WHO Sebut 28 Petugas Kesehatan Meninggal di Lebanon dalam 24 Jam Terakhir

WHO Sebut 28 Petugas Kesehatan Meninggal di Lebanon dalam 24 Jam Terakhir

NewsINH, Jenewa – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (3/10/2024) kemarin mengatakan bahwa 28 petugas kesehatan meninggal dunia dalam 24 jam terakhir di Lebanon di tengah eskalasi pertempuran antara Hizbullah dan serdadu Zionis Israel.

“Banyak petugas kesehatan yang tidak melapor untuk bertugas karena mereka menyelamatkan diri dari daerah mereka bekerja akibat pengeboman,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip dari Antara, Jumat (4/10/2024)

Hal itu menurut dia, sangat membatasi penyediaan penanganan trauma massal dan kelangsungan layanan kesehatan.

Dia mengatakan, badan kesehatan dunia tersebut tidak akan dapat melakukan pengiriman besar yang direncanakan untuk pasokan medis dan penanganan trauma ke Lebanon pada Jumat (4/10) karena pembatasan penerbangan.

Menteri Kesehatan Lebanon Firas Abiad pada Kamis melaporkan bahwa total 1.974 orang tewas, termasuk 127 anak-anak dan 261 wanita, sejak pecahnya konflik Hizbullah-Israel pada Oktober tahun lalu.

Dia mengatakan banyak rumah sakit yang menjadi sasaran langsung, sehingga memperparah tekanan pada sistem kesehatan Lebanon.

Menurut sebuah pernyataan yang dirilis pada Kamis oleh delegasi Uni Eropa (UE) untuk Lebanon, UE akan mengirimkan 30 juta euro (1 euro = Rp16.873) atau sekitar 33,08 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.247) dalam bentuk bantuan kemanusiaan untuk Lebanon, sebagai tambahan dari 10 juta euro yang diumumkan pada Minggu (29/9/2024) silam.

Bentrokan antara Israel dan Hizbullah kian memanas pada 8 Oktober 2023, ketika Hizbullah mulai meluncurkan sejumlah roket ke arah Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas di Gaza. Aksi tersebut memicu tembakan artileri dan serangan udara Israel di Lebanon tenggara.

 

Sumber: Antara

1.247 Orang Lebanon Meninggal Akibat Serangan Israel

1.247 Orang Lebanon Meninggal Akibat Serangan Israel

NewsINH, Beirut – Jumlah korban tewas di Lebanon akibat serangan udara Israel sejak 8 Oktober tahun lalu telah mencapai 1.247 orang, termasuk wanita dan anak-anak. Sementara jumlah korban yang mengalami luka-luka tembus mencapai sekitar 5.278 orang.

“Jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 1.247, dan jumlah korban luka sebanyak 5.278 orang, sebagian besar adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan wanita, sejak 8 Oktober,” kata Menteri Lingkungan Hidup Lebanon, Nasser Yassin, mengacu pada tanggal Israel melancarkan serangan terhadap Jalur Gaza, sehari setelah serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, Rabu (25/9/2024) kemarin.

Saat Yassin menyampaikan pernyataannya dalam konferensi pers di Istana Pemerintah di Beirut, serangan bom Israel meningkat di berbagai wilayah di negara itu, terutama di bagian selatan. Yassin juga mengatakan bahwa jumlah pengungsi yang terdaftar di tempat penampungan darurat mencapai sekitar 30 persen dari total pengungsi, dengan perkiraan lebih dari 150.000 orang telah menyelamatkan diri dari tempat tinggal mereka, terutama dari Lebanon selatan dan Lembah Bekaa.

Dia menyoroti bahwa para pengungsi tersebar mulai dari Wadi Khaled dan Akkar di utara hingga ibu kota Beirut, Gunung Lebanon, dan daerah-daerah di Lembah Bekaa seperti Zahle, Matn, Aley, dan Chouf.

Yassin menambahkan bahwa komunikasi telah dijalin dengan sahabat negara-negara Arab yang telah menyatakan kesiapan untuk membantu kebutuhan mendesak, dan bantuan dari Irak, Yordania, Qatar, Kuwait, Mesir, dan negara-negara lain yang mendukung akan segera tiba.

Israel telah melancarkan gelombang serangan udara mematikan di Lebanon sejak Senin pagi, menewaskan hampir 610 orang dan melukai lebih dari 2.000 lainnya, menurut otoritas kesehatan Lebanon.

Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.400 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober lalu.

Komunitas internasional telah memperingatkan agar serangan terhadap Lebanon dihentikan karena dapat memicu penyebaran konflik Gaza ke wilayah yang lebih luas.

