Agresi dan Genosida Israel di Gaza Tinggalkan Bencana Lingkungan dan Krisis Kemanusiaan

Agresi dan Genosida Israel di Gaza Tinggalkan Bencana Lingkungan dan Krisis Kemanusiaan

NewsINH, Gaza – Serdadu Israel masih melanjutkan serangannya ke Gaza selama setahun lebih, dengan menggunakan metode ilegal seperti penggunaan bom fosfor putih yang menyebabkan tidak hanya krisis kemanusiaan, tetapi juga kehancuran lingkungan. Kencuran kota-kota di Gaza baik yang berada di wilayah Utara, Tengah maupun selatan tak bisa dihindari.

Serangan Israel, yang dimulai pada 7 Oktober 2023 silam telah merenggut nyawa lebih dari 45 ribu lebih orang dan melukai lebih dari 96.800 lainnya.

Ribuan orang mengungsi, terpaksa tinggal di tenda-tenda atau tempat penampungan yang diubah seperti sekolah dan rumah sakit yang didirikan oleh organisasi-organisasi kemanusiaan. Selain krisis kemanusiaan, pemboman dan serangan darat Israel telah meninggalkan kerusakan lingkungan besar-besaran.

Kantor media pemerintah Gaza mengatakan bahwa Israel telah menjatuhkan lebih dari 85.000 ton bom ke Gaza, hampir enam kali lipat jumlah yang dijatuhkan di Hiroshima selama Perang Dunia II.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Queen Mary di London, bangunan di Gaza telah rusak atau hancur antara 54 persen hingga 75 persen akibat serangan Israel.

Serangan tersebut juga menyebabkan emisi CO2 antara 420.000 hingga 652.000 ton hanya dalam 120 hari pertama tahun 2024—melampaui emisi karbon tahunan 26 negara dan kawasan.

Berdasarkan hukum internasional, salah satu faktor lingkungan yang paling memprihatinkan adalah penggunaan bom fosfor putih yang dilarang di wilayah berpenduduk padat.

Kelompok hak asasi manusia Amnesty International telah mendokumentasikan penggunaan peluru fosfor putih oleh militer Israel di wilayah padat penduduk di Gaza dengan bukti yang kuat, termasuk foto-foto yang dihimpun oleh sejumlah media.

Fosfor putih dapat bertahan di tanah dan air selama bertahun-tahun, awalnya dapat membunuh tanaman yang bersentuhan dengannya. Dalam jangka panjang, bahan kimia itu dapat bertindak sebagai pupuk, menyebabkan pertumbuhan tanaman, alga, dan organisme lain yang berlebihan.

Krisis air semakin parah

Selain target militer, Israel juga menyerang infrastruktur penting di Gaza seperti saluran listrik, yang membuat wilayah tersebut gelap gulita.

Serangan terhadap jaringan pipa air juga menyebabkan krisis air. Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa pada delapan bulan pertama konflik, sekitar 67 persen fasilitas dan infrastruktur air dan sanitasi telah hancur atau rusak.

 

Menurut laporan yang dirilis oleh lembaga Oxfam, di saat seseorang membutuhkan 15 liter air setiap hari untuk bertahan hidup selama keadaan darurat, warga Gaza saat ini hanya dapat mengakses 4,74 liter untuk makanan dan kebersihan. Hal ini menunjukkan penurunan ketersediaan air sebesar 94 persen dibandingkan dengan tingkat sebelum konflik.

Pemblokiran Israel terhadap aliran air ke Gaza telah memperburuk krisis, memaksa penduduk setempat menggunakan air sumur yang terkontaminasi.

Pasukan Israel juga telah menyerang jalur distribusi air beberapa kali, dan pada 17 Oktober tahun lalu, mereka membunuh dua anak yang pulang ke rumah sambil membawa kendi air.

Penumpukan sampah dan wabah penyakit

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh LSM Belanda PAX for Peace menyoroti akumulasi ratusan ribu ton sampah padat di seluruh wilayah akibat rusaknya kendaraan pengangkut sampah dan terbatasnya akses ke area pengumpulan sampah oleh tentara Israel.

Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari 85 persen penduduk Gaza mengungsi, dan 62 persen bangunan di daerah itu telah berubah menjadi puing-puing.

Data dari Pemerintah Kota Gaza menunjukkan bahwa sedikitnya 100.000 ton sampah padat telah menumpuk di seluruh kota. Limbah medis, bahan kimia, dan bahan radioaktif yang meresap ke dalam tanah dan air bawah tanah telah menyebabkan penyebaran penyakit seperti Hepatitis B dan Hepatitis C.

Kontaminasi tanah dan air juga memengaruhi rantai makanan, membuat manusia dan hewan terpapar bahan kimia berbahaya.

Pada 4 Maret 2024, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa sekitar satu juta kasus penyakit menular telah tercatat di daerah kantong tersebut, terdapat sekitar 2,3 juta warga Palestina yang tinggal di wilayah tersebut.

Beban karbon yang berasal dari reruntuhan

PBB telah memperingatkan bahwa dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membersihkan 23 juta ton puing akibat serangan Israel di Gaza. Diperkirakan antara 156.000 hingga 200.000 bangunan termasuk rumah warga sipil, rumah sakit, dan sekolah telah rusak atau hancur.

Rekonstruksi bangunan-bangunan ini diperkirakan akan menghasilkan 46,8 juta hingga 60 juta ton emisi CO2—setara dengan emisi tahunan lebih dari 135 negara dan wilayah serta sebanding dengan emisi gabungan Swedia dan Portugal.

 

Sumber: Berbagaisumber

PBB: Satu Anak Meninggal Setiap Jam di Gaza Akibat Serangan Israel

PBB: Satu Anak Meninggal Setiap Jam di Gaza Akibat Serangan Israel

NewsINH, GAZA – Setidaknya 14.500 anak Palestina telah meninggal dunia dalam serbuan Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza sejak tahun lalu, menurut Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Selasa (24/12/2024) kemarin.

“Setiap jam, satu anak tewas. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah banyak nyawa yang terputus,” ungkap UNRWA dalam sebuah pernyataan.

“Membunuh anak-anak tidak dapat dibenarkan. Mereka yang selamat pun terluka secara fisik dan emosional,” lanjut pernyataan itu.

Tanpa akses ke pendidikan, menurut UNRWA, anak-anak Palestina di Gaza terpaksa mengais-ngais puing-puing bangunan.

“Waktu terus berjalan bagi anak-anak ini. Mereka kehilangan nyawa, masa depan, dan terutama harapan,” tambah pernyataan tersebut.

Israel terus melancarkan perang genosida di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meskipun Dewan Keamanan PBB telah menyerukan gencatan senjata segera.

Lebih dari 45.300 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, telah tewas dan lebih dari 107.700 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga sedang menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza.

 

Sumber: Anadolu/Antara

‘Gaza tak Lagi Layak untuk Ditinggali Manusia’

‘Gaza tak Lagi Layak untuk Ditinggali Manusia’

NewsINH, Gaza – Koordinator Kemanusiaan PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, Muhannad Hadi, menggambarkan situasi di salah satu lokasi pengungsian di Gaza utara kian menyedihkan. Ia mengatakan bahwa ‘ini bukanlah tempat yang cocok untuk kelangsungan hidup manusia.

“Penderitaan ini harus diakhiri dan perang harus dihentikan. Situasinya di luar imajinasi,” ujarnya dilansir WAFA, kemarin. Hadi mengatakan dalam kunjungan pertamanya ke wilayah tersebut sejak dimulainya operasi militer Israel terbaru di Jalur Gaza utara bahwa ia mendengar cerita-cerita mengerikan dari orang-orang yang ditemuinya di Jalur Gaza utara.

Ia menekankan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menanggung apa yang dialami orang-orang di Jalur Gaza. “Mereka adalah korban perang ini, merekalah yang menanggung akibat dari perang ini – anak-anak di sekitar saya, perempuan, orang tua,” tambahnya.

“Apa yang saya lihat sekarang sangat berbeda dengan apa yang saya lihat di Gaza utara pada September lalu. Di sekolah ini, ada 500 orang yang tinggal di sana, sekarang ada lebih dari 1.500 orang. Ada kekurangan makanan, limbah di mana-mana, dan limbah serta sampah tersebar.”

Pejabat PBB tersebut mengunjungi ruang belajar sementara yang disebut Al-Nayzak di Jalan Al-Jalaa yang sudah rusak, di mana tenda-tenda juga telah didirikan untuk memberikan tingkat pendidikan minimum, dan merupakan tempat yang aman bagi anak-anak di lingkungan tersebut untuk belajar. dengan kengerian yang mereka alami sejak perang dimulai pada Oktober tahun lalu.

Kantor berita WAFA melansir seorang ibu Palestina dan ketiga anaknya syahid kemarin dalam pemboman pendudukan Israel terhadap sebuah rumah di kota Beit Lahia, sebelah utara Jalur Gaza.

Sumber lokal mengatakan bahwa pesawat tempur pendudukan Israel membom sebuah rumah milik keluarga al-Radeei’, yang menyebabkan pembunuhan ibu dan ketiga anaknya, dan suaminya ditahan oleh pasukan Israel.

Pesawat-pesawat tempur pendudukan Israel juga melancarkan serangan udara di sekitar bundaran barat di kota Beit Lahia, sementara artileri pendudukan menembakkan pelurunya ke Jabalia dan proyek Beit Lahia.

Jumlah warga sipil yang syahid sejak dimulainya agresi Israel yang tiada henti di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, meningkat menjadi 43.391 orang, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Sekitar 102.347 lainnya terluka.

Ribuan korban masih belum ditemukan; entah terkubur di bawah reruntuhan atau berserakan di sepanjang jalan, karena tim penyelamat menghadapi tantangan besar dalam menjangkau mereka karena serangan Israel yang sedang berlangsung dan banyaknya puing.

WAFA juga mengutip sumber-sumber medis yang mengumumkan pada Rabu bahwa sejumlah orang yang terluka di Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara kehilangan nyawa mereka karena kurangnya dokter spesialis bedah. Selain itu, sebagian besar korban luka tiba di rumah sakit dengan berjalan kaki, karena tidak ada satupun ambulans di Jalur Gaza utara.

Sumber tersebut mengatakan kepada WAFA bahwa tentara pendudukan Israel menahan sebagian besar staf medis 10 hari yang lalu, dan hanya dua dokter dan beberapa perawat yang masih bertugas. Mereka menunjukkan bahwa banyak orang yang terluka meninggal di jalanan karena mereka tidak dapat mencapai rumah sakit.

Sumber tersebut menambahkan bahwa sejumlah anak-anak dan staf medis terluka kemarin dan lusa akibat pemboman langsung dan acak oleh tentara pendudukan Israel terhadap gedung-gedung yang berafiliasi dengan rumah sakit.

Mereka menunjukkan bahwa meskipun ada permohonan yang dibuat oleh administrasi rumah sakit kepada dunia dan lembaga-lembaga internasional dan kemanusiaan, mereka tidak menerima tanggapan apa pun.

Pasukan pendudukan Israel melanjutkan agresi dan kejahatan genosida di wilayah utara Jalur Gaza, selama 33 hari berturut-turut, melalui pemboman darat dan udara yang intensif, dan pengepungan ketat yang mencegah masuknya makanan, air dan obat-obatan untuk memaksa warga mengungsi. selatan.

Selama 33 hari, agresi di wilayah utara menewaskan sekitar seribu orang dan menyebabkan ratusan orang terluka dan ditahan, serta kehancuran seluruh lingkungan pemukiman dan pengungsian ribuan warga ke selatan.

Pasukan pendudukan Israel masih mencegah tim medis menjangkau korban luka di Jalur Gaza utara untuk memberi mereka bantuan medis, mengingat penangguhan layanan kesehatan, pertahanan sipil, ambulans, dan layanan darurat.

 

Sumber: Republika

12 Hari Digempur Israel, 200 Ribu Warga Gaza Utara Sulit Akses Makanan

12 Hari Digempur Israel, 200 Ribu Warga Gaza Utara Sulit Akses Makanan

NewsINH, Gaza – Sedikitnya 200.000 warga Palestina di kamp Jabalia, Jalur Gaza bagian utara berada dalam kondisi tanpa pasokan pangan, air, atau obat-obatan selama 12 hari berturut-turut diserbu Israel tanpa jeda. Menurut laporan Pertahanan Sipil Gaza pada Rabu (16/10/2024) kemarin, warga Palestina di kamp pengungsi Jabalia terputus akses untuk memperoleh kebutuhan dasar.

Sementara militer Israel secara brutal terus membombardir dan menghancurkan bangunan serta infrastruktur di Provinsi Gaza Utara. Pernyataan tersebut menambahkan bahwa banyak warga sipil tewas tertimbun reruntuhan dan di jalanan, tanpa ada cara untuk mengevakuasi jenazah mereka karena militer Israel menargetkan setiap objek yang bergerak.

Pernyataan itu juga menegaskan bahwa Jabalia sedang dihancurkan secara sistematis dan menghadapi kematian dalam skala besar. Sebelumnya, saksi mata mengatakan kepada Anadolu bahwa tentara Israel melakukan penghancuran luas, membakar, dan merobohkan bangunan serta rumah-rumah di kamp pengungsi tersebut.

Ledakan dilaporkan terjadi di wilayah itu, yang dikaitkan dengan operasi penghancuran yang dilakukan oleh pasukan Israel, tambah para saksi. Tentara Israel melancarkan operasi militer di Gaza utara pada 6 Oktober di tengah pengepungan ketat di wilayah tersebut, dengan alasan bahwa serangan itu bertujuan untuk mencegah Hamas memperoleh kekuatannya kembali di daerah tersebut.

Warga Palestina membantah klaim Israel, dengan mengatakan bahwa serangan mematikan itu bertujuan untuk memaksa mereka meninggalkan daerah tersebut selamanya. Sejak saat itu, lebih dari 342 orang tewas di tengah kehancuran besar di seluruh wilayah itu, menurut pihak berwenang Palestina.

Operasi 12 hari Israel tanpa jeda itu adalah operasi darat ketiga yang dilakukan tentara Israel di kamp Jabalia sejak genosida yang sudah berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Israel telah meluncurkan serangan brutal di Gaza sejak tahun lalu, yang telah menewaskan lebih dari 42.400 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 99.000 lainnya.

Konflik ini telah meluas ke Lebanon, di mana Israel meluncurkan serangan mematikan di seluruh negeri tersebut, menewaskan lebih dari 1.500 orang dan melukai lebih dari 4.500 lainnya sejak 23 September.

Meskipun ada peringatan internasional bahwa Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan tanpa henti Israel terhadap Gaza dan Lebanon. Tel Aviv memperluas konflik dengan melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.

 

Sumber: Anadolu/Antara

Krisis Kemanusiaan di Gaza jadi Topik Utama Pembahasan Parlemen Eropa

Krisis Kemanusiaan di Gaza jadi Topik Utama Pembahasan Parlemen Eropa

NewsINH, Paris – Serangan Israel yang terus berlanjut terhadap Gaza serta dampaknya yang parah terhadap perempuan dan anak-anak menjadi fokus utama pembahasan dalam sidang Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE) di Strasbourg, Prancis.

Seiring meningkatnya kekerasan di seluruh Timur Tengah, beberapa anggota parlemen menyatakan prihatin terhadap krisis kemanusiaan di Gaza dan mendesak tindakan internasional segera.

Dalam sidang yang didedikasikan untuk situasi di Gaza, Saskia Kluit, anggota parlemen Belanda dan pelapor PACE mengenai krisis kemanusiaan, menyoroti tingkat kehancuran dan pengungsian yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.

Ia menekankan bahwa kekerasan telah mencapai tingkat kritis, tanpa adanya tempat yang aman bagi hampir 2 juta penduduk di kawasan padat penduduk tersebut.

Kluit menekankan kenyataan pahit yang dihadapi oleh masyarakat Gaza, dan mencatat bahwa pemboman yang konstan telah memaksa 9 dari setiap 10 orang untuk meninggalkan rumah mereka.

“Orang-orang di Gaza terus bergerak untuk menghindari bahaya, tetapi tidak mungkin bagi mereka untuk melarikan diri. Tidak ada tