Masya Allah, di Gaza ada Bayi Lahir dari Rahim Ibu yang Sudah Tak Bernyawa

Masya Allah, di Gaza ada Bayi Lahir dari Rahim Ibu yang Sudah Tak Bernyawa

NewsINH, Gaza – Masya Allah, peristiwa luar bias terjadi di Jalur Gaza, Palestina. Ada seorang bayi perempuan lahir dari rahim sang Ibu yang telah meninggal dunia. Ini semata mata merupakan kuasa dan kebesaran dari Allah Subhanahu wa ta’ala

Dikutip adari republika, Senin (22/4/2024) Pejabat kesehatan Palestina mengatakan seorang bayi perempuan berhasil dilahirkan dengan selamat dari seorang ibu yang meninggal dunia bersama suami dan putrinya dalam serangan Israel ke Kota Rafah. Sebanyak 19 orang meninggal dalam serangan brutal tersebut.

Pejabat kesehatan mengatakan korban tewas dalam serangan pada dua rumah itu termasuk 13 anak dari satu keluarga. Bayi itu lahir dengan berat 1,4 kilogram dan dilahirkan melalui proses sesar.

Dokter yang merawatnya Mohammed Salama mengatakan kondisi bayi dalam keadaan stabil dan terus membaik. Ibunya, Sabreen Al-Sakani hamil 30 minggu. Pita yang direkatkan di dada bayi yang ditempatkan di inkubator di rumah sakit Rafah bersama bayi lainnya itu bertuliskan: “Bayi dari syahid Sabreen Al-Sakani.”

Pamannya Rami Al-Sheikh mengatakan kakak bayi itu, Malak yang tewas dalam serangan tersebut ingin menamakan adiknya Rouh yang artinya jiwa dalam bahasa Arab. “Gadis kecil Malak bahagia adiknya tiba di dunia,” kata Al-Sheik.

Salama mengatakan bayi itu akan berada di rumah sakit selama tiga sampai empat pekan. “Setelah itu kami akan melihat kepergiannya, dan ke mana anak ini akan pergi, ke keluarganya, ke bibi atau ke paman atau kakek-neneknya, Ini tragedi terbesar, bahkan bila anak ini selamat, ia lahir yatim-piatu,” kata dokter itu.

Pejabat kesehatan Palestina mengatakan 13 anak tewas dalam serangan ke rumah kedua milik keluarga Abdel Aal. Dua perempuan juga tewas dalam serangan tersebut. Ditanya tentang korban jiwa di Rafah, juru bicara militer Israel mengatakan berbagai target milisi diserang di Gaza termasuk kompleks militer, pos peluncuran dan orang-orang bersenjata.

“Apakah anda melihat satu pria pada semua yang tewas ini?” kata seorang pria yang anggota keluarga tewas dalam serangan itu, Saqr Abdel Aal, di samping jenazah yang ditutup kain kafan putih.

“Semuanya perempuan dan anak-anak, seluruh identitas saya dihapus, bersama istri saya, anak-anak dan semuanya,” katanya.

Mohammad al-Behairi mengatakan putri dan cucunya masih di bawah reruntuhan. “Merasa sedih, depresi, kami tidak memiliki apa-apa lagi untuk ditangisi, perasaan apa yang harus kami miliki? Ketika anda kehilangan anak-anak anda, ketika anda kehilangan orang-orang tercinta, bagaimana rasanya?” katanya.

Lebih dari setengah 2,3 juta populasi Gaza berdesak-desakan di Gaza. Mencari perlindungan dari serangan-serangan Israel yang menghancurkan sebagian besar kantong pemukiman itu selama enam bulan terakhir.

Israel mengancam akan menggelar serangan darat ke Rafah. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim pejuang Hamas harus ditumpas untuk memastikan kemenangan Israel di Gaza.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak Israel tidak menggelar serangan skala besar ke Rafah untuk menghindari korban jiwa sipil lebih banyak. Kementerian kesehatan Palestina mengatakan sudah lebih dari 34 ribu orang tewas dalam serangan Israel.

Kementerian mengatakan dalam 24 jam terakhir Israel membunuh 48 orang Palestina dan melukai 79 orang lainnya di seluruh Jalur Gaza.

Badan Kedaruratan Sipil Palestina mengatakan timnya menemukan 60 jenazah dari Rumah Sakit Nasser di Khan Younis di selatan Jalur Gaza. Jenazah-jenazah itu ditemukan beberapa pekan setelah pasukan Israel mundur dari kompleks medis tersebut. Total jumlah jenazah yang berhasil digali dari halaman rumah sakit itu sejak 12 April lalu menjadi 210 jenazah.

Dalam pernyataannya badan kedaruratan mengatakan masih sekitar 2.000 orang hilang di bawah reruntuhan di Khan Younis dan 1.000 orang di daerah Jalur Gaza tengah. Mereka tidak bisa mengevakuasi jenazah-jenazah itu karena kekurangan alat dan mesin berat untuk memindahkan reruntuhan. Militer Israel belum memberikan komentar.

Di Tepi Barat, Israel mengatakan tentara mereka melepaskan tembakan ke tiga orang Palestina yang menyerang mereka. Kementerian kesehatan Palestina mengatakan tiga orang itu tewas.

 

Sumber: Reuters/Republika

Gaza Makin Menyedihkan, Bangsal RS Dipenuhi Anak-anak Kelaparan

Gaza Makin Menyedihkan, Bangsal RS Dipenuhi Anak-anak Kelaparan

NewsINH, Gaza – Rumah sakit di Gaza dipenuhi pasien anak yang kelaparan dan kekurangan gizi akut. Salah satunya adalah Fadi al-Zant yang berusia enam tahun. Ia mengalami kekurangan gizi akut, tulang rusuknya menonjol di bawah kulit kasar, matanya cekung saat ia terbaring di tempat tidur di rumah sakit Kamal Adwan di Gaza utara, tempat terjadinya kelaparan.

Kaki Fadi yang kurus tidak mampu lagi menopangnya untuk berjalan. Foto-foto Fadi sebelum perang menunjukkan seorang anak yang tersenyum dan tampak sehat. Ia berdiri dengan celana denim biru di samping saudara kembarnya yang lebih tinggi dengan rambut disisir. Sebuah klip video pendek menunjukkan dia menari di sebuah pesta pernikahan dengan seorang gadis kecil.

Fadi menderita penyakit fibrosis kistik. Sebelum konflik, ia mengonsumsi obat-obatan yang tidak dapat lagi ditemukan oleh keluarganya. Ia juga mengonsumsi berbagai jenis makanan seimbang yang kini tidak lagi tersedia lagi di Gaza, menurut ibunya, Shimaa al-Zant.

“Kondisinya semakin buruk. Dia semakin lemah. Dia terus kehilangan kemampuannya untuk melakukan sesuatu,” katanya dalam video yang diperoleh Reuters dari seorang pekerja lepas. “Dia tidak bisa berdiri lagi. Saat saya membantunya berdiri, dia langsung terjatuh.”

Krisis kesehatan kian parah setelah lebih dari lima bulan setelah serangan darat dan udara Israel ke Gaza. Makanan, obat-obatan dan air bersih di Gaza kian langka.

Rumah sakit Kamal Adwan, yang merawat Fadi, juga telah merawat sebagian besar dari 27 anak. Menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai pejuang Hamas, mereka meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi dalam beberapa pekan terakhir.

Korban lainnya meninggal di Rumah Sakit al-Shifa Kota Gaza, juga di utara, kata kementerian. Di kota paling selatan Rafah, lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari serangan Israel.

Menurut laporan dari Reuters, ada 10 anak-anak yang mengalami kekurangan gizi parah di pusat kesehatan al-Awda di Rafah. Tanpa tindakan segera, kelaparan akan melanda di Gaza utara, di mana 300.000 orang terjebak akibat pertempuran, kata pengawas kelaparan dunia, Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC).

Sebelum perang melanda, makanan favorit Fadi adalah ayam shawarma, hidangan panggangan Levantine, kata ibunya. Dia makan banyak buah dan minum susu. Ketika perang dimulai, katanya, keluarga tersebut meninggalkan rumah mereka di distrik al-Nasr di Kota Gaza, yang mengalami kerusakan luas akibat pemboman. Mereka mengungsi sebanyak empat kali sebelum tiba di Beit Lahia.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan kurangnya obat-obatan berkontribusi terhadap memburuknya kondisi anak-anak yang meninggal.

Bagi anak-anak yang sehat sebelum konflik, kekurangan gizi yang berkepanjangan dapat menghambat perkembangan fisik dan otak. Ketika malnutrisi akut terjadi, tubuh anak berhenti tumbuh dan bayang-bayang kematian pun mengancam.

 

Sumber: Tempo/REUTERS

Tak Ada Susu Formula, Ribuan Anak dan Balita di Gaza Terkena Komplikasi

Tak Ada Susu Formula, Ribuan Anak dan Balita di Gaza Terkena Komplikasi

NewsINH, Gaza – Menteri Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qudra mengungkap ada ribuan anak yang sedang menderita penyakit komplikasi serius karena kelangkaan susu di wilayah Gaza utara. Dia pun menyerukan pada dunia internasional agar dan lembaga yang fokus menangani masalah anak-anak di seluruh dunia  mau memberikan susu pada anak-anak di utara Jalur Gaza.

“Kami sudah kehilangan 27 anak karena gizi buruk dan ketiadaan susu untuk balita di utara Gaza,” ujar Al-Qudra, seperti dikutip dari Middleeastmonitor, Jumat (15/3/2024).

Menurutnya, Israel memberlakukan blokade penuh ke Gaza sejak 9 Oktober 2023. Negeri Bintang Daud itu telah membatasi masuknya bahan makanan, termasuk susu formula untuk anak-anak di Jalur Gaza. Sebelumnya pada Februari 2024, seorang bayi, dua bulan, bernama Mahmoud Fattouh, meninggal karena kekurangan gizi di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza. Mahmud meninggal setelah keluarganya tidak dapat menemukan susu formula dan kebutuhan pokok.

Kota Gaza berada di Jalur Gaza utara, di mana hampir tidak ada makanan yang dikirimkan sejak awal tahun ini, dan UNRWA serta WFP kini telah menghentikan kegiatan bantuan ke wilayah tersebut.

Moaz Al Majida, seorang dokter anak di Gaza, mengatakan bahwa ibu menyusui tidak dapat menyusui karena kesehatan mereka memburuk, sehingga berdampak pada kesehatan bayi mereka.

“Jalur Gaza akan menyaksikan ledakan kematian anak-anak yang sebenarnya bisa dicegah, yang akan menambah jumlah kematian anak-anak di Gaza yang sudah tidak tertahankan lagi,” kata wakil direktur eksekutif UNICEF untuk aksi kemanusiaan dan operasi pasokan, Ted Chaiban.

Dalam video yang diposting di Instagram dan diverifikasi oleh unit verifikasi Sanad Al Jazeera, jurnalis Ebrahem Musalam menunjukkan seorang bayi di tempat tidur di bagian anak di Rumah Sakit Kamal Adwan, saat listrik masuk dan padam.

Musalam mengatakan anak-anak di departemen tersebut menderita gizi buruk dan kekurangan susu formula, dan peralatan yang diperlukan tidak berfungsi karena pemadaman listrik terus-menerus akibat kekurangan bahan bakar.

 

Sumber: middleeastmonitor.com

Kelaparan Ekstrem Akibatkan Anak-Anak di Gaza Kurus Kering

Kelaparan Ekstrem Akibatkan Anak-Anak di Gaza Kurus Kering

NewsINH, Gaza – Gempuran militer Israel di Jalur Gaza masih terus berlangsung hingga saat ini, perekonomian porak-poranda, kelaparan merajalela, Jalur Gaza bak kota mati akibat serangan yang membabi buta pasukan zionis Israel.

Dua balita dengan kantung mata dan wajah yang cekung, satu mengenakan kardigan kuning dan yang lain dengan atasan garis-garis berbaring di klinik Gaza. Anak-anak Palestina itu kurus, dengan tulang kaki yang menyembul dari popok yang terlihat terlalu besar bagi mereka.

Pemandangan ini terlihat di pusat kesehatan Al-Awda di Rafah, selatan Gaza. Perawat Diaa Al-Shaer mengatakan anak-anak yang menderita malnutrisi dan berbagai penyakit lainnya datang dalam jumlah yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Kami akan menerima pasien dengan penyakit ini dalam jumlah besar, yaitu malnutrisi,” katanya Senin (4/3/2024) kemarin.

Berat badan balita yang mengenakan kardigan kuning Ahmed Qannan hanya 6 kilogram. Bibinya Israa Kalakh mengatakan berat itu hanya setengah sebelum perang.

“Situasinya semakin memburuk setiap hari, Tuhan lindungi kami dari apa yang akan datang,” kata Kalakh.

Serangan udara dan darat Israel yang sudah berlangsung selama lima bulan menghancurkan Jalur Gaza dan mengakibatkan pengungsian massal, kelangkaan pangan akut yang mengarah pada apa yang PBB gambarkan sebagai krisis nutrisi. Salah satu dari bencana kemanusiaan yang terjadi di pemukiman Palestina itu.

Pada Ahad (3/3/2024) lalu Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 15 anak meninggal dunia akibat malnutrisi atau dehidrasi di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya di Gaza utara. Wilayah yang mengalami kelangkaan pangan ekstrem.

“Sayangnya angka tidak resmi diperkirakan lebih tinggi,” kata juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia Christian Lindmeier.

Krisis kelaparan meningkatan kritik terhadap Israel termasuk dari Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris. Ia mengatakan warga di Gaza kelaparan, ia menyerukan Israel meningkatkan aliran bantuan ke pemukiman Palestina itu.

Dalam video yang diambil dari dalam Rumah Sakit Kamal Adwan terlihat seorang perempuan Anwar Abdulnabi menangisi jenazah putrinya, Mila, yang meninggal di ranjangnya.

“Putri saya, putri saya yang cantik, putri saya yang lembut meninggal dunia,” kata Abdulnabi sambil menangis.

Ia mengatakan Mila yang masih bayi mengalami defisiensi kalsium dan potasium. Tapi ia tidak mengungkapkan penyebab kematiannya.

Dokter unit gawat darurat Dokter Ahmad Salem mengatakan salah satu faktor tingginya kematian anak disebabkan ibu yang baru melahirkan mengalami malnutrisi.

“Para ibu tidak dapat menyusui anak-anak mereka. Kami tidak memiliki susu formula. Hal ini menyebabkan kematian anak-anak di unit perawatan intensif. Juga di kamar bayi, ada banyak kematian,” katanya.

Pengiriman pangan ke seluruh Gaza masih jauh dari yang dibutuhkan. Masalah semakin buruk di utara karena Israel hanya mengizinkan penyeberangan di selatan. Sejumlah truk bantuan dijarah massa yang putus asa sebelum tiba di Utara.

“Rasa tidak berdaya dan putus asa di antara orang tua dan dokter ketika menyadari bantuan untuk menyelamatkan nyawa, yang jaraknya hanya beberapa kilometer jauhnya, tidak dapat dijangkau, pastilah tidak tertahankan,” kata direktur regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Adele Khodr.

Dalam laporan situasi terbaru bertanggal 1 Maret lalu lembaga bantuan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) mengatakan pada bulan Februari rata-rata 97 truk bantuan per hari masuk ke Gaza. Turun dari bulan Januari yang rata-rata 150 truk per hari.

Lembaga PBB dan organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan penurunan ini disebabkan tindakan Israel termasuk penutupan ke wilayah utara Gaza, operasi militer dan sistem pemeriksaan rumit Israel terhadap barang-barang menuju Gaza.

Israel mengatakan mereka tidak membatasi bantuan kemanusiaan atau medis dan menyalahkan kurangnya pengiriman pada kapasitas lembaga-lembaga bantuan.

Israel menyalahkan Hamas, yang memulai perang dengan melancarkan serangan mendadak ke Israel selatan pada tanggal 7 Oktober. Israel juga menuduh Hamas menggunakan penduduk sipil Gaza sebagai perisai manusia.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan udara dan darat Israel di Gaza menewaskan lebih dari 30.000 warga Palestina di sana.

Di pusat kesehatan Al-Awda di Rafah, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun bernama Yazan Al-Kafarna meninggal dunia pada hari Senin. Dalam video kantor berita Reuters pada Sabtu (2/3/2024) lalu ia tampak pucat dan kurus kering, dengan anggota tubuh yang tinggal tulang.

Kepala departemen pediatrik di rumah sakit Abu Yousef Al-Najar di Rafah, tempat bocah itu dirawat sampai ia dipindahkan ke Al-Awda, Dokter Jabir Al-Shaar mengatakan Yazan menderita lumpuh otak dan bergantung pada makanan khusus seperti buah dan susu, yang sekarang tidak tersedia di Gaza.

Ibunya, Um Yazan Al-Kafarna, menghabiskan hari-hari terakhir hidupnya di sisinya.

“Dia biasa makan, minum, bergerak, bermain, tertawa. Saya biasa bermain dengannya,” katanya.

 

Sumber: Republika

Trauma Akut, Jutaan Anak di Gaza Butuh Dukungan Kesehatan Metal

Trauma Akut, Jutaan Anak di Gaza Butuh Dukungan Kesehatan Metal

NewsINH, Gaza – Badan PBB yang menangani anak-anak atau UNICEF mengungkapkan, sekitar 17 ribu anak-anak di Jalur Gaza tak memiliki pendamping atau telah terpisah dari keluarganya sejak Israel meluncurkan agresi ke wilayah tersebut pada 7 Oktober 2023. UNICEF menambahkan, lebih dari 1 juta anak di Gaza juga membutuhkan dukungan kesehatan mental.

“Mereka (anak-anak di Gaza) menunjukkan gejala-gejala seperti tingkat kecemasan yang sangat tinggi, kehilangan nafsu makan. Mereka tidak bisa tidur, emosi mereka meluap-luap atau panik setiap kali mendengar ledakan,” kata Jonathan Crickx, kepala komunikasi UNICEF untuk Wilayah Pendudukan Palestina, dikutip laman Asharq Al Awsat.

Dia mengungkapkan, sebelum konflik Israel-Hamas pecah pada Oktober tahun lalu, UNICEF sudah mempertimbangkan bahwa 500 ribu anak di Gaza sudah membutuhkan dukungan kesehatan mental dan psikososial.

“Saat ini, kami memperkirakan hampir semua anak membutuhkan dukungan tersebut, dan itu berarti lebih dari 1 juta anak,” ujar Crickx.

Saat ini perang Israel-Hamas masih berlangsung di Gaza. Setidak lebih dari 27 ribu warga Gaza sudah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban meninggal adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka telah melampaui 66 ribu orang.

Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur.

Saat ini Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) sebagai lembaga utama yang menyalurkan bantuan kepada masyarakat Gaza juga tengah menghadapi krisis. Belasan negara, termasuk di dalamnya Jerman, Swiss, Italia, Kanada, Finlandia, Australia, Inggris, Belanda, Amerika Serikat (AS), Prancis, Austria, dan Jepang, telah menangguhkan pendanaan mereka untuk lembaga tersebut.

Langkah itu diambil sebagai respons atas dugaan adanya 12 staf UNRWA yang terlibat dalam serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. UNRWA telah mengumumkan bahwa mereka sudah memutuskan kontrak dengan para staf terkait.

Jika aliran pendanaan disetop, UNRWA terancam tidak bisa lagi menyalurkan bantuan kepada para pengungsi Palestina, termasuk mereka yang berada di Jalur Gaza, setelah akhir Februari. “Jika pendanaan tidak dilanjutkan, UNRWA tidak akan dapat melanjutkan layanan dan operasinya di seluruh wilayah, termasuk di Gaza, setelah akhir Februari,” kata seorang juru bicara UNRWA, Senin (29/1/2024) silam.

Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengaku terkejut bahwa beberapa negara, termasuk AS, Australia, Inggris, Prancis, dan Kanada, memilih membekukan pendanaan untuk lembaganya sebagai tanggapan atas dugaan keterlibatan staf UNRWA dalam serangan Hamas ke Israel pada Oktober tahun lalu.

“Akan sangat tidak bertanggung jawab jika memberikan sanksi kepada sebuah badan dan seluruh komunitas yang dilayaninya karena tuduhan tindakan kriminal terhadap beberapa individu, terutama pada saat perang, pengungsian dan krisis politik di wilayah tersebut,” kata Lazzarini, Ahad (28/1/2024) lalu, dikutip laman Anadolu Agency.

Lazzarini mengingatkan, UNRWA adalah lembaga kemanusiaan utama di Gaza. Dia menyebut lebih dari 2 juta orang di Gaza bergantung pada UNRWA untuk kelangsungan hidup mereka. “Banyak yang kelaparan karena waktu terus berjalan menuju bencana kelaparan yang akan terjadi. Badan ini mengelola tempat penampungan bagi lebih dari 1 juta orang dan menyediakan makanan serta layanan kesehatan dasar bahkan pada puncak permusuhan,” ungkapnya.

“Saya mendesak negara-negara yang telah menangguhkan pendanaan mereka untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum UNRWA terpaksa menghentikan respons kemanusiaannya. Kehidupan masyarakat di Gaza bergantung pada dukungan ini dan begitu pula stabilitas regional,” tambah Lazzarini.

Israel tidak sekali menuduh staf-staf UNRWA bekerja atau terlibat dalam operasi Hamas. Hal itu menjadi dalih bagi Israel untuk menyerang fasilitas-fasilitas UNRWA di Gaza.

 

Sumber: Asharq Al Awsat/Anadolu/Republika

PBB: Anak dan Balita di Gaza Alami Malnutrisi dan Gangguan Fisik

PBB: Anak dan Balita di Gaza Alami Malnutrisi dan Gangguan Fisik

NewsINH, Gaza – Dampak dari peperangan yang tak berkesudahan, badan PBB untuk hak atas pangan yang melakukan monitoring di wilayah Gaza, Palestina, menyatakan semua anak balita di Gaza tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dan berisiko mengalami gangguan fisik dan kognitif secara permanen.

“Kami belum pernah melihat 2,2 juta warga sipil dibuat kelaparan dalam beberapa minggu. Kami belum pernah melihat tingkat kelaparan seperti ini digunakan sebagai senjata dengan begitu cepat dan begitu lengkap,” kata Michael Fakhri perwakilan PBB untuk hak atas pangan di Gaza, Palestina, seperti dikutip Gazamedia, Rabu (24/1/2024).

Menurutnya blokade yang telah berlangsung selama 16 tahun sebelum terjadinya peperangan dahsyat ini warga Gaza sudah hidup serba kekurangan dan keterbatasan. Jadi, bahkan sebelum perang, separuh dari penduduk Gaza mengalami kerawanan pangan dan 80 persen bergantung pada bantuan dunia internasional

“Otoritas Israel memberlakukan pengepungan selama perang. Kemudian menghancurkan infrastruktur sipil. Jadi Israel telah menghancurkan rumah sakit, rumah, infrastruktur seperti jalan raya, membuat kehidupan sehari-hari menjadi tidak mungkin. Dan terakhir, yang saya terima laporannya adalah penghancuran sistem pangan itu sendiri,” tambahnya.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sempat mengumumkan pada tanggal 9 Oktober 2023 silam  bahwa makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan tidak akan diizinkan masuk ke Gaza. Hingga saat ini bantuan yang masuk ke wilayah Jalur Gaza melalui gerbang perbatasan di Raffa masih sangat minim. Ada pun jumbal bantuan yang masuk dari dunia internasional tidak semuanya bisa masuk secara muda. Pihak Israel masih melakukan pembatasan bantuan kemanusiaan.

. Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan jumlah korban tewas akibat perang genosida rezim Israel terhadap warga Palestina di wilayah yang terkepung tersebut hingga kini telah mencapai 25.000 orang lebih. Lebih dari setengahnya merupakan anak-anak dan wanita. Sementara 62.681 orang lainnya terluka sejak 7 Oktober.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, melaporkan bahwa 1,9 juta orang atau lebih dari 80 persen populasi di Gaza telah mengungsi ke seluruh wilayah kantong tersebut. Jumlah pengungsi tersebar di wilayah Khan Younis, Gaza bagian selatan.

 

Source: Gazamedia

“Kiamat Medis” Lebih dari Seribu Anak di Gaza Diamputasi Tanpa Obat Bius

“Kiamat Medis” Lebih dari Seribu Anak di Gaza Diamputasi Tanpa Obat Bius

NewsINH, Gaza – Miris dan memprihatinkan kondisi kesehatan di Gaza Palestina semakin memprihatinkan. Kondisi ini menggambarkan terjadinya “Kiamat Medis” di Jalur Gaza Palestina lantaran fasilitas kesehatan di Jalur Gaza mengalami kerusakan bahkan banyak diantaranya RS yang berhenti beroperasi lantaran mengalami kerusakan yang sangat parah.

Akibat krisis obat dan peralatan medis di Gaza, Palestina sejak militer zionis Israle melakukan penyerangan lebih dari 1.000 anak telah menjalani amputasi tanpa obat bius atau anestesi. Bisa dibayangkan betapa sakitnya saat di amputasi tanpa obat bius.

“Sekitar lebih dari 1.000 anak-anak diamputasi anggota tubuhnya tanpa anestesi di Jalur Gaza sejak Israel memulai kampanye pemboman brutalnya pada 7 Oktober,” kata Dana Anak-anak PBB (UNICEF).

Ia menambahkan bahwa membiarkan penembakan terus menerus di Gaza berarti memberi lampu hijau pada pembunuhan lebih banyak anak-anak.

Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza sebelumnya menyatakan bahwa hampir 70 persen korban agresi adalah anak-anak dan perempuan.

Korban tewas warga Palestina akibat serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza telah melonjak menjadi 23.174 orang, kata Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut kemarin.

Juru bicara kementerian Ashraf Al-Qudra juga mengatakan bahwa 54.536 orang terluka dalam serangan yang berlangsung selama berbulan-bulan tersebut.

Serangan gencar Israel telah menyebabkan kehancuran di Gaza, dengan setengah dari perumahan di wilayah pesisir rusak atau hancur dan hampir 2 juta orang mengungsi di wilayah padat penduduk tersebut di tengah kekurangan makanan dan air bersih yang parah.

 

Sumber: Al-Arabiya

Keji dan Bengis, 700 Warga Gaza Meninggal dalam Sehari Akibat Serangan Israel

Keji dan Bengis, 700 Warga Gaza Meninggal dalam Sehari Akibat Serangan Israel

NewsINH, Gaza –  Meski sempat adanya wacana perpanjangan masa gencatan senjata pertempuran di Jalur Gaza antara pasukan kemerdekaan Palestina (Hamas) dengan militer Israel. Nyatanya pasukan zionis Israel semakin brutal dan bengis bakhan dalam 1 kali 24 jam atau seharian Israel telah menewaskan 700 warga Palestina di Jalur Gaza dalam serangan yang dilancarkan baik darat, laut maupun udara.

Kembali tak ada lagi tempat yang aman di di Jalur Gaza, lantaran hampir semua wilayah diserang serdadu tak berperi kemanusian dengan menewaskan ratusan warga sipil yang mayoritas anak-anak dan perempuan.

Dikutip dari Republika, Senin (4/12/2023). Direktorat Jenderal Kantor Media Pemerintah di Gaza mengatakan kepada Aljazirah pada Ahad (3/12/2023) bahwa lebih dari 700 warga Palestina telah terbunuh di Gaza selama 24 jam terakhir. Dia menambahkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang juga telah mengungsi di Jalur Gaza.

Sedangkan kantor berita Palestina Wafa melaporkan, ratusan warga sipil Palestina yang tidak bersalah telah dibunuh secara kejam dan banyak lainnya terluka dalam serangkaian serangan Israel sejak kemarin malam. Serangan-serangan itu menargetkan Jalur Gaza melalui darat, laut, dan udara, menurut laporan lokal dan medis.

Pemboman Israel yang tiada henti telah mengakibatkan kehancuran banyak rumah, gedung, apartemen tempat tinggal, dan properti publik dan pribadi. Di Kota Gaza, sumber-sumber lokal melaporkan bahwa beberapa warga sipil tewas dan lainnya terluka ketika serangan udara Israel menargetkan sebuah bangunan tempat tinggal di lingkungan Al-Daraj.

Juga di Kota Gaza, pesawat tempur Israel menargetkan enam rumah milik keluarga Dahshan dan Al-Akka di lingkungan Al-Zaytoun, yang mengakibatkan puluhan korban jiwa dan luka-luka. Banyak warga sipil dilaporkan terjebak di bawah reruntuhan.

Militer Israel selanjutnya mengebom sebuah rumah di daerah Nadim di lingkungan Al-Zeitoun, sebelah timur Kota Gaza. Serangan udara juga dilaporkan terjadi di sekitar Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara.

Sementara itu, pesawat-pesawat tempur Israel melakukan beberapa serangan udara di Deir al-Balah di Gaza tengah secara bersamaan dengan penembakan yang menargetkan kawasan pemukiman dari unit tank Israel.

Sementara itu, militer pendudukan Israel membombardir kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara dengan rudal, meninggalkan jejak kehancuran dan hilangnya nyawa tak berdosa, dan banyak yang dikhawatirkan tewas di bawah reruntuhan rumah yang hancur.

Serangan udara dan tembakan artileri Israel juga menargetkan kota Khan Younis di Gaza selatan, menyebabkan korban jiwa di kalangan warga sipil. Selain itu, beberapa rumah di kota Al-Qarara dan wilayah timur dan pesisir menjadi sasaran pemboman Israel. Selanjutnya, rumah keluarga Abu Eita dan Abu Zeitoun di Gaza utara terkena serangan udara Israel.

Akibat gangguan telekomunikasi yang parah, tidak ada data pasti mengenai jumlah korban jiwa, karena banyak serangan udara Israel dan dampak tragisnya di wilayah yang terkena dampak paling parah tidak dilaporkan.

Sejauh ini, setidaknya 16.000 orang syahid dan lebih dari 40.000 orang terluka. Sebanyak 7.000 orang dikhawatirkan gugur di bawah puing-puing rumah yang hancur.

Kampanye genosida Israel yang tiada henti telah menjerumuskan Gaza ke dalam krisis kemanusiaan, dan tim penyelamat menghadapi tantangan dalam mengakses daerah yang terkena dampak karena intensitas serangan tersebut.

James Elder, juru bicara global UNICEF, menggambarkan pemandangan di dalam rumah sakit Nassar di Khan Younis, selatan Gaza. “Ke mana pun Anda pergi, selalu ada anak-anak yang mengalami luka bakar tingkat tiga, luka pecahan peluru, cedera otak, dan patah tulang. Para ibu menangisi anak-anak yang sepertinya tinggal beberapa jam lagi menuju kematian. Saat ini sepertinya seperti zona kematian.”

Selain risiko terbunuh dalam serangan udara Israel, penyakit adalah ancaman terbesar kedua bagi anak-anak, tambahnya. “Kita berisiko melihat banyak anak… meninggal karena kekurangan air, perlindungan dan sanitasi,” kata Elder.

Wilayah selatan Gaza menghadapi gempuran keras serangan Israel pada Sabtu (2/1/12/2023). Khan Younis menjadi daerah yang paling terdampak. Menurut keterangan beberapa saksi dan petugas medis, pada Sabtu lalu jet tempur Israel menyerang daerah dekat Rumah Sakit (RS) Khan Younis Al-Nasser sebanyak enam kali. RS tersebut dipenuhi ribuan pengungsi dan ratusan orang terluka. Banyak di antara mereka merupakan pasien yang dievakuasi dari rumah sakit di Gaza utara.

“Malam yang mengerikan. Ini adalah salah satu malam terburuk yang kami habiskan di Khan Younis dalam enam pekan terakhir sejak kami tiba di sini. Kami terlalu takut mereka (pasukan Israel) akan memasuki Khan Younis,” kata warga Gaza, Samira, yang memiliki empat anak.

Menurut keterangan sejumlah warga, serangan udara Israel ke Khan Younis turut menargetkan area terbuka dan bangunan tempat tinggal. Tiga masjid di daerah tersebut tak luput dari bidikan dan ikut hancur terhantam serangan Israel. Militer Israel telah menjatuhkan selebaran dari udara ke wilayah timur Khan Younis.

Selebaran tersebut memerintahkan penduduk di empat kota untuk mengungsi. Tak seperti sebelumnya, penduduk tidak diminta untuk mengungsi ke wilayah lain di Khan Younis, tapi lebih jauh ke selatan, yakni Rafah yang berbatasan dengan Mesir.

Sementara itu di Deir Al-Balah, agresi Israel pada Sabtu kemarin membunuh sembilan orang, termasuk anak-anak. Seorang warga Gaza bernama Yamen mengaku cemas karena serangan Israel telah mulai merambah wilayah selatan. “Ini adalah taktik yang sama yang mereka gunakan sebelum memasuki Gaza dan wilayah utara,” ujarnya.

“Kemana setelah Deir Al-Balah, setelah Khan Younis? Saya tidak tahu kemana saya akan membawa istri dan enam anak saya,” kata Yamen menambahkan.

Pada Sabtu lalu, militer Israel mengatakan bahwa dalam 24 jam terakhir serangan gabungan pasukan darat, udara, dan laut telah menghantam 400 sasaran Hamas. Serangan tersebut diklaim membunuh sejumlah anggota Hamas. Namun tak disebutkan perkiraan jumlahnya.

Sejak memulai agresinya ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, serangan Israel telah membunuh lebih dari 15 ribu orang. Sebanyak 10 ribu di antaranya merupakan perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 33 ribu orang.(***)

 

Sumber: Republika

 

Innalillahi, 4 Ribu Anak Gaza Meninggal Sepanjang Pertempuran Israel

Innalillahi, 4 Ribu Anak Gaza Meninggal Sepanjang Pertempuran Israel

NewsINH, Gaza – Perang panjang di Jalur Gaza, Palestina menambah daftar penderitaan yang luar biasa bagi bangsa Palestina. Pasalnya, sejak militer Israel melakukan invasi ke Jalur Gaza, sebanyak 4.000 anak-anak Palestina meninggal dunia. Jumlah yang sangat besar itu menunjukan Pembantaian yang sebenarnya.

Kementrian kesehatan Palestina di Jalur Gaza, merilis jumlah korban meninggal saat ini telah mencapai 9.770 orang separo diantaranya merupakan anak-anak yang tak berdosa dan tak mengentahui soal konflik tersebut

“Setidaknya 4.008 anak telah meninggal dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza dan jumlah korban tewas setelah hampir sebulan pemboman Israel mencapai 9.770,” menurut kementerian kesehatan Palestina.

Pada Minggu (5/11/2023) sore waktu Gaza, serangan udara Israel menghantam beberapa rumah di dekat sebuah sekolah di kamp pengungsi Bureji di Gaza tengah, menewaskan sedikitnya 13 orang, menurut pejabat di Rumah Sakit Al-Aqsa.

Kamp tersebut dihuni oleh sekitar 46.000 orang dan juga diserang pada Kamis lalu. Rekaman yang diverifikasi oleh Al Jazeera pada hari Minggu menunjukkan orang-orang mencari di bawah reruntuhan rumah untuk mengevakuasi para korban.

Ini adalah kamp pengungsi ketiga yang terkena serangan udara Israel dalam 24 jam terakhir. Lebih dari 50 warga Palestina tewas dalam serangan di kamp pengungsi al-Maghazi dan Jabalia di Gaza

‘Pembantaian yang sesungguhnya’

Arafat Abu Mashaia, seorang warga kamp al-Maghazi, mengatakan serangan udara Israel meratakan beberapa rumah bertingkat tempat orang-orang yang terpaksa keluar dari wilayah Gaza lainnya berlindung.

“Itu benar-benar pembantaian,” katanya pada Minggu pagi sambil berdiri di reruntuhan rumah yang hancur.

“Semua yang ada di sini adalah orang-orang yang damai. Saya menantang siapa pun yang mengatakan ada [pejuang] perlawanan di sini.” jelasnya.

Kamp tersebut, merupakan kawasan perumahan yang dibangun, terletak di zona evakuasi di mana militer Israel mendesak warga sipil Palestina untuk mencari perlindungan karena mereka memfokuskan serangan militernya ke utara.

Saeed al-Nejma (53), mengatakan dia sedang tidur bersama keluarganya ketika ledakan terjadi di lingkungan tersebut. “Sepanjang malam, saya dan teman-teman lainnya berusaha mengambil korban tewas dari reruntuhan. Kami punya anak, dipotong-potong, dicabik-cabik dagingnya,” katanya.

Pesawat-pesawat Israel kembali menjatuhkan selebaran, mendesak masyarakat untuk menuju ke selatan Gaza selama empat jam pada hari Minggu. Kerumunan orang terlihat berjalan kaki menyusuri jalan raya utama utara-selatan dengan hanya membawa apa yang bisa mereka bawa dengan mengendarai kendaraan sederhana seperti kereta keledai.

Seorang pria mengatakan dia harus berjalan sejauh 500 meter (1.640 kaki) dengan tangan terangkat saat melewati pasukan Israel. Yang lain menggambarkan melihat mayat di dalam mobil yang rusak di sepanjang jalan.

“Anak-anak pertama kali melihat tank. Ya ampun, kasihanilah kami,” kata seorang warga Palestina yang menolak menyebutkan namanya.

Hani Mahmoud dari Al Jazeera, melaporkan dari Khan Younis, mengatakan tampaknya ada “serangan sistematis” terhadap kamp pengungsi Gaza oleh pasukan Israel.

“Serangan udara yang berulang-ulang terhadap kamp-kamp pengungsi di Gaza tengah dan selatan adalah alasan mengapa masyarakat tidak menganggap serius pengumuman Israel yang menjamin koridor aman untuk melakukan perjalanan ke selatan,” katanya.

 

Sumber: Aljazeera

Serangan Israel ke Gaza Telah Membunuh 500 Anak Palestina tak Berdosa

Serangan Israel ke Gaza Telah Membunuh 500 Anak Palestina tak Berdosa

NewsINH, Gaza – Serangan udara dan darat terus dilakukan oleh militer Israel disejumlah wilayah di Jalur Gaza, Palestina. Bombardir tak berperikemanusiaan yang  terus dilancarkan pasukan Israel telah membunuh sedikitnya 500 anak-anak Palestina. Jumlah ini merupakan pembunuhan anak-anak Palestina paling banyak sepanjang sejarah penjajahan Israel di tanah Palestina.

Dilansir dari republika, Jumat (13/10/2023) Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat sebanyak 1.537 warga meninggal akibat pengeboman Israel sejak Sabtu pekan lalu. Dari jumlah itu, 500 diantaranya adalah anak-anak dan 276 perempuan, serta 6.612 orang mengalami luka-luka.

Sementara itu, korban tewas Israel akibat Operasi Badai Al-Aqsa yang dilancarkan oleh sayap bersenjata kelompok Hamas Palestina, Brigade Al-Qassam, telah mencapai 1.300 orang. Sedangkan jumlah korban luka dilaporkan 3.300 orang, seperti dilansir Israel Public Broadcasting Korporasi (KAN). KAN juga mengatakan, 350 warga Israel yang terluka berada dalam kondisi kritis.

Pejabat Israel menyatakan ada anak-anak yang terbunuh dalam serangan Hamas pada Sabtu pekan lalu. Kendati demikian, sejauh ini jumlahnya tak terverifikasi. Klaim bahwa pasukan Hamas memenggal bayi-bayi di Israel seperti yang ikut digaungkan Presiden AS Joe Biden juga diakui tak ada buktinya.

 

Jumlah anak-anak yang gugur di Gaza kemungkinan masih bertambah menyusul kelakuan Israel yang tak hanya membombardir Gaza tapi juga memutus seluruh akses kebutuhan hidup ke wilayah yang diblokade sejak 16 tahun lalu itu. Sementara jumlah yang dibunuh Israel tahun ini sudah melampaui jumlah korban anak-anak dalam penyerangan sebelumnya.

Pada Agustus 2022, 44 anak-anak Palestina dibunuh di Gaza, lima diantaranya dibantai tentara Israel saat mengunjungi makam kakek mereka di Falluja. Pada Mei 2021, 68 anak-anak Palestina dibunuh Israel di Gaza. Pada Juli-Agustus 2014, 459 anak dibunuh bom Israel di Gaza. Baru saja pada Mei lalu, lima anak-anak juga dibunuh bom Israel di Gaza. Sepanjang 2023 ini, tentara Israel menembak mati 34 anak-anak dan remaja di Tepi Barat.

Konflik dimulai pada hari Sabtu ketika Hamas memulai Operasi Banjir Al-Aqsa terhadap Israel, sebuah serangan mendadak multi-cabang yang mencakup rentetan peluncuran roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut dan udara.

Hamas mengatakan operasi tersebut merupakan upaya penghabisan membebaskan Palestina dari penindasan berpuluh tahun Israel yang telah menewaskan ribuan warga Palestina termasuk lebih dari 2.000 anak-anak. Hamas juga berdalih penyerangan sebagai pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki dan meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina.

Militer Israel kemudian melancarkan Operasi Pedang Besi terhadap sasaran Hamas di Jalur Gaza. Respons Israel meluas hingga memotong pasokan air dan listrik ke Gaza, yang semakin memperburuk kondisi kehidupan di wilayah yang terkepung sejak tahun 2007.

Kamar mayat di rumah sakit terbesar di Gaza penuh sesak pada Kamis karena jenazah datang lebih cepat daripada yang dapat diterima oleh kerabat mereka pada hari keenam pemboman udara besar-besaran Israel di wilayah berpenduduk 2,3 juta orang itu.

Dengan banyaknya warga Palestina yang terbunuh setiap hari dalam serangan Israel, petugas medis di daerah kantong yang terkepung mengatakan mereka kehabisan tempat untuk menyimpan sisa-sisa yang diambil dari serangan terbaru atau yang diambil dari reruntuhan bangunan yang hancur.

Kamar mayat di rumah sakit Al Shifa di Kota Gaza hanya mampu menampung sekitar 30 jenazah dalam satu waktu, dan para pekerja harus menumpuk tiga jenazah di luar ruang pendingin dan meletakkan lusinan jenazah lagi, secara berdampingan, di tempat parkir. Ada yang ditaruh di tenda, ada pula yang tergeletak di atas semen, di bawah sinar matahari.

“Kantong jenazah mulai berdatangan dan terus berdatangan dan sekarang menjadi kuburan,” kata Abu Elias Shobaki, perawat di Shifa, tentang tempat parkir. “Saya lelah secara emosional dan fisik. Saya hanya harus menahan diri untuk tidak memikirkan betapa buruknya keadaan yang akan terjadi.”

Sementara, Israel bersiap menghadapi kemungkinan invasi darat ke Gaza untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade. Serangan darat kemungkinan akan meningkatkan jumlah korban jiwa warga Palestina, yang telah melampaui empat perang berdarah terakhir antara Israel dan Hamas.

Banyaknya korban jiwa yang berdatangan telah mendorong sistem ini mencapai batas kemampuannya di wilayah yang telah lama diblokade. Rumah sakit di Gaza kekurangan pasokan pada saat normal, namun kini Israel telah menghentikan aliran air dari perusahaan air nasionalnya dan memblokir aliran listrik, makanan, dan bahan bakar ke wilayah pesisir tersebut.

“Kami berada dalam situasi kritis,” kata Ashraf al-Qidra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza. “Ambulans tidak bisa menjangkau korban luka, korban luka tidak bisa mendapatkan perawatan intensif, korban meninggal tidak bisa dibawa ke kamar mayat.”

Di lapangan, kisah-kisah yang keluar dari warga Palestina memilukan hati. Salah satunya datang dari Muhammad Ahmed. Ia menuturkan, meninggalkan rumah untuk bekerja pada Rabu dari kamp pengungsi Jabalia di utara Gaza, istri dan anak-anaknya sempat khawatir dia akan menjadi korban pemboman Israel.

Sekitar tiga puluh menit setelah istrinya mengirim pesan kepadanya untuk memeriksa apakah dia baik-baik saja, dua serangan udara Israel merobohkan bangunan tempat tinggal tiga lantai mereka. Serangan itu membunuh seluruh keluarganya, termasuk istri dan anak-anaknya, saudara kandung, keponakan laki-laki, dan saudari iparnya. Ahmed, yang bekerja memasok air minum ke warga Gaza, kembali ke rumah dan mendapati rumahnya hancur menjadi puing-puing.

Keempat anaknya, Haidi (1 tahun), Qussai (3), Sidra (6), dan Linda (7), sedang bermain dengan sepupu mereka yang berusia dua tahun, Ubaida, ketika rumah mereka dibom pada pukul 11.30 waktu setempat. “Sidra sangat ketakutan. Dia merasa ngeri dengan suara bom tersebut. Tapi saudara perempuannya, Linda, selalu menghiburnya,” kata Ahmed kepada Middle East Eye. “Saat saya berangkat kerja, dia dan ibunya khawatir saya akan terbunuh. Tapi mereka malah pergi duluan.”

Ahmed mengatakan bahwa keponakannya yang berusia satu bulan, Yamen, ditemukan meninggal dalam posisi menyusui ibunya di bawah reruntuhan. “Yamen menderita meningitis dan saya membawanya ke dokter sehari sebelumnya. Dia baru berusia satu bulan dan dia sedang disusui ketika serangan udara menghantam rumahnya,” tambah Ahmed.

“Awak pertahanan sipil membutuhkan waktu berjam-jam hingga mereka dapat mengambil jenazah mereka karena gedung tiga lantai berada di atas mereka,” lanjutnya. “Sampai saat ini, jenazah adik saya Haifa yang berprofesi sebagai insinyur masih tertimbun reruntuhan.”

Ditarik dari reruntuhan rumahnya di Jabalia, bersama dengan sekitar 100 orang lainnya yang gugur atau terluka, seorang bayi berusia tiga bulan selamat namun sempat tak diketahui keberadaannya selama berjam-jam.

Dalam upaya menyatukan kembali bayi tersebut dengan keluarganya, Kementerian Kesehatan di Gaza merilis video di mana seorang dokter mendekatkan bayi tersebut ke kamera dan meminta keluarga untuk menghubungi rumah sakit jika mereka mengenalinya.

“Pesawat tempur Israel membom mereka, membunuh orang tuanya, dan dia tertinggal di antara reruntuhan. Kami menemukannya beberapa waktu lalu dan masih mencari keluarganya,” kata dokter.

Diidentifikasi sebagai Qassem al-Kafarna, bayi tersebut bertemu kembali dengan keluarganya beberapa jam kemudian. Menurut kerabatnya, ayah bayi tersebut, saudara laki-lakinya, dan empat sepupunya syahid dalam serangan udara tersebut.

Di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan, pada Rabu serangan udara Israel menghantam sebuah rumah tempat keluarga Abutair berlindung sehari sebelumnya. Serangan tersebut menewaskan dua anak, Firas (14 tahun) dan Ahmed (11), sementara saudara ketiga mereka, Kamal, dan ayah mereka, yang masih berada di unit perawatan intensif, selamat.

Duduk di kursi roda dengan lengan terbalut gips panjang, Kamal tampak dalam video yang beredar di media sosial sambil menangis histeris, mengenang kejadian saat ia dan adiknya tertimpa reruntuhan. “Kami sedang tidur. Saya terbangun karena suara ledakan…Kakak saya meneriakkan nama saya ‘Kamal, Kamal’. Wallahi dia masih hidup, tapi karena ada batu di mulutnya, dia tidak bisa meneriakkan nama saya”, kata anak laki-laki itu.

“Firas, tolong jawab aku, Firas […] Aku ingin menciumnya, aku ingin menciumnya,” serunya, sebelum seorang petugas kesehatan membawanya ke tubuh saudaranya dan membantunya mengucapkan selamat tinggal.

Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, setidaknya 60 enam puluh persen korban dalam pemboman Israel di Gaza adalah anak-anak dan perempuan.

 

Sumber: republika

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!