NewsINH, Jakarta – Sekretaris Jenderal Rabithah ‘Alam Islami atau Liga Muslim Dunia, Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Issa, menyerukan kepada seluruh negara dan organisasi di dunia untuk bersatu dalam menghentikan kekerasan.
“Kami menyerukan negara dan organisasi bersatu dalam bekerja keras untuk menghentikan semua perang,” ujar Syekh al-Issa saat menyampaikan pidato kunci pada R20 International Summit of Religious Authorities (R20 ISORA) yang digelar PBNU di Park Hyatt, Jakarta, Senin (27/11/2023).
Syekh al-Issa menegaskan, seruan itu khusus ditujukan untuk menghentikan perang yang terjadi di Gaza, Palestina. Ulama asal Arab Saudi itu juga menegaskan, pertemuan R20 ISORA ini perlu dicari solusi yang berkelanjutan untuk menuntaskan persoalan-persoalan yang terjadi. “Dan mencari solusi berkelanjutan untuk konflik ini,” ucap dia.
Syekh al-Issa menyampaikan, peperangan menimbulkan ratusan juta korban jiwa. Dalam penelitian, dia menjelaskan, ada 170 juta orang yang menjadi korban peperangan. Ia juga menegaskan bahwa peperangan hanya menghadirkan egosentrisme, barbarisme, dan hukum rimba yang berujung pada perusakan kehidupan.
Pendirian organisasi internasional pascaperang dunia kedua, menurut Syekh al-Issa, dalam beberapa hal tidak ditindaklanjuti secara serius. Konflik yang terjadi di Palestina menjadi satu bukti hal tersebut. “Semua perang menceritakan kisah kegagalan manusia,” kata dia.
Oleh karena itu, moral mestinya menjadi landasan sebagaimana agama hadir di dunia. Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadisnya bahwa ia diutus dalam rangka untuk memperbaiki akhlak manusia menjadi mulia.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam sambutannya menyampaikan bahwa penyelenggaraan R20 ISORA ini merupakan kesepakatan jejaring tokoh agama dunia di R20. “Para pemimpin agama bersepakat untuk menyelenggarakan forum ini dan dituanrumahi NU,” ujar Gus Yahya.
Forum R20 ISORA mengangkat tema “Peran Agama dalam Mengatasi Kekerasan di Timur Tengah dan Ancaman terhadap Tatanan Internasional Berbasis Aturan”. Pembukaan forum internasional ini dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan hadir pula 30 tokoh agama dunia.
Gus Yahya menutup forum R20 International Summit of Religious Authorities (ISORA) 2023. Penutupan dilakukan dengan membacakan “R20 ISORA Call to Action”, yaitu seruan aksi bersama untuk melakukan tindakan.
Gus Yahya mengatakan, apa yang dihasilkan dari Konferensi R20 ISORA akan menjadi suara yang mewakili aspirasi para peserta dan dapat didengar oleh banyak pihak. Para pemuka agama mempunyai kepentingan tersendiri agar benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari sesama umat manusia yang ada di wilayah mereka masing-masing.
“Kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” kata Gus Yahya dalam sesi penutup R20 ISORA di Hotel Park Hyatt, Jakarta, Senin (27/11/2023).
Gejolak dunia saat ini dipicu oleh pertentangan kepentingan ekonomi dan politik. Dalam hal ini, menurut Gus Yahya, para pemuka agama berperan penting untuk benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Berfokus pada tindakan nyata, dia juga mengumumkan niatan Indonesia untuk menindaklanjuti hal ini dengan gerakan doa bersama lintas agama.
Dalam pembicaraannya dengan Presiden RI Joko Widodo, Gus Yahya telah memerinci gagasannya tentang inisiasi gerakan doa bersama yang melibatkan seluruh umat beragama di Indonesia. Ide tersebut mencakup penyelenggaraan satu bulan doa, bukan hanya pada satu hari tertentu dan akan diikuti oleh umat beragama di sejumlah tempat di seluruh Indonesia.
Tujuannya, kata Gus Yahya, adalah menciptakan gerakan bersama untuk meredakan gejolak dunia yang saat ini disebabkan oleh berbagai pertentangan kepentingan global. “Idenya adalah mengadakan satu bulan doa bukan sekadar satu hari, yang diikuti oleh seluruh umat beragama di Indonesia yang diadakan di berbagai tempat di seluruh negeri,” tuturnya.
Adapun R20 ISORA Call to Action dalam rangka menjadikan agama sebagai sumber solusi global adalah sebagai berikut:
1. Mengingat otoritas agama mempunyai tanggung jawab moral dan spiritual untuk memastikan bahwa agama mereka masing-masing berfungsi sebagai sarana saling pengertian dan rekonsiliasi, dan bukannya melanggengkan siklus primordial kebencian, tirani, dan kekerasan yang berbasis identitas.
2. Mengingat konsensus internasional yang terkandung dalam Piagam PBB, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia memberikan satu-satunya kerangka kerja yang ada saat ini dan dapat diterapkan untuk menyelesaikan konflik berbasis identitas, termasuk konflik yang terjadi antaragama, dan kekerasan yang dilakukan atas nama agama.
3. Bahwa kegagalan aktor-aktor global untuk menghormati dan menjunjung tinggi konsensus internasional pasca-Perang Dunia II sebagaimana tertuang dalam kerangka PBB dan UDHR merupakan penyebab utama ketidakstabilan dan konflik di seluruh dunia.
4. Bahwa otoritas agama yang bertindak demi Tuhan dan kemanusiaan, harus bekerja sama secara gigih dan tegas untuk memvalidasi, melestarikan, dan memperkuat konsensus internasional pascaperang dan menuntut konsistensi dari semua pihak dalam penerapannya.
5. Meskipun upaya-upaya ini tidak cukup hanya terbatas pada seruan keagamaan tradisional saja. Hal ini harus dilengkapi dengan strategi jangka panjang yang disengaja untuk memobilisasi kekuatan kolektif agama, termasuk dukungan orang-orang dari semua agama, dalam gerakan bersama untuk mencapai tujuan mulia ini.
Karena itu, para pemuka agama dalam Forum R20 ISORA 2023 mendesak otoritas agama dari setiap keyakinan dan negara untuk mengerahkan kekuatan dan pengaruh komunitas masing-masing agar berdampak pada kalangan pengambil keputusan, menghentikan konflik bersenjata yang terjadi di Timur Tengah, Eropa, Afrika Sub-Sahara, dan wilayah lain di dunia, dan mengembangkan mekanisme dialog dan negosiasi yang efektif yang dapat mengarah pada penyelesaian konflik secara damai.
Sumber: Republika