jeda pertempuran, Israel mengizinkan lebih banyak bantuan mengalir ke Gaza termasuk makanan, air, dan obat-obatan. Namun, lembaga bantuan mengatakan bantuan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar.

James Elder, juru bicara Badan Anak-anak PBB di Gaza, mengatakan, rumah sakit di wilayah tersebut penuh dengan anak-anak yang menderita luka bakar dan pecahan peluru serta gastroenteritis karena meminum air kotor. “Saya bertemu banyak orang tua. Mereka tahu persis apa yang dibutuhkan anak-anak mereka. Mereka tidak memiliki akses terhadap air bersih dan ini melumpuhkan mereka,” katanya.

Elder melihat seorang anak dengan sebagian kakinya yang telah terputus akibat serangan Israel. Anak itu tergeletak di lantai rumah sakit selama beberapa jam, tanpa mendapat perawatan karena kurangnya tenaga medis.

Anak-anak lain yang terluka terbaring di kasur darurat di tempat parkir dan taman di halaman Rumah sakit. “Di mana pun dokter harus membuat keputusan yang mengerikan, Anda tahu, siapa yang mereka prioritaskan,” ujar Elder.

Mengutip laporan PBB mengenai kondisi kehidupan para pengungsi di Gaza utara, Harris mengatakan, tidak ada obat-obatan, tidak ada kegiatan vaksinasi, tidak ada akses terhadap air bersih dan kebersihan serta tidak ada makanan.

Dia menggambarkan runtuhnya Rumah Sakit Al Shifa di Gaza utara sebagai sebuah tragedi dan menyuarakan keprihatinan tentang penahanan beberapa staf medisnya oleh pasukan Israel selama konvoi evakuasi WHO. Hampir tiga perempat rumah sakit, atau 26 dari 36 rumah sakit, telah ditutup seluruhnya di Gaza, karena pemboman atau kekurangan bahan bakar.

 

Sumber: Republika

Organisasi Kesehatan Dunia: Wabah Penyakit Mematikan Lebih Berbahaya Daripada Bom di Gaza

Organisasi Kesehatan Dunia: Wabah Penyakit Mematikan Lebih Berbahaya Daripada Bom di Gaza

NewsINH, Whasington – Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebut bahwa lebih banyak orang berisiko meninggal karena penyakit dibandingkan akibat pemboman di Gaza, Palestina, jika sistem kesehatan di wilayah tersebut tidak segera pulih.

“Pada akhirnya kita akan melihat lebih banyak orang meninggal karena penyakit dibandingkan akibat pemboman jika kita tidak dapat memulihkan sistem kesehatan ini,” kata juru bicara Margaret Harris, dilansir dari Al Jazeera.

Infrastruktur penting di wilayah yang terkepung telah dilumpuhkan lantaran kekurangan bahan bakar, serta serangan yang ditargetkan terhadap rumah sakit dan fasilitas PBB sejak Israel melancarkan serangan ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu.

Dia menggambarkan runtuhnya Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza Utara sebagai sebuah tragedi dan menyuarakan keprihatinan tentang penahanan beberapa staf medisnya oleh pasukan Israel yang mengambil alih kompleks tersebut awal bulan ini.

Ia juga mengulangi kekhawatirannya mengenai peningkatan wabah penyakit menular di Gaza, khususnya penyakit diare.

“Tidak ada obat-obatan, tidak ada kegiatan vaksinasi, tidak ada akses terhadap air bersih dan kebersihan serta tidak ada makanan,” kata dia mengutip laporan PBB mengenai kondisi kehidupan para pengungsi di Gaza Utara.

Semua layanan sanitasi utama telah berhenti beroperasi di Gaza, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya lonjakan besar penyakit gastrointestinal dan penyakit menular di kalangan penduduk setempat, termasuk kolera.

WHO telah mencatat lebih dari 44.000 kasus diare dan 70.000 infeksi saluran pernapasan akut, namun jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Mereka juga khawatir bahwa hujan dan banjir menjelang musim dingin akan memperburuk situasi yang sudah mengerikan.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Palestina Mai Alkaila mengatakan 35.000 orang yang terluka di Jalur Gaza membutuhkan perawatan. Sistem kesehatan yang hancur di Jalur Gaza akibat agresi Israel, kata dia, menyebabkan 26 dari 35 rumah sakit yang tidak dapat beroperasi lagi.

Dia menekankan perlunya membawa bantuan ke Jalur Gaza, yang menderita kekurangan nutrisi dan ransum, serta kekurangan obat-obatan dan pasokan medis. Sejauh ini, sebanyak 470 orang warga Jalur Gaza yang terluka telah diterima di rumah sakit Mesir.

Selama pemeriksaan terhadap korban luka di rumah sakit Mesir, Alkaila mengatakan pihaknya tengah berkoordinasi terkait pemulangan lebih banyak korban luka dari Gaza dalam beberapa hari mendatang. (***)

 

Sumber: Aljazera/NUonline

 

WHO Ingatkan Israel untuk Izinkan Bantuan Kemanusian ke Gaza

WHO Ingatkan Israel untuk Izinkan Bantuan Kemanusian ke Gaza

NewsINH, Jenewa – Sikap licik ototitas Israel melakukan blokade setiap bantuan kemanusiaan yang akan masuk ke wilayah Jalur Gaza, Palestina dinilai sangat merugikan bagi warga yang tinggal diwilayah konflik tersebut. Israel secara sadar dan dengan sengaja menghentikan pasokan bahan bakar dan listrik ke wilayah Gaza yang telah terkepung sejak 2007 silam. Al hasil, krisi kemanusiaan diwilah tersebut semakin memprihatinkan.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menilai sikap Israel berlebihan dan mendesak otoritas Israel untuk segera mencabut larangan tersebut dan mengizinkan bahan bakar dari negara Mesir sebagai kebutuhan mendesak masuk ke wilayah Jalur Gaza.

“Bahan bakar dari Mesir dikirimkan ke Gaza sebagai bantuan kemanusiaan yang mendesak. Israel harus mencabut blokade masuknya bantuan air, makanan, dan obat-obatan ke kantong wilayah Palestina itu,” kata Tedros Adhanom Ghebreysus Direktur Jenderak WHO dalam jumpa persnya di Jenewa, Kamis (19/10/2023) kemarin waktu setempat.

Menurutnya, bantuan berupa bahan bakar itu merupakan kebutuhan mendasar. karena BBM itu digunakan untuk memasok kebutuhan generator rumah sakit, ambulans, dan fasilitas-fasilitas kesehatan seperti desalinasi.

“Kami mendesak Israel agar menambahkan bahan bakar ke dalam pasokan penyelamat jiwa yang diizinkan masuk Gaza,” kata Tedros.

Saat ini, pihaknya tengah bekerja sama dengan Masyarakat Bulan Sabit Merah Mesir dan Palestina guna mengirimkan pasokan bahan bakar ke Gaza segera setelah pintu lintas batas Rafah dibuka.

Berkaitan dengan serangan udara mematikan di Rumah Sakit Al-Ahli Baptist di Gaza utara, yang menewaskan ratusan orang dan melukai banyak orang, Tedros menyebut tindakan tersebut tak bisa ditolelir.

“Terlepas siapa yang bertanggung jawab, (serangan ke rumah sakit itu) tidak bisa ditolerir,” kata dia.

Tedros mengatakan, peluru dan bom bukanlah solusi untuk situasi ini. Dia menegaskan satu-satunya solusi adalah lewat dialog, kesalingpahaman, dan perdamaian.

Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, sedikitnya 471 orang tewas dan 342 terluka akibat serangan udara Israel di sebuah rumah sakit di Gaza. Israel membantah bertanggung jawab atas serangan udara tersebut.

Gaza yang tengah menghadapi serangan bom dan blokade besar-besaran, mengalami krisis kemanusiaan akut akibat ketiadaan listrik. Sementara air, makanan, bahan bakar, dan pasokan medis kian menipis. (***)

 

 

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!