 

Sumber: Republika

Israel Serang Lebanon, Nyaris 500 Orang Meninggal diantara 35 Anak-anak Tak Berdosa

Israel Serang Lebanon, Nyaris 500 Orang Meninggal diantara 35 Anak-anak Tak Berdosa

NewsINH, Beirut – Kementerian Kesehatan Lebanon merilis jumlah korban jiwa akibat serangan Israel telah mencapai sedikitnya 492 orang, dengan 1.645 lainnya terluka sejak Senin (23/9/2024) pagi kemarin. Sebanyak 35 anak-anak dan 58 wanita termasuk di antara mereka yang syahid.

Tentara Israel mengatakan mereka telah menyerang 1.100 sasaran dengan lebih dari 1.400 jenis amunisi di Lebanon selatan dan timur dalam 24 jam terakhir. Pesawat tempur dan drone Israel melakukan sekitar 650 serangan, katanya, menargetkan bangunan, kendaraan dan infrastruktur. Pasukan Israel terus melakukan serangan terhadap “ratusan sasaran di Lebanon”, tambahnya.

Pasukan Israel juga melancarkan lima serangan di kota Qaliya di Lembah Bekaa barat, di timur negara itu, Kantor Berita Nasional yang dikelola pemerintah melaporkan, salah satunya menghancurkan sebuah rumah di Dallafa yang menelan korban seorang ayah dan putrinya.

Almayadeen melansir, tentara Israel pada Senin melancarkan puluhan serangan udara di Lebanon selatan dan wilayah Bekaa, yang mengakibatkan kematian, beberapa lainnya terluka, dan hancurnya sejumlah rumah dan bangunan tempat tinggal di beberapa kota dan desa yang menjadi sasaran. Menurut kantor berita resmi Lebanon, lebih dari 80 serangan udara menargetkan wilayah selatan hanya dalam waktu 30 menit.

Di Lebanon selatan, serangan udara Israel menciptakan banyak zona api di seluruh wilayah Tirus dan Nabatieh, menurut koresponden Al Mayadeen. Serangan tersebut juga menargetkan wilayah di Bint Jbeil, al-Zahrani, dan dataran tinggi Iqlim al-Tuffah. Beberapa warga sipil terluka akibat serangan hebat tersebut.

Di wilayah Bekaa di timur laut Lebanon, pasukan penjajahan Israel melancarkan serangkaian serangan udara di beberapa lokasi, menargetkan setidaknya sembilan lokasi di sepanjang pegunungan barat yang menghadap ke utara Bekaa.

Serangan tersebut menargetkan wilayah Bodai, Harbata, wilayah Baoul di dataran tinggi Hermel, serta Zboud dan dataran tinggi sekitarnya. Satu orang menjadi martir, dan enam lainnya terluka dalam serangan Israel di Bodai.

Reuters melaporkan, keluarga-keluarga dari Lebanon selatan memadati jalan raya di utara pada hari Senin, menghindari serangan Israel yang meluas demi masa depan yang tidak pasti dengan anak-anak berdesakan di pangkuan orang tua mereka, koper-koper diikatkan ke atap mobil dan asap gelap membubung di belakang mereka.

Mobil, van, dan truk pick-up yang tak terhitung jumlahnya penuh dengan barang-barang dan dipenuhi orang, kadang-kadang beberapa generasi dalam satu kendaraan, sementara keluarga-keluarga lain melarikan diri dengan cepat, hanya membawa barang-barang penting ketika bom menghujani dari atas.

“Ketika serangan terjadi di pagi hari di rumah-rumah, saya mengambil semua surat-surat penting dan kami keluar. Serangan terjadi di sekitar kami. Itu sangat mengerikan,” kata Abed Afou yang desanya di Yater terkena serangan hebat akibat serangan fajar.

Pada hari Senin, ketika pemboman meningkat hingga mencakup lebih banyak wilayah Lebanon, orang-orang menerima rekaman panggilan telepon atas nama militer Israel yang meminta mereka meninggalkan rumah demi keselamatan mereka sendiri.

Afou, yang tinggal di Yater sejak awal pertempuran meski hanya berjarak sekitar 5 km dari perbatasan Israel, memutuskan untuk pergi ketika ledakan mulai menghantam rumah-rumah penduduk di distrik tersebut, katanya.

“Satu tangan saya berada di punggung anak saya dan menyuruhnya untuk tidak takut,” katanya. Keluarga Afou dengan tiga putra berusia 6 sampai 13 tahun, dan beberapa kerabat lainnya, kini terjebak di jalan raya saat lalu lintas bergerak ke utara. Mereka tidak tahu di mana mereka akan tinggal, katanya, tapi hanya ingin mencapai Beirut.

Saat lalu lintas melewati Sidon terbentuk antrian panjang. Sebuah van lewat, pintu belakangnya terbuka dan sebuah keluarga duduk di dalamnya, seorang wanita bersyal merah di dekat pintu dengan satu kaki menjuntai dan seorang anak laki-laki berdiri di tengah, bergelantungan di pagar.

Di pinggir jalan, sekelompok pasukan keamanan Lebanon, mengenakan celana jins biru dan rompi hitam bertanda ‘Polisi’ berdiri dengan senjata mereka. Seorang pria bersandar pada seorang wanita yang duduk di kursi penumpang mobil dan berteriak melalui jendela: “Kami akan kembali. Insya Allah kami akan kembali. Beritahu (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu bahwa kami akan kembali.”

Agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap Lebanon telah meningkat secara signifikan dalam beberapa hari terakhir, menyusul pembantaian Israel di pinggiran selatan Beirut dan serangan teroris Israel yang dilakukan dengan peledakan massal dan radio dua arah.

Sebuah bangunan tempat tinggal di daerah padat penduduk di Pinggiran Selatan Beirut dibom oleh jet Israel pada Jumat, menewaskan 51 orang, termasuk wanita dan anak-anak, menurut angka terbaru dari Kementerian Kesehatan Lebanon. Di antara para korban adalah beberapa petinggi Hizbullah, termasuk komandan Ibrahim Aqil dan Ahmed Wehbi.

Menanggapi serangan berulang-ulang Israel di berbagai wilayah Lebanon, yang mengakibatkan banyak korban jiwa, dan sebagai solidaritas dengan Gaza, Hizbullah meluncurkan puluhan roket Fadi 1 dan Fadi 2 dalam dua operasi berturut-turut pada Ahad pagi, menargetkan pangkalan udara Ramat David di wilayah utara yang diduduki. Palestina.

Selain itu, sebagai pembalasan awal atas pembantaian pager dan radio, Hizbullah menyerang kompleks industri militer Israel milik perusahaan Rafael di Haifa utara dengan puluhan roket Fadi 1, Fadi 2, dan Katyusha.

Ketua UNICEF Catherine Russell mengatakan dia “sangat khawatir” dengan meningkatnya serangan mematikan di Lebanon dan Israel, dan mengatakan bahwa kekerasan yang meningkat merupakan “eskalasi yang berbahaya” bagi warga sipil. “Tak terhitung banyaknya” anak-anak yang berada dalam bahaya, dan banyak yang mengungsi dari rumah mereka, kata Russell dalam sebuah pernyataan.

“Tingkat tekanan psikologis yang mengkhawatirkan” juga dilaporkan terjadi pada anak-anak akibat pengungsian dan rentetan penembakan dan serangan udara, katanya, sambil menyerukan deeskalasi segera.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihaknya mengikuti perkembangan di Lebanon dengan “keprihatinan besar” dalam sebuah pernyataan yang menyerukan “semua pihak untuk menahan diri sepenuhnya”.

Kerajaan tersebut meminta komunitas internasional dan pihak-pihak lain untuk “mengemban peran dan tanggung jawab mereka untuk mengakhiri semua konflik di kawasan” dan menekankan “pentingnya menghormati kedaulatan Lebanon”.

Menteri Luar Negeri Belgia Hadja Lahbib menambahkan suara Belgia ke semakin banyak negara yang mendesak ketenangan di Lebanon. Dia mengatakan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, “sekali lagi terkena dampaknya” dan mendesak dilakukannya deeskalasi, sambil menambahkan “diplomasi” adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri konflik.

Uni Emirat Arab juga telah menyatakan “keprihatinan mendalam atas serangan Israel di Lebanon selatan”. Dalam sebuah pernyataan, negara Teluk tersebut menegaskan pendiriannya “menolak kekerasan, eskalasi, tindakan dan reaksi yang tidak diperhitungkan yang mengabaikan hukum yang mengatur hubungan dan kedaulatan negara”, media pemerintah melaporkan.

Sedangkan Yunani menilai Israel tidak menghadapi tekanan yang cukup untuk mengakhiri perang di Gaza. Menteri Luar Negeri Yunani George Gerapetritis menyatakan eskalasi perang di Lebanon adalah ladang ranjau yang mungkin tidak dapat ditangani oleh komunitas internasional. Yunani terpilih sebagai anggota Dewan Keamanan PBB untuk periode 2025-2026 awal tahun ini, dan Athena yakin hubungan historis negara tersebut dengan dunia Arab dan Israel memberikan kredibilitas untuk bertindak sebagai perantara perdamaian.

“Sepertinya tidak ada tekanan efektif terhadap Israel. Kami adalah mitra strategis Israel, dan kami berusaha bersikap terbuka dan tulus terhadap mereka,” kata Menlu George Gerapetritis kepada Reuters dalam sebuah wawancara di sela-sela Majelis Umum PBB.

Gerapetritis mengatakan bahwa sangat penting bagi negara-negara Arab dan Eropa untuk melakukan inisiatif bersama, bukannya secara terpisah, yang dapat membebani Israel, namun eskalasi di perbatasan Israel-Lebanon dalam beberapa hari terakhir menunjukkan kegagalan kolektif internasional.

“Kita belum mencegah dampak buruknya, dan semakin tersebarnya perang, semakin rumit situasinya untuk diselesaikan,” katanya. “Lebanon bisa dengan mudah menjadi zona perang yang luar biasa, dan ini adalah sesuatu yang tidak dapat kita atasi. Ini jelas merupakan ladang ranjau.”

 

Sumber: republika

Kelompok Houthi di Yaman Kembali Serang Kapal Milik AS

Kelompok Houthi di Yaman Kembali Serang Kapal Milik AS

NewsINH, Yaman – Kelompok Houthi di Yaman kembali melakukan penyerangan terhadap kapal milik Amerika Serikat yang melintasi perairan teluk Aden, Yaman.  Hal ini diungkapkan oleh Komando Pusat Amerika Serikat.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (15/1/2024) kemarin, militer AS mengatakan tidak ada korban luka atau kerusakan signifikan yang dilaporkan dan Gibraltar Eagle yang berbendera Kepulauan Marshall melanjutkan perjalanannya setelah insiden di Teluk Aden.

Kelompok pemberontak Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

“Semua kapal dan kapal perang Amerika dan Inggris yang terlibat dalam agresi terhadap negara kami dianggap sebagai sasaran musuh,” kata juru bicara militer Yahya Saree.

Dia mengatakan bahwa tidak ada serangan AS atau Inggris di Yaman di masa depan yang “tanpa hukuman”.

Sebelumnya, badan Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) mengatakan sebuah kapal terkena rudal dari atas 95 mil laut tenggara Aden, tanpa mengidentifikasi kapal tersebut.

Perusahaan Keamanan Maritim Inggris, Ambrey, mengatakan tiga rudal dilaporkan diluncurkan oleh Houthi, dengan dua rudal tidak mencapai laut dan rudal ketiga menghantam kapal curah. Dikatakan bahwa dampak tersebut dilaporkan menyebabkan kebakaran di ruang tunggu, namun kapal curah tersebut tetap berlayar dan tidak ada korban luka di dalamnya. Mereka menilai kapal itu tidak berafiliasi dengan Israel.

Serangan terhadap kapal tersebut terjadi kurang dari sehari setelah Houthi meluncurkan rudal jelajah anti-kapal ke arah kapal perusak AS di Laut Merah, kata para pejabat AS.

Kelompok Houthi menguasai Yaman bagian barat, termasuk Selat Bab al-Mandeb yang terletak  sangat strategis dan penting. Jalur ini mengarah ke Laut Merah dan hingga Terusan Suez. Sejak perang Israel di Gaza dimulai, mereka telah menyerang kapal-kapal di wilayah yang menurut mereka terkait dengan Israel atau menuju pelabuhan Israel.

Mereka mengatakan bahwa dengan menyerang kapal-kapal tersebut untuk menekan Israel agar menghentikan serangannya terhadap Gaza dan mengurangi pembatasan pasokan bantuan kemanusiaan bagi penduduk Palestina. Israel telah berperang dengan Hamas, kelompok yang menguasai Gaza, selama lebih dari tiga bulan.

Pasukan AS dan Inggris menanggapi serangan Houthi pekan lalu dengan melakukan puluhan serangan udara dan laut terhadap sasaran Houthi di Yaman.

Abdel-Malik al-Houthi, pemimpin Houthi, telah berjanji membalas dendam. Pada hari Kamis, ia mengatakan bahwa “setiap serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman yang dilakukan oleh Amerika Serikat tidak akan berlangsung tanpa tanggapan.”

Dilaporkan dari Washington, DC, Mike Hanna dari Al Jazeera mengatakan bahwa para pejabat AS percaya bahwa setelah serangan pekan lalu, Houthi mempertahankan sekitar tiga perempat dari kapasitas mereka untuk menembakkan rudal dan meluncurkan drone.

“Serangan baru-baru ini terhadap kapal barang milik AS tampaknya diluncurkan dari kota Hodeidah, yang menjadi target serangan AS-Inggris dalam beberapa hari terakhir,” kata Hanna.

“Jadi, ada peningkatan dalam hal apa yang terjadi situasinya sangat mengerikan dan ini adalah sesuatu yang diawasi dengan sangat ketat oleh intelijen AS.”

Omar Rahman, anggota Dewan Urusan Global Timur Tengah, mengatakan serangan satu kali yang menargetkan instalasi Houthi tidak akan mengurangi kemampuan kelompok tersebut atau menghalangi mereka untuk menyerang kapal-kapal di Laut Merah.

“Apa yang dilakukan Amerika dan Inggris tidak dapat dibenarkan secara strategis. Hal ini dapat dibenarkan jika Anda melihat apa yang dilakukan Houthi di Laut Merah secara terpisah dari apa yang terjadi di Gaza dan wilayah lainnya,” katanya kepada Al Jazeera.

