Cuaca Ekstrem di Gaza 8 Bayi Membeku Meninggal Dunia

Cuaca Ekstrem di Gaza 8 Bayi Membeku Meninggal Dunia

NewsINH, Gaza – Cuaca ekstrim yang melanda wilayah Gaza Palestina menjadi momok menakutkan bagi mereka yang rentan terkena hipotermia. Tak heran jika banyak warga Gaza yang mengalami sakit hingga sampai meninggal dunia akibat membeku.

Tercatat sudah delapan bayi Gaza yang meninggal dunia secak berlangsungnya musim dingin di kawasan tersebut. Musim dingin di Gaza berbeda dengan dinegara dan wilayah sekitarnya. Pasalnya mereka hidup serba dalam keterbatasan.

Baru-baru ini Seorang bayi di Gaza Kembali meninggal akibat hipotermia di tengah blokade dan serangan Israel terhadap Jalur Gaza pada Ahad (6/01/2025) kemarin.

Al Jazeera melaporkan bahwa ini adalah kematian bayi kedelapan akibat kondisi ini selama agresi Israel di Gaza.

“Saya ibu Yousef. Saya kehilangan dia. Mereka tidak memberi saya waktu sedikit pun untuk merasa bahagia dengan bayi saya,” kata ibu dari anak yang meningga itu kepada Al Jazeera.

“Dia meninggal karena cuaca yang sangat dingin. Dia tidur di sebelah saya, dan di pagi hari, saya menemukannya membeku dan meninggal. Saya tidak tahu harus berkata apa.”

“Tidak seorang pun dapat merasakan kesengsaraan saya. Tidak seorang pun di dunia ini dapat memahami situasi bencana kami. Yousef baik-baik saja. Dia lahir dengan sehat. Saya kehilangan Yousef selamanya,” tambah sang ibu.

Di saat bersamaan, serangan udara penjajah Israel pada sebuah rumah di daerah Sheikh Radwan, Gaza utara, pada Ahad pagi menewaskan sedikitnya 11 orang, menurut juru bicara Badan Pertahanan Sipil Mahmud Bassal.

Ia menyebutkan bahwa korban termasuk wanita dan anak-anak.

“Para penyelamat masih mencari lima orang yang terperangkap di bawah puing-puing rumah,” katanya. Ia menambahkan bahwa timnya menggunakan “tangan kosong” untuk mencari korban.

Militer Israel pada Ahad mengklaim telah menyerang lebih dari 100 target di Gaza dalam dua hari terakhir, yang menandakan peningkatan eskalasi serangan mereka.

Eskalasi ini bertepatan dengan dimulainya kembali negosiasi tidak langsung untuk gencatan senjata dan perjanjian pembebasan tahanan yang diharapkan terjadi akhir pekan ini di Qatar.

Mediator dari Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat telah berupaya selama berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan guna mengakhiri perang dan membebaskan puluhan tahanan yang ada di Gaza. Upaya terakhir ini datang beberapa hari sebelum Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari mendatang.

Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan pada Ahad bahwa 88 orang tewas dalam 24 jam terakhir, sehingga total korban jiwa akibat genosida Israel mencapai 45.805. Kementerian juga menyebutkan bahwa sedikitnya 109.064 orang terluka selama hampir 15 bulan agresi Israel di Gaza.

 

Sumber: Al Jazeera/ Gazamedia

Awali Tahun 2025 Sebanyak 23 Warga Gaza Meninggal Akibat Kebrutalan Israel

Awali Tahun 2025 Sebanyak 23 Warga Gaza Meninggal Akibat Kebrutalan Israel

NewsINH, Gaza – Sebanyak 23 warga Palestina terbunuh akibat serangan Israel di Jalur Gaza pada hari pertama 2025, Rabu (1/1/2025) kemarin, menurut otoritas kesehatan.

Sebuah drone Israel menghantam sebuah rumah di kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah, yang menewaskan seorang wanita dan seorang anak, serta melukai beberapa orang lainnya.

Takhanya itu, pesawat tempur Israel menyerang sebuah apartemen di kawasan Shejaiya di Gaza Timur, menewaskan enam orang, termasuk dua wanita dan tiga anak, kata sumber medis seperti dilansir Anadolu.

Artileri Israel juga menembakkan proyektil ke kawasan timur dan utara kamp Bureij dan Nuseirat, meskipun belum ada informasi terkait korban. Serangan udara terhadap sebuah rumah di kota Jabalia, Gaza Utara, menewaskan 15 orang dan melukai beberapa lainnya, termasuk anak-anak, kata sumber medis.

Saksi mata mengatakan pasukan Israel terus menghancurkan rumah dan gedung tempat tinggal di Beit Lahia dan Jabalia di Gaza Utara.

Di Gaza Selatan, beberapa orang terluka akibat serangan udara yang menghantam sebuah rumah di kawasan al-Fukhari, timur Khan Younis.

Perang genosida Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.550 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.

Pada November, Pengadilan Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas perang di Gaza.

 

Sumber: Gazamedia/IDN Times

Ditangkap Israel, Gema Pembebasan Direktur RS Kamal Adwan Bergema

Ditangkap Israel, Gema Pembebasan Direktur RS Kamal Adwan Bergema

NewsINH, GAZA – Penangkapan direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, dr Hussam Abu Safiya oleh tentara Israel dikecam berbagai pihak. Seruan pembebasannya terus bergema.

Dirjen Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menuntut “pembebasan segera” direktur Kamal Adwan. Ian menyatakan keprihatinan atas serangan Israel yang menutup rumah sakit dan memaksa pasien dan staf medis mengungsi.

Tedros mengatakan pasien kritis dari Kamal Adwan “dipindahkan ke Rumah Sakit Indonesia, yang sudah tidak berfungsi lagi”. Dia mengatakan organisasi dan mitranya telah mengirimkan makanan, air, dan pasokan medis dasar ke Rumah Sakit Indonesia dan memindahkan 10 pasien kritis ke Rumah Sakit al-Shifa terdekat.

Namun pasukan Israel menahan empat pasien selama pemindahan tersebut, katanya. “Kami mendesak Israel untuk memastikan kebutuhan dan hak perawatan kesehatan mereka terpenuhi,” katanya.

Saat ini, sekitar tujuh pasien bersama 15 perawat dan petugas kesehatan masih berada di Rumah Sakit Indonesia yang “rusak parah”, “yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan perawatan”, katanya.

Tedros juga mencatat bahwa dua rumah sakit lagi di Kota Gaza, Rumah Sakit al-Ahli dan Rumah Sakit Rehabilitasi al-Wafaa, diserang pada Ahad, dan “keduanya rusak.” Kepala WHO mengatakan rumah sakit di Gaza “sekali lagi menjadi medan pertempuran dan sistem kesehatan berada di bawah ancaman besar”.

“Kami ulangi: hentikan serangan terhadap rumah sakit. Masyarakat di Gaza membutuhkan akses terhadap layanan kesehatan. Kelompok kemanusiaan membutuhkan akses untuk memberikan bantuan kesehatan. Gencatan senjata sekarang!” dia menambahkan.

Dr Abu Safiya yang berusia 51 tahun itu ditangkap oleh pasukan Israel selama penggerebekan mereka di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya pada Jumat. Tidak diketahui kemana dia dibawa.

WHO mengatakan pihaknya kehilangan kontak dengan Abu Safyia setelah serangan itu, yang juga menyebabkan pasukan militer Israel mengusir puluhan staf medis dan pasien.

Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan di Gaza, Munir al-Bursh, mengatakan Abu Safiya dipukuli habis-habisan dengan pentungan oleh pasukan Israel, yang menelanjanginya dan mengenakan pakaian yang diperuntukkan bagi para tahanan.

Ini adalah kedua kalinya dalam beberapa bulan Abu Safiya ditahan oleh pasukan Israel saat mereka melakukan genosida di Gaza. Ia kerap ditahan karena menolak mengevakuasi pasien yang sangat membutuhkan perawatan di Kamal Adwan.

Penahanan terhadap Abu Safiya juga viral di dunia maya menyusul foto terakhirnya yang diambil oleh fotografer Muhannad Al-Muqayyad dan ia bagikan ke media sosial. Abu Safiya terlihat berjalan dengan jubah putihnya di tengah reruntuhan Rumah Sakit Kamal Adwan yang dibakar oleh mesin perang Israel, dengan tank pendudukan di depannya. “Satu orang melawan seluruh pasukan, ini dr Hussam Abu Safiya,” tulis Al-Muqayyad.

Abu Safiya dan staf RS Kamal Adwan disebut menghadapi ‘situasi yang sangat menantang’ sebelum serbuan Israel ke tempat mereka mengabdi. Dr Junaid Sultan, seorang ahli bedah asal Inggris yang menjadi sukarelawan di Gaza awal tahun ini, mengatakan Abu Safia, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan yang ditahan, berada di garis depan dalam mengadvokasi bantuan penyelamatan jiwa untuk mencapai Gaza.

“Dia meminta pasien yang terluka terutama yang terluka parah untuk dipindahkan ke fasilitas lain, dan agar misi kemanusiaan internasional datang dan memberikan bantuan serta memberikan bantuan kepada dokter dan perawat setempat,” kata Sultan kepada Aljazirah. dari London.

“Tetapi tidak satu pun dari permohonan ini yang didengarkan sama sekali.”

Dokter bedah Inggris tersebut mengatakan pihak berwenang Israel menolak misi kemanusiaan mengakses Rumah Sakit Kamal Adwan dan memblokir pengiriman obat-obatan dan pasokan lainnya ke fasilitas tersebut.

Makanan dan air juga tidak diberikan, sementara unit perawatan intensif, tangki oksigen dan generator rumah sakit diserang, tambahnya.

“Ini adalah kehancuran yang sistematis dan situasi yang sangat menantang yang dihadapi staf lokal dalam menjalankan rumah sakit dalam kondisi sulit seperti ini,” kata Sultan.

Amnesty International telah bergabung dengan semakin banyak orang dan organisasi yang menyerukan Israel untuk membebaskan Hussam Abu Safia, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan.

Dalam sebuah pernyataan yang dibagikan di X, Amnesty mengatakan pihaknya “sangat prihatin atas” nasib dan kesejahteraan Abu Safia dan bahwa dia “harus segera dibebaskan dan tanpa syarat”.

Amnesty juga meminta Israel untuk membebaskan semua warga Palestina yang ditahan secara sewenang-wenang dan menyatakan bahwa “Israel telah menahan ratusan petugas kesehatan Palestina dari Gaza tanpa tuduhan atau pengadilan”.

Ia menambahkan: “Petugas kesehatan telah menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya dan ditahan tanpa komunikasi.”

 

Sumber: Republika

Cuaca Ekstrem di Gaza, Anak-anak Menangis Kedinginan

Cuaca Ekstrem di Gaza, Anak-anak Menangis Kedinginan

NewsINH, GAZA – Tanpa akses terhadap listrik atau gas, keluarga pengungsi yang tinggal di kamp-kamp darurat di Gaza harus menanggung suhu dingin yang dapat mengancam jiwa. Sementara bantuan kemanusiaan terus dihalangi Israel masuk Palestina sampai saat ini.

“Kami masuk ke dalam tenda setelah matahari terbenam dan tidak keluar karena cuaca sangat dingin dan semakin dingin pada tengah malam,” kata Omar Shabet, pengungsi Palestina yang berlindung di sebuah kamp di Khan Younis, di Gaza selatan.

“Putri saya yang berusia tujuh tahun hampir menangis di malam hari karena kedinginan,” tambah Shabet dilansir Aljazirah, kemarin. Seperti banyak anak lainnya, terpaksa meninggalkan rumahnya di Kota Gaza beberapa bulan lalu.

PBB mengatakan hampir satu juta orang sangat membutuhkan pasokan musim dingin, namun menyalurkan bantuan ke Gaza terbukti hampir mustahil karena militer Israel telah memblokir hampir semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza. Akibatnya, 22.000 tenda tertahan di Yordania dan ratusan ribu selimut di Mesir. Saat malam tiba, orang-orang terlalu takut untuk menyalakan api karena khawatir akan menjadikan mereka sasaran serangan udara Israel.

“Tidak ada pakaian yang pantas, tidak ada kaus kaki, tidak ada apa-apa. Kami tidak pernah menyangka akan menjalani kehidupan seperti itu. Rumah saya sangat bagus di utara,” kata pengungsi Palestina lainnya, Reda Abu Zarada, sambil berusaha menahan air mata. “Kita bangun di pagi hari dengan kedinginan – tahukah Anda apa artinya kedinginan? Kami menggigil kedinginan.”

Lembaga internasional Oxfam mengatakan pihak berwenang Israel hanya mengizinkan 12 truk bantuan memasuki Gaza utara yang terkepung dalam dua setengah bulan terakhir. Bushra Khalidi, pemimpin kebijakan Oxfam di wilayah pendudukan Palestina, mengatakan kepada Aljazirah bahwa angka tersebut menunjukkan betapa sumber daya yang masuk hanya setetes air di lautan.

“Ini bukan bantuan, ini kekejaman. Dan ketika pasokan tersebut masuk, hal itu diikuti dengan penembakan dan penghancuran tempat-tempat yang menjadi tempat berlindung orang-orang,” katanya dari Ramallah, di Tepi Barat yang diduduki.

“Masyarakat sekarang takut untuk keluar dan mengambil bantuan dengan truk karena ada serangan udara lanjutan setelah truk dikirimkan.” Khalidi menggambarkan situasi di Gaza sebagai “mimpi buruk apokaliptik”.

Dia mengatakan militer Israel telah menciptakan kekosongan di daerah kantong dan lingkungan di mana penjarahan dan kekerasan terjadi karena keputusasaan penduduk.

Khalidi mengatakan Israel, sebagai kekuatan pendudukan, mempunyai kewajiban termasuk melindungi dan menafkahi rakyat Palestina yang diduduki.

“Tidaklah cukup jika Anda membiarkan bantuan diberikan di gerbang penjara Gaza dan tidak memastikan bahwa bantuan tersebut sampai ke masyarakat dengan aman. Merupakan kewajiban Israel untuk memastikan bahwa semua penyeberangan terbuka dan aman untuk dilalui,” katanya.

“Setelah 14 bulan pemboman tanpa henti dan kelaparan terhadap seluruh penduduk, beberapa orang bertindak karena putus asa dan saat ini terjadi kekacauan di Gaza.”

Khalidi mengatakan banyak keluarga yang mengobrak-abrik sampah untuk mencari sisa makanan dan daun-daun yang direbus untuk bertahan hidup. Dia menambahkan bahwa para orang tua melewatkan waktu makan berhari-hari agar anak-anak mereka bisa makan, menekankan bahwa seluruh Jalur Gaza menghadapi kekurangan gizi akut dan berada di ambang kelaparan, dan terdapat kantong-kantong kelaparan, terutama di daerah-daerah di utara.

“Beberapa orang meminta anaknya untuk tidak bermain, karena mereka akan pusing karena kurang makan dan minum,” kata Khalidi. “Bayangkan meminta anak Anda yang berusia lima tahun untuk tidak bermain ketika sudah ada banyak kematian dan kehancuran, dan quadcopter serta drone terbang di atasnya.”

 

Sumber: Republika

PBB Serukan ‘itikad baik politik’ untuk Akhiri Genosida Gaza

PBB Serukan ‘itikad baik politik’ untuk Akhiri Genosida Gaza

NewsINH, Gaza – Koordinator senior PBB untuk urusan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza menekankan perlunya keinginan politik untuk meredakan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza.

“Saya telah menggambarkan situasi yang sangat, sangat suram, karena warga sipil di Gaza terus menderita,” kata Sigrid Kaag kepada wartawan pada Selasa (10/12/2024) setelah berlangsungnya sidang tertutup di Dewan Keamanan PBB.

Kaag menambahkan, “Tidak ada yang bisa mempersiapkan Anda untuk apa yang Anda lihat, apa yang Anda dengar, dan percakapan yang Anda lakukan dengan sesama manusia, orang Palestina di Gaza.”

“Saya telah mengunjungi Gaza selama tiga dasawarsa dalam hidup saya, dan kita berada di titik terendah,” tambahnya.

Menyoroti tantangan berat yang dihadapi baik oleh PBB maupun warga Gaza, Kaag menekankan bahwa hambatan dalam pengiriman bantuan “sangat menghalangi” upaya pertolongan kemanusiaan.

Ia mengomentari pembicaraan dengan para pejabat Israel dan menekankan “kebutuhan mendesak untuk persiapan di musim dingin, pasokan materi kesehatan, dan semua dukungan esensial. Gaza sangat kekurangan.”

Kaag juga menyerukan agar pintu perbatasan Rafah kembali dibuka dan sektor komersial Gaza dimulai beroperasi, yang ia sebut sebagai “penting” untuk meredakan krisis kemanusiaan.

Dengan menegaskan bahwa respons kemanusiaan saja tidak dapat menyelesaikan krisis, ia mengatakan, “Tidak ada pengganti, tidak ada sistem yang dapat menggantikan atau mengkompensasi ketiadaan atau kurangnya itikad baik politik. Ini adalah masalah keinginan politik dan pilihan politik.”

Ia mendesak negara-negara anggota untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar, dengan mengatakan, “Jangan meminta para pekerja kemanusiaan untuk melakukan lebih banyak. Kami bisa melakukan 50.000 hal dengan cara yang berbeda, tetapi pada akhirnya itu adalah keputusan untuk mencoba menjangkau masyarakat.”

Mengenang ketangguhan orang-orang di Gaza, ia mengatakan, “Saya sangat terhormat dan terkesan dengan martabat individu,” sambil menambahkan bahwa “orang-orang Palestina di Gaza merasa ditinggalkan oleh kita semua.”

Ia menceritakan kekhawatiran yang disampaikan oleh orang Palestina yang khawatir mereka akan dilupakan oleh komunitas internasional.

Memastikan kesiapan PBB untuk mendukung Gaza, ia mencatat sistem, tim, dan mekanisme yang telah dibentuk untuk mengirimkan bantuan.

Namun, ia menyatakan bahwa tanggung jawab akhirnya terletak pada negara-negara anggota dan menekankan pentingnya “itikad baik politik.”

Kaag lebih lanjut mengimbau kepada komunitas internasional untuk bertindak secara tegas dan menekankan pentingnya solusi politik dalam mengatasi krisis di Gaza.

 

Sumber: Anadolu/Antara

Israel Lakukan Genosida di Gaza, Amnesty International Simpulkan Bukti Kejahatan Perang

Israel Lakukan Genosida di Gaza, Amnesty International Simpulkan Bukti Kejahatan Perang

NewsINH, Gaza – Laporan Amnesty International menyimpulkan bahwa perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza merupakan kejahatan genosida berdasarkan hukum internasional. Hal ini merupakan kesimpulan pertama oleh organisasi hak asasi manusia besar dalam agresi brutal yang telah berlangsung lebih dari dua tahun.

Laporan setebal 32 halaman yang meneliti peristiwa di Gaza antara Oktober 2023 hingga Juli 2024, yang diterbitkan pada Kamis, menemukan bahwa Israel “dengan nekat, terus menerus dan dengan impunitas total melancarkan serangan besar-besaran” terhadap 2,3 juta penduduk Jalur Gaza. Amnesty juga mencatat bahwa serangan ke Israel oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 tak bisa dipakai untuk membenarkan genosida.

Amnesty mengatakan laporan tersebut didasarkan pada kerja lapangan, wawancara dengan 212 orang, termasuk korban, saksi dan petugas kesehatan di Gaza. Selain itu juga analisis bukti visual dan digital yang luas, dan lebih dari 100 pernyataan dari pemerintah Israel dan aktor militer yang menurut mereka merupakan “wacana yang tidak manusiawi.” Laporan ini juga menggunakan bukti video dan foto tentara yang melakukan atau merayakan kejahatan perang.

“Israel telah melakukan tindakan yang dilarang berdasarkan Konvensi Genosida, yaitu membunuh, menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius, dan dengan sengaja memberikan kondisi kehidupan kepada warga Palestina di Gaza yang diperhitungkan akan mengakibatkan kehancuran fisik,” bunyi kesimpulan laporan itu. Menurut Amnesty, Israel juga “punya niat khusus untuk menghancurkan warga Palestina” di Gaza.

The Guardian melansir, laporan ini menandai pertama kalinya Amnesty menyimpulkan kejahatan genosida selama konflik yang sedang berlangsung. Laporan juga didasarkan pada laporan pada Maret oleh pelapor khusus PBB untuk Palestina yang menyimpulkan “ada alasan yang masuk akal untuk percaya” Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina.

“Temuan kami yang menyedihkan harus menjadi peringatan: ini adalah genosida dan harus dihentikan sekarang,” kata Agnès Callamard, sekretaris jenderal kelompok tersebut, dalam konferensi pers pada Rabu.

Amnesty menyebutkan adanya hambatan yang disengaja terhadap bantuan dan pasokan listrik serta kerusakan besar, kehancuran dan pengungsian paksa. Ini menyebabkan runtuhnya sistem air, sanitasi, makanan dan layanan kesehatan, dalam apa yang disebut sebagai “pola perilaku” dalam konteks krisis kemanusiaan dalam pendudukan dan blokade Gaza.

“Kami tidak serta merta berpikir bahwa kami akan sampai pada kesimpulan ini. Kami tahu ada risiko genosida, seperti yang dikatakan oleh pengadilan internasional,” ujar Budour Hassan, peneliti Amnesty Israel dan wilayah Palestina yang diduduki kepada Guardian. “Tapi jika kita menggabungkan titik-titik tersebut, totalitas buktinya menunjukkan bukan hanya terjadi pelanggaran hukum internasional. Ini adalah sesuatu yang lebih dalam.”

Dalam laporannya, Amnesty menunjukkan sejumlah bukti utama terkait genosida di Gaza. Pertama, skala dan besarnya serangan militer di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu telah menyebabkan kematian dan kehancuran dengan kecepatan dan tingkat yang tidak tertandingi dalam konflik abad ke-21 lainnya. Sejauh ini, sebanyak 44.500 warga Gaza, kebanyakan anak-anak perempuan telah syahid akibat serangan Israel. Sementara 66 persen bangunan di Gaza telah hancur.

Bukti genosida selanjutnya, menurut Amnesty, ada niat untuk menghancurkan Gaza. Hal ini disimpulkan setelah mempertimbangkan dan mengabaikan argumen-argumen seperti kecerobohan Israel dan pengabaian yang tidak berperasaan terhadap kehidupan warga sipil dalam upaya mengejar Hamas.

Menurut Amnesty, Israel juga membunuh dan menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius dalam serangan langsung yang berulang-ulang terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, atau serangan yang disengaja dan tidak pandang bulu.

Serangan Israel disebut berdampak pada kehancuran fisik, seperti hancurnya infrastruktur medis, terhambatnya bantuan, dan penggunaan “perintah evakuasi” yang sewenang-wenang dan menyeluruh secara berulang-ulang bagi 90 persen penduduk ke wilayah yang tidak sesuai.

“Sebagai kekuatan pendudukan, Israel secara hukum berkewajiban menyediakan kebutuhan penduduk yang diduduki,” Kristine Beckerle, penasihat tim Amnesty Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan pada Rabu. Dia menggambarkan serangan Israel pada bulan Mei di Rafah, yang sampai saat itu merupakan tempat terakhir yang relatif aman di wilayah tersebut, sebagai titik balik besar dalam menentukan niat genosida.

“[Israel] telah menjadikan Rafah sebagai titik bantuan utama, dan mereka tahu warga sipil akan pergi ke sana. ICJ (Mahkamah Internasional) memerintahkan Israel untuk berhenti namun mereka tetap melanjutkan serangannya,” katanya. “Rafah adalah kuncinya.”

Setidaknya 47 orang termasuk empat anak-anak syahid dalam serangan udara di Gaza pada hari Selasa, menurut pejabat kesehatan di wilayah tersebut. Ini termasuk setidaknya 21 orang yang berlindung di kamp tenda yang menampung para pengungsi di dekat kota Khan Younis. Militer Israel mengatakan pihaknya menargetkan pejuang Hamas.

Amnesty telah meminta PBB untuk menegakkan gencatan senjata, menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap pejabat tinggi Israel dan Hamas, dan agar pemerintah negara-negara barat seperti AS, Inggris dan Jerman berhenti memberikan bantuan militer dan menjual senjata ke Israel.

Kelompok hak asasi manusia juga mendesak Pengadilan Pidana Internasional, yang bulan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant, untuk menambahkan genosida ke dalam daftar kejahatan perang yang sedang diselidiki.

Terakhir, mereka menyerukan pembebasan sandera sipil tanpa syarat dan agar “Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan pada tanggal 7 Oktober harus dimintai pertanggungjawaban”.

Laporan yang bertajuk You Feel Like You Are Subhuman’: Israel’s Genocide Against Palestines in Gaza (Seperti Bukan Manusia: Genosida Israel Terhadap Warga Palestina di Gaza) kemungkinan besar akan menimbulkan kemarahan di Israel dan menimbulkan tuduhan antisemitisme. Beberapa pakar hukum dan pakar studi genosida berpendapat bahwa serangan 7 Oktober juga merupakan genosida.

Pencegahan dan penghentian genosida masuk dalam hukum internasional menyusul pembantaian yang dilakukan Nazai Jerman terhadap kelompok Yahudi pada 1930-1940-an. Aksi itu mempercepat dorongan berdirinya entitas Zionis di Palestina yang sudah direncanakan sejak akhir abad ke-19. Holocaust juga berujung pada Konvensi Jenewa, yang mengkodifikasi dan melarang genosida sebagai kejahatan yang dapat dihukum.

Dalam kesimpulannya, laporan Amnesty “mengakui adanya penolakan dan keraguan di antara banyak pihak dalam menemukan niat genosida terkait tindakan Israel di Gaza”, yang telah “menghambat keadilan dan akuntabilitas”.

“Amnesty International mengakui bahwa mengidentifikasi genosida dalam konflik bersenjata adalah hal yang rumit dan menantang, karena adanya berbagai tujuan yang mungkin ada secara bersamaan. Meskipun demikian, sangat penting untuk mengakui genosida, dan menegaskan bahwa perang tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk terjadinya genosida,” ungkapnya.

Menurut Amnesty, tindakan Israel di Gaza diperiksa “secara total, dengan mempertimbangkan kejadian berulang dan simultan, serta dampak langsung dan konsekuensi kumulatif serta saling menguatkan”, katanya. Temuan-temuan tersebut dibagikan “secara luas” pada beberapa kesempatan dengan pihak berwenang Israel, tambah kelompok itu, tetapi tidak mendapat tanggapan.

Publikasi yang diterbitkan pada Kamis ini melanjutkan posisi berani kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London sebelumnya mengenai pendudukan Israel di wilayah Palestina. Pada 2022, Amnesty bergabung dengan Human Rights Watch dan LSM Israel yang dihormati B’Tselem dalam menerbitkan laporan besar yang menuduh Israel melakukan apartheid, sebagai bagian dari gerakan yang berkembang untuk mendefinisikan kembali konflik Israel-Palestina sebagai perjuangan untuk persamaan hak dan bukan pertikaian wilayah. Politisi Israel menyerukan agar laporan tersebut ditarik, dengan tuduhan antisemitisme

 

Sumber: Republika

PBB Sebut Sistem Pangan Lokal Gaza Hancur Akibat Serangan Israel

PBB Sebut Sistem Pangan Lokal Gaza Hancur Akibat Serangan Israel

NewsINH, Kanada – PBB pada Senin mengatakan bahwa sistem pangan lokal di Gaza telah hancur akibat serangan darat dan udara Israel, menyoroti akses untuk mendapatkan makanan sebagai hal paling memprihatinkan.

“Mitra kemanusiaan kami juga memperingatkan bahwa sistem pangan lokal telah hancur akibat operasi darat militer, pemboman wilayah sipil, dan keberadaan persenjataan yang belum meledak,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam konferensi pers.

Dia mengatakan akses untuk mendapatkan makanan tetap menjadi perhatian paling kritis yang dibahas oleh anggota masyarakat di semua kelompok.”

Dujarric menekankan kelangkaan pangan di Gaza semakin buruk setiap hari, membuat rakyat lebih rapuh.

Ia menggambarkan toko roti di Gaza sebagai “jalur kehidupan,” namun mereka tidak dapat terus beroperasi karena kekurangan bahan bakar dan tepung.

Menanggapi pertanyaan Anadolu tentang World Central Kitchen yang menangguhkan operasi bantuannya serta UNRWA yang baru-baru ini menghentikan bantuan melalui penyeberangan Kerem Shalom karena masalah keamanan, Dujarric merujuk komentarnya sebelumnya tentang kekurangan makanan yang sedang terjadi, ketidakmampuan PBB untuk mendistribusikan bantuan dan mengatakan “faktanya cukup jelas, dan itu cukup mengerikan.”

 

Sumber: Anadolu/Antara

Makin Brutal Serangan Israel di Gaza dalam Semalam Seratus Orang di Gaza Dibantai

Makin Brutal Serangan Israel di Gaza dalam Semalam Seratus Orang di Gaza Dibantai

NewsINH, Gaza – Bombardir Israel terhadap Jalur Gaza sejak Sabtu pagi mengakibatkan syahidnya sekitar 100 orang. Sementara pengepungan Israel di utara Gaza yang memasuki bulan ketiga juga menambah parah krisis kemanusiaan di wilayah itu.

Kantor berita WAFA melansir, pasukan penjajahan Israel melakukan pembantaian pada Sabtu malam di Gaza utara dengan menargetkan sebuah bangunan perumahan di daerah Tel al-Zaatar, yang menampung keluarga-keluarga pengungsi. Serangan udara tersebut mengakibatkan terbunuhnya sedikitnya 40 warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, dan banyak lainnya masih terjebak di bawah reruntuhan.

Sumber lokal mengatakan kepada WAFA bahwa jet tempur Israel menyerang gedung milik keluarga al-Araj dan digunakan untuk menampung keluarga pengungsi. Serangan tersebut meninggalkan banyak orang di bawah puing-puing, sehingga sangat sulit untuk menyelamatkan mereka karena kurangnya tim tanggap darurat dan kerusakan yang parah.

Sumber-sumber medis melaporkan bahwa lebih dari 100 warga Palestina telah syahid dalam serangan udara Israel di Gaza sejak dini hari. Sumber yang sama mengindikasikan bahwa puluhan korban masih terjebak di bawah reruntuhan rumah yang dibombardir pasukan Israel di Jabalia dan Beit Lahiya, Gaza utara, selama dua hari terakhir.

Selain itu, pasukan pendudukan Israel meledakkan beberapa bangunan tempat tinggal dan rumah di Beit Lahiya. Sebelumnya, tiga warga Palestina syahid , dan lainnya terluka, ketika pesawat tempur Israel mengebom sebuah rumah milik keluarga al-Batran di dekat Kompleks Italia di sebelah barat Kota Gaza.

Dalam serangan udara lainnya, enam warga Palestina syahid dan lainnya terluka ketika jet Israel menargetkan sebuah rumah di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah. Selanjutnya, 12 warga Palestina syahid , dan lainnya terluka, ketika pasukan Israel mengebom sekelompok warga sipil yang sedang mengantri tepung di daerah Qizan al-Najjar di selatan Khan Younis, di selatan Gaza.

Koresponden Aljazirah di Gaza melaporkan setidaknya tiga warga syahid dan lainnya, termasuk wanita dan anak-anak, terluka dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di lingkungan Al-Nasr, sebelah barat Kota Gaza. Para dokter di Rumah Sakit Baptist menggambarkan kondisi beberapa korban luka dalam kondisi kritis.

Di tengah Jalur Gaza, 9 warga Palestina syahid akibat penembakan Israel terhadap dua rumah di kamp Nuseirat. Penggerebekan tersebut juga menyebabkan sejumlah orang terluka, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis.

Koresponden Aljazirah juga melaporkan bahwa 3 warga Palestina syahid dan lainnya, termasuk anak-anak, terluka dalam pemboman Israel terhadap rumah yang menampung pengungsi di kamp Nuseirat.

Di Jalur Gaza selatan, 4 warga Palestina syahid dalam pemboman Israel terhadap kamp Shaboura di Rafah tengah, di Jalur Gaza selatan. Dua anak syahid dan lainnya terluka dalam serangan yang dilancarkan oleh helikopter Israel terhadap tenda yang menampung pengungsi di barat daya Al-Mawasi di Khan Younis.

Tentara pendudukan Israel juga mengintensifkan pemboman terhadap rumah-rumah penduduk di Jalur Gaza utara, sambil terus mengepung kota-kota di utara selama 58 hari berturut-turut. UNRWA telah memperingatkan bahwa kondisi kelangsungan hidup semakin berkurang bagi sekitar 65.000 hingga 75.000 orang yang masih berada di Gaza utara.

“Dari 91 upaya yang dilakukan PBB untuk mengirimkan bantuan ke Gaza utara yang terkepung antara 6 Oktober dan 25 November, Israel menolak menyetujui 82 upaya dan menghalangi 9 upaya lainnya,” kata UNRWA dalam tweet di situsnya.

Sementara itu, Save the Children mengutuk keras pemboman Israel di Gaza yang menewaskan salah satu karyawannya, dan menyerukan penyelidikan atas masalah tersebut. Sementara itu, organisasi bantuan global yang berbasis di AS, World Central Kitchen, mengumumkan penangguhan operasinya di Gaza setelah tiga karyawannya gugur di Khan Yunis akibat penembakan Israel.

Koresponden Aljazirah melaporkan bahwa 5 warga Palestina syahid , termasuk 3 karyawan yang bekerja di World Central Kitchen, setelah 3 roket ditembakkan di Jalan Salah al-Din, sebelah timur Khan Yunis.

Pada April, serangan udara Israel menewaskan tujuh karyawan World Central Kitchen: seorang Australia, tiga warga Inggris, seorang Amerika Utara, seorang Palestina, dan seorang Polandia. Israel mengatakan pihaknya menargetkan “militan Hamas” dalam serangan tersebut.

Agresi Israel yang sedang berlangsung di Gaza sejak Oktober 2023 sejauh ini telah mengakibatkan setidaknya 44.363 korban jiwa warga Palestina, dan lebih dari 105.070 lainnya terluka. Ribuan korban dikhawatirkan terjebak di bawah reruntuhan, tidak dapat diakses oleh tim darurat dan pertahanan sipil akibat serangan Israel.

Serangan genosida Israel terus berlanjut meskipun ada seruan dari Dewan Keamanan PBB untuk segera melakukan gencatan senjata dan arahan dari Mahkamah Internasional yang mendesak diambilnya tindakan untuk mencegah genosida dan meringankan situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza.

 

Sumber: Republika/Wafa

Gaza Dilanda Musim Dingin, INH Tebar Ribuan Pakaian Hangat untuk Pengungsi

Gaza Dilanda Musim Dingin, INH Tebar Ribuan Pakaian Hangat untuk Pengungsi

NewsINH, Gaza – Musim dingin dan cuaca ekstrem telah tiba, ratusan ribu warga Gaza yang tinggal di kamp-kamp pengungsian kondisinya semakin memprihatinkan. Tahun ini merupakan tahun kedua mereka tinggal di dalam tenda pengungsian yang jauh dari kata layak akibat agresi dan genosida Israel yang tak kunjung usai.

Lembaga kemanusiaan International Networking for Humanitarian (INH) terus berkomitmen untuk membantu warga Gaza yang kesulitan untuk mendapatkan pakaian hangat dan selimut dalam menghadapi dinginnya cuaca dinegeri tersebut.

“Alhamdulillah tim relawan kami berhasil menyalurkan bantuan paket musim dingin berupa selimut dan pakaian hangat untuk warga Gaza yang berada di distrik Jabaliyah, Gaza Utara, cuaca disana saat ini tengah dilanda musim dingin ekstrem,” kata Muhammed Qaddoura, International Program Manager INH, Jumat (29/11/2024).

Qaddoura menjelaskan, bantuan musim dingin tahap pertama ini berupa pakaian dan selimut dengan jumlah 500 paket selimut, kemudian 500 pakaian hangat untuk anak-anak dan 500 pakaian hangat lainya untuk wanita. Menurutnya, anak-anak dan wanita yang ada di Gaza merupakan bagian yang rentan terkena penyakit akibat fisik mereka yang lemah.

“Total bantuan yang disalurkan untuk musim dingin pada bulan November 2024 ini sebesar kurang lebih  $ 45.00 atau setara dengan Rp 715.000.000,” jelasnya

Lebih lanjut, bantuan musim dingin ini bagian dari upaya untuk meringankan penderitaan warga Gaza yang terjebak dalam konflik berkepanjangan. Penyaluran bantuan ini menjadi sangat penting mengingat musim dingin yang ekstrem yang kini melanda wilayah tersebut.

Qoddoura menceritakan, musim dingin di Jalur Gaza dikenal cukup keras dan bisa sangat berbahaya bagi mereka yang hidup di dalam kondisi pengungsian yang tidak layak. Angin kencang, hujan deras, dan suhu yang bisa turun hingga di bawah 10°C membuat banyak keluarga yang tinggal di tempat penampungan sementara menghadapi kesulitan luar biasa.

“Tanpa perlindungan yang memadai, banyak pengungsi yang menderita hipotermia, penyakit pernapasan, dan kondisi kesehatan lainnya yang memburuk karena cuaca dingin yang ekstrem,” imbuhnya.

Sebagian besar warga Gaza kini tinggal di kamp pengungsian yang sesak, di mana fasilitas yang ada sangat terbatas. Banyak dari mereka tidak memiliki akses ke perlengkapan pemanas, selimut tebal, atau pakaian hangat yang cukup untuk melawan suhu dingin. Selain itu, kondisi sanitasi yang buruk dan kurangnya pasokan air bersih juga memperburuk situasi kesehatan mereka, menjadikan musim dingin sebagai tantangan besar yang harus dihadapi.

Pada bulan November ini INH tak hanya menyalurkan bantuan program musim dingin, akan tetapi sejumlah bantuan lain juga disalurkan kewarga Gaza baik bantuan berupa bahan makanan yang bisa membantu bertahan hidup selama tinggal di kamp-kamp pengungsian.

“Program bantuan ini sangat penting karena tidak hanya memberikan kehangatan, tetapi juga memberi sedikit harapan bagi mereka yang terjebak dalam kondisi yang sangat sulit. Kami ingin memastikan bahwa warga Gaza, terutama anak-anak dan lansia, bisa merasa lebih aman dan terlindungi,” ujar Qoddoura.

Program bantuan ini juga mencakup distribusi air bersih, dan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Para relawan kemanusiaan INH bekerja tanpa lelah, mendatangi setiap sudut kamp pengungsian untuk memastikan bantuan sampai ke tangan yang membutuhkan.

Bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh INH bukan hanya sekadar materi, tetapi juga memberikan sedikit rasa aman bagi mereka yang telah lama hidup dalam ketidakpastian dan kesulitan.

“INH berharap langkah ini dapat menarik perhatian dunia internasional untuk memberikan dukungan lebih lanjut kepada rakyat Gaza yang terpinggirkan dan kian menyedihkan,” ungkapnya.

Melihat kondisi yang ada, program bantuan musim dingin ini adalah sebuah upaya yang sangat dibutuhkan dan diharapkan dapat membawa sedikit kelegaan bagi mereka yang tengah berjuang untuk bertahan hidup di tengah musim dingin yang penuh tantangan di Jalur Gaza. (***)

 

Yaa Allah, RS Indonesia di Gaza Kembali Jadi Sasaran Serangan Brutal Israel

Yaa Allah, RS Indonesia di Gaza Kembali Jadi Sasaran Serangan Brutal Israel

NewsINH, Gaza – Pasukan penjajah Israel sejak Rabu (27/11/2024) pagi kemarin waktu setempat kembali mengepung dan menembaki Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, Gaza Utara. Serangan tentara Israel itu menyebabkan sejumlah fasilitas rusak.

Staf lokal Rumah Sakit Indonesia mengatakan dalam keterangan persnya, Kamis (28/11/2024), tank dan drone pasukan penjajah menembaki semua jendela, atap rumah sakit, tangki air, dan fasilitas lainnya. Listrik juga sempat padam akibat serangan tersebut.

Relawan MER-C di Jalur Gaza, Ir Edy Wahyudi sebelumnya juga melaporkan, ada sekitar 26 tank penjajah Israel yang melakukan pengepungan di Rumah Sakit Indonesia. MER-C masih terus berupaya untuk dapat kembali mengirimkan tim medis dan bantuan ke Gaza Utara, yang terblokade sejak perintah evakuasi paksa penjajah Israel pada awal Oktober 2024.

Tim EMT MER-C ke-6 yang saat ini bertugas di dua Rumah Sakit di Gaza City yaitu RS Al-Shifa dan Public Aid Hospital telah lima kali mengajukan izin melalui WHO untuk bisa masuk ke Gaza Utara dan membantu memberikan pelayanan di Rumah Sakit Indonesia dan Kamal Udwan, namun hingga kini penjajah Israel masih belum memberikan izin.

Tim EMT MER-C ke-6 berhasil masuk ke Jalur Gaza pada akhir Oktober 2024. Di tengah kekurangan tenaga medis di Jalur Gaza terutama dokter spesialis, Tim rencananya akan bertugas dalam jangka waktu lebih panjang, yaitu selama tiga bulan.

Sedangkan Associated Press melaporkan, pasukan Israel memisahkan perempuan dan anak-anak Palestina dari laki-laki ketika ratusan warga sipil melarikan diri dari kota Beit Lahiya yang dilanda perang dan terkepung di Gaza utara pada Rabu.

Banyak dari mereka yang melarikan diri dari Beit Lahiya, yang telah dikepung militer Israel selama lebih dari 50 hari, berkumpul di atas gerobak keledai sambil membawa barang-barang mereka. Yang lain berjalan kaki, beberapa memegang tangan anak-anak kecil mereka, ketika mereka mendekati pasukan Israel yang telah mengepung kota dan mencegah masuknya makanan, air dan obat-obatan.

“Kami pergi, dan di sini kami duduk, tanpa tempat berlindung atau makanan, dan kami tidak tahu ke mana harus pergi,” kata Umm Saleh al-Adham, seorang wanita yang melarikan diri dari Beit Lahiya, kepada kantor berita AP.

Dia mengatakan pasukan Israel memisahkan laki-laki Palestina dan hanya mengizinkan perempuan dan anak-anak untuk melakukan perjalanan ke Kota Gaza. Militer Israel mengatakan pihaknya memfasilitasi evakuasi ribuan warga sipil dari Beit Lahiya dan juga menahan puluhan warga Palestina yang dibawa ke Israel untuk diinterogasi, lapor AP.

Sementara, pihak Israel telah menolak 82 dari 91 upaya PBB untuk mengirimkan bantuan ke Gaza utara antara awal Oktober dan 25 November. Selain menolak 82 permintaan pengiriman bantuan, Israel juga menghambat sembilan upaya lain untuk membawa pasokan kemanusiaan ke wilayah utara, yang telah berada di bawah pengepungan militer Israel dan pemboman terus-menerus selama lebih dari 50 hari.

“Kondisi untuk bertahan hidup semakin menipis bagi 65.000-75.000 orang yang diperkirakan masih tinggal di sana,” kata badan PBB untuk pengungsi Palestina dalam sebuah postingan di media sosial.

 

Sumber: Republika

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!