“AS dan Inggris mengabaikan sumber krisis ini, yaitu genosida di Gaza, namun mereka juga membiarkan terjadinya hal tersebut,” kata Rahman. “Mereka berusaha mencegah eskalasi regional yang lebih luas dengan mengambil tindakan militer terhadap titik konflik yang terjadi akibat apa yang terjadi di Gaza.”

 

Sumber: Aljazeera

Dihantui Penyerangan Israel, Ramadhan di Palestina Terancam Mencekam

Dihantui Penyerangan Israel, Ramadhan di Palestina Terancam Mencekam

NewsINH, Palestina – Bulan Suci Ramadhan kerap kali dijadikan momentum penyerangan militer Israel terhadap warga Palestina. Kali ini, para pemukim ilegal akan menambah kekhawatiran tersebut menyusul memanasnya kondisi di Palestina akhir-akhir ini.

Pendudukan Israel dilaporkan melatih sekelompok pemukim Israel dalam persiapan menghadapi kemungkinan ketegangan selama bulan suci Ramadhan. Latihan ini didukung oleh Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir yang berideologi ultranasionalis.

Sumber media Israel melaporkan, dalam beberapa bulan terakhir pasukan Israel melatih dan membiayai satu batalyon pemukim Israel dari kota Lod. Dilansir di Days of Palestine, Selasa (7/3), batalyon tersebut akan berfungsi sebagai pasukan khusus.

Hal ini merupakan bagian dari persiapan pendudukan Israel, untuk kemungkinan ketegangan selama bulan Ramadhan. Sebuah saluran berita resmi Israel menyatakan batalion tersebut mencakup puluhan pemukim Israel,yang melakukan dinas militer sebagai tentara dalam pasukan pendudukan Israel.

Tidak hanya itu, mereka juga menyebut anggota pasukan khusus ini menjalani pelatihan selama beberapa bulan terakhir. Kota Lod Palestina yang diduduki yang dihuni oleh sekitar 33.000 orang Arab Palestina menjadi saksi bentrokan besar antara warga Palestina dan pemukim Israel pada Mei 2021.

Saat itu, pasukan militer Israel menangkap lebih dari 300 orang Palestina. Selama periode yang sama, pemukim Israel membunuh pemuda Palestina Musa Hassouna.

Sementara, Itamar Ben-Gvir memerintahkan polisi untuk melanjutkan penghancuran rumah-rumah Palestina di wilayah pendudukan Yerusalem Timur selama bulan suci Ramadhan. Israel tidak melakukan penghancuran rumah selama Ramadhan dalam beberapa tahun terakhir untuk menghindari ketegangan dengan Palestina.

Sementara itu, surat kabar Israel Yedioth Ahronoth pada Senin (6/3) melaporkan, polisi Israel memperingatkan Ben-Gvir bahwa, situasi saat Ramadhan bisa sangat tidak stabil karena meningkatnya ketegangan di wilayah pendudukan Tepi Barat. Namun, menurut jaringan siaran publik Israel, KAN, Ben-Gvir telah memberikan perintah untuk membatalkan keputusan untuk tidak meningkatkan eskalasi selama Ramadhan.

Ben-Gvir meminta polisi mengikuti arahannya meskipun ada risiko keamanan yang meningkat. Ben-Gvir yang memiliki ideologi sayap kanan radikal berulang kali menyerukan pemindahan warga Palestina. Dia juga telah beberapa kali bergabung dengan pemukim Israel menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur.

Sementara warga Palestina melihat kebijakan penghancuran Israel sebagai upaya untuk mengusir mereka dari Yerusalem Timur dan memperkuat pendudukan Israel atas kota itu. Otoritas Israel menganggap rumah-rumah warga Palestin dibangun secara ilegal dan tanpa izin. Tapi di sisi lain, otoritas Israel tidak pernah menerbitkan izin bangunan bagi warga Palestina, kendati sudah ada pengajuan.

Berbicara di konferensi tahunan Institute for National Security Studies minggu lalu, Komandan Operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Mayjen Oded Bassiuk memperingatkan, dia tidak dapat menjanjikan bahwa pergerakan Palestina tidak akan meningkat menjelang bulan Ramadhan, yang akan dimulai pada 22 Maret dan berakhir pada 20 April.

Sebelumnya pada Februari, Kepala Polisi Israel, Kobi Shabtai memperingatkan, pasukan polisi mengalami kekurangan tenaga yang parah. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menanggapi kekerasan selama Ramadhan.

Pada Senin (6/3) sore, Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk pernyataan Ben-Gvir. Palestina memperingatkan, Ben-Gvir akan membuat kawasan Yerusalem Timur menjadi kacau.

“Kami mengutuk pernyataan fasis Ben-Gvir. Kata-kata menteri kolonialis dan rasis memicu eskalasi, sehubungan dengan bualannya tentang penghancuran rumah warga Palestina di Yerusalem selama bulan suci Ramadhan,” ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina, dilaporkan Jerusalem Post.

Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, pernyataan Ben-Gvir dimaksudkan untuk menyulut ketegangan wilayah Yerusalem Timur dengan latar belakang upaya Yudaisasi Yerusalem, kejahatan pembersihan etnis dan tindakan deportasi paksa, yang mempengaruhi semua aspek kehidupan warga di Yerusalem.

“Kementerian menganggap pemerintah Israel, yang dipimpin oleh (Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu, memikul tanggung jawab penuh dan langsung atas kejahatan yang sedang berlangsung di Yerusalem,” bunyi pernyataan itu.

Dalam beberapa pekan terakhir, Ben-Gvir telah mendorong tindakan keras di lingkungan Yerusalem Timur sebagai bagian dari “perang melawan teror”. Dia menjuluki rencana yang itu sebagai “Defensive Shield Two”. Orang-orang terdekat Netanyahu mengatakan, Ben-Gvir tidak memiliki wewenang untuk memberlakukan rencana tersebut. Namun Ben-Gvir bersikeras telah menyatakan keinginannya untuk melanjutkan proyek ini.

Menurut orang-orang yang dekat dengan Ben-Gvir, dia telah menginstruksikan Shabtai, serta Komandan Distrik Yerusalem, Doron Turgeman untuk mengambil langkah-langkah menumpas teror di Yerusalem Timur.

Termasuk penahanan dan penangkapan terhadap 150 tersangka teror yang sudah diketahui oleh badan intelijen Israel, Shin Bet, dan penghancuran rumah yang “dibangun secara ilegal” di Yerusalem timur.

Pada Senin, tiga rumah milik warga Arab di lingkungan Wadi Joz di Yerusalem timur dihancurkan oleh pemerintah setempat. Menurut kantor berita Wafa, bangunan itu milik keluarga Totah. Keluarga Palestina tersebut berusaha untuk mendapatkan izin pembangunan rumah tetapi tidak disetujui.

 

Sumber: Republika

#Donasi Palestina

60 Orang Tewas dalam Pertempuran 10 Hari Antar Faksi di Suriah

60 Orang Tewas dalam Pertempuran 10 Hari Antar Faksi di Suriah

NewsINH, Suriah – Lebih dari sepekan pertempuran antar-faksi di Suriah utara yang dikuasai Turki telah menewaskan 58 orang korban tewas sebagian besar merupakan seorang gerilyawan perang.

Gejolak ketegangan dikawasan ini meningkat disebabkan para gerilyawan yang terkait dengan al-Qaeda untuk menguasai wilayah tersebut, kata seorang pemantau perang, seperti di kutip dari Alarabiya, Rabu (19/10/2022).

Bentrokan sejak 8 Oktober, di daerah yang bergejolak di dekat perbatasan Turki, termasuk yang paling mematikan dalam beberapa tahun, menewaskan 48 pejuang ekstremis dan 10 warga sipil, kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.

Di antara 48 pejuang yang tewas, 28 adalah anggota aliansi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dipimpin oleh mantan afiliasi al-Qaeda Suriah, menurut pemantau perang yang berbasis di Inggris, yang mengandalkan jaringan luas sumber di dalam Suriah.

Puluhan faksi yang menentang Presiden Bashar al-Assad terkurung di wilayah utara dan barat laut Suriah yang masih menghindari kendali pemerintah setelah lebih dari satu dekade perang berlangsung.

Pertempuran terakhir dimulai bulan ini antara dua kelompok ekstremis pro-Turki yang bersaing di kota Al-Bab di provinsi Aleppo sebelum menyebar ke daerah lain dan menarik faksi lain, termasuk HTS.

HTS secara luas dipandang sebagai faksi terkuat dan terorganisir yang mendominasi wilayah Idlib yang merupakan kubu oposisi besar terakhir Suriah.

Pekan lalu, kelompok itu merebut wilayah Afrin dari faksi-faksi saingan yang didukung Turki, maju di daerah itu untuk pertama kalinya sejak perang saudara pecah di Suriah pada 2011 silam.

Sementara itu, pihak Amerika Serikat mencemaskan keberadaan HTS yang dianggap membayakan bagi terciptanya perdamaian di kawasan tersebut.

“Kami khawatir dengan serangan baru-baru ini dari HTS, sebuah organisasi teroris yang ditunjuk, ke Aleppo utara (provinsi). Pasukan HTS harus segera ditarik dari daerah itu,” kata kedutaan AS.

HTS telah memanfaatkan pertempuran terbaru untuk memperluas zona pengaruhnya, dalam sebuah langkah yang didukung oleh Turki, yang tidak pernah secara terbuka mendukungnya, kata Observatorium.

“Hayat Tahrir al-Sham tidak akan memasuki daerah itu tanpa persetujuan Turki,” kata kepala Observatorium Rami Abdul Rahman.

Sejak Senin, mereka telah maju menuju kota utama Azaz, dekat perbatasan Turki lebih jauh ke utara, karena pertempuran antar-faksi yang terus-menerus telah menggagalkan gencatan senjata yang sebentar mulai berlaku pada akhir pekan.

Sejak 2011, perang di Suriah telah menewaskan hampir setengah juta orang dan mengusir lebih dari setengah populasi negara tersebut. Mereka tersebar dibeberapa negara lainya seperti Lebanon dan negara-negara tetangga di kawasan timur tengah lainya.

 

Sumber: Alarabiya

5 Tentara Tewas dalam Serangan Udara Israel di Bandara Damaskus Suriah

5 Tentara Tewas dalam Serangan Udara Israel di Bandara Damaskus Suriah

NewsINH, Damaskus – Serangan rudal Israel di bandara Internasional Damaskus Suriah menewaskan lima orang tentara sekaligus. Baru-baru ini militer zionis meningkatkan serangan dengan menargetkan pasukan Iran dan aset militer.

Dilansir dari situs berita internasional Aljazeera, Senin (19/9/2022), Israel telah melakukan serangan udara di Bandara Internasional Damaskus Suriah dan posisi lain di selatan ibukota, menewaskan lima tentara dan menyebabkan kerusakan material, kata kementerian pertahanan Suriah.

Pertahanan udara Suriah mencegat serangan itu dan berhasil menjatuhkan sebagian besar rudal, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan pada Sabtu pagi kemarin.

Belum ada konfirmasi apakah serangan itu telah mempengaruhi operasi penerbangan di bandara Internasional Damaskus.

Kementerian pertahanan mengatakan di situs webnya bahwa serangan itu diluncurkan sekitar pukul 00:45 waktu setempat (21:45 GMT) dengan rudal yang ditembakkan dari udara dari arah timur laut Danau Tiberias dengan sasaran bandara dan target lain di selatan kota. .

“Agresi itu menyebabkan kematian lima tentara dan beberapa kerusakan material,” kata kantor berita resmi Suriah Sana mengutip sumber militer.

Israel telah mengintensifkan serangan di bandara Suriah dengan alasan bahwa mereka ingin mengganggu peningkatan penggunaan rute pasokan udara Teheran untuk mengirimkan senjata ke sekutu di Suriah dan Lebanon, termasuk Hizbullah.

Sebelumnya, serangan rudal Israel di pedesaan sekitar ibu kota Damaskus dan selatan provinsi pesisir Tartous menewaskan tiga tentara pada bulan lalu. Kemudian pada bulan Juni, serangan udara Israel membuat bandara Damaskus tidak beroperasi selama hampir dua minggu.

Dalam sebulan terakhir, serangan Israel telah dua kali menargetkan bandara Aleppo. Sementara Israel jarang mengomentari serangan individu, mereka mengakui melakukan ratusan serangan di Suriah yang dikatakan perlu untuk mencegah persaiangan di kawasan tersebut.

Teheran menganggap transportasi udara sebagai sarana yang lebih andal untuk mengangkut peralatan militer ke pasukannya dan pejuang sekutu di Suriah, menyusul gangguan pada transportasi darat di tengah perang saudara yang berkelanjutan.

Ratusan ribu orang telah tewas dan jutaan kehilangan tempat tinggal sejak protes terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad pada tahun 2011 dan berkembang menjadi konflik sipil yang menarik kekuatan asing dan membuat Suriah diukir menjadi zona kontrol yang bersaing.

 

Sumber: Aljazeera

Iran: Liga Arab “Setengah Hati” Lawan Kehajatan Israel Terhadap Palestina

Iran: Liga Arab “Setengah Hati” Lawan Kehajatan Israel Terhadap Palestina

NewsINH, Teheran – Jubir Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menyebut negara-negara di Liga Arab kurang memiliki pemahaman tentang perkembangan masalah regional dan apa yang terjadi di kawasan itu sehingga mereka, dikatakannya, lebih banyak mengurusi urusan Iran dibanding musuh sebenarnya, Israel.

Pernyataan Kanaani ini sebagai respons atas perkataan yang dikeluarkan menteri luar negeri Liga Arab setelah pertemuan mereka awal pekan ini. Saat itu, mereka mengkritik Iran karena ikut campur dalam urusan internal negara-negara Arab.

“Penerbitan pernyataan tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman, oleh negara-negara penandatangan, tentang perkembangan peristiwa regional dan realitas apa yang terjadi di kawasan itu,” kata Kanaani dilansir dari Middle East Monitor, Jumat (9/9/2022).

Dia menyarankan agar negara-negara di Liga Arab untuk berfokus pada kejahatan entitas Zionis terhadap rakyat Palestina, daripada mengulangi tuduhan yang dikatakannya, kurang bernilai.

Dia menekankan bahwa pernyataan Liga Arab bertentangan dengan upaya beberapa negara penandatangan untuk meningkatkan kualitas hubungan mereka dengan Iran.

Dewan Liga Negara-negara Arab mengadakan sesi ke-158 di tingkat menteri luar negeri pada Selasa di markas Sekretariat Jenderal Liga Arab. Mereka membahas isu-isu aksi bersama Arab seperti politik, keamanan, ekonomi, hukum dan sosial.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal Bin Farhan Bin Abdullah Al Saud memimpin pertemuan Komite Kuartet Menteri Arab tentang krisis dengan Iran, yang membahas jalannya hubungan Arab dengan Iran.

Termasuk cara-cara untuk menghadapi campur tangan dalam urusan internal negara-negara Arab.

Irak telah menjadi tuan rumah pembicaraan antara Riyadh dan Teheran sejak 2021 dalam upaya untuk mengakhiri keretakan diplomatik mereka dan mencapai pemahaman tentang konflik di Yaman dan file nuklir Iran.

Iran dan Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik pada Januari 2016, menyusul serangan terhadap Kedutaan Besar Saudi di Teheran setelah ulama Syiah Nimr Al-Nimr dieksekusi oleh otoritas Arab Saudi.

 

Sumber: MEMO/Republika

UNRWA: Kondisi Semakin Suram Konflik Israel-Palestina Tak Diprioritaskan

UNRWA: Kondisi Semakin Suram Konflik Israel-Palestina Tak Diprioritaskan

NewsINH, Jenewa – Kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzaeini menyatakan krisis kemanusiaan baru yang terjadi dikawasan regional Timur Tengah membuat konflik Israel-Palestina tak diprioritaskan. Hal ini berdampak terhadap krisis pendanaan dan menyerukan dukungan politik dan keuangan.

Menurut Philippe Lazzarini, seperti dilansir dari Anadolu, Senin (29/8/2022)  bahwa prioritas politik, pergeseran dinamika regional dan munculnya krisis kemanusiaan baru telah mengurangi prioritas konflik Israel-Palestina.

Dalam pernyataannya kepada Dewan Keamanan PBB, Philippe Lazzarini menceritakan tentang kondisi suram di Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan regional.

”Lebih dari 80 persen pengungsi Palestina di Lebanon, Suriah dan Gaza hidup di bawah garis kemiskinan,” kata Lazzarini.

Di Suriah, setelah 11 tahun konflik, keluarga paling miskin kembali hidup di tengah puing-puing rumah mereka yang hancur karena mereka tidak mampu lagi membayar sewa.

Lazzarini juga mengatakan UNRWA menghadapi krisis pendanaan dan menyerukan dukungan politik dan keuangan.

“UNRWA menghadapi ancaman eksistensial. Apa yang dipertaruhkan?” tutur dia.

Pendidikan yang berkualitas dan berprinsip untuk lebih dari setengah juta anak perempuan dan laki-laki. Akses ke perawatan kesehatan untuk sekitar 2 juta pengungsi Palestina dan jaring pengaman sosial untuk sekitar 400.000 orang termiskin di antara orang miskin. Dukungan psiko-sosial untuk ratusan ribu anak.

 

Sumber: Anadolu

 

 

Krisis Ekonomi, Pemerintah Lebanon Ancam Usir Pengungsi Suriah

Krisis Ekonomi, Pemerintah Lebanon Ancam Usir Pengungsi Suriah

NewsINH, Beirut – Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, pada hari Senin mengancam akan mengusir pengungsi Suriah dari negara itu jika komunitas internasional gagal untuk memulangkan mereka.

“Sebelas tahun setelah dimulainya krisis Suriah, Lebanon tidak lagi memiliki kapasitas untuk menanggung beban ini, terutama dalam keadaan saat ini,” kata Mikati dalam pidato yang menandai Rencana Tanggap Krisis Lebanon 2022-2023, yang didukung oleh PBB, seperti dikutip dari middleeastmonitor, Selasa (21/6/2022)

Mikati mendesak masyarakat internasional untuk bekerja sama dengan Beirut untuk mengembalikan pengungsi Suriah ke negara mereka.

“Lebanon mengalami salah satu krisis ekonomi, keuangan, sosial dan politik yang paling sulit di dunia dan, sebagai akibatnya, sekitar 85 persen orang Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan,” katanya.

Sejak akhir 2019, Lebanon telah bergulat dengan krisis ekonomi yang parah, termasuk depresiasi mata uang secara besar-besaran serta kekurangan bahan bakar dan perlengkapan medis seperti obat-obatan.

Menurut angka PBB, Lebanon menampung sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah, terhitung hampir seperempat dari populasi Lebanon, di samping hampir setengah juta pengungsi Palestina yang tinggal di negara itu sejak 1948 silam.

 

Sumber: middleeastmonitor

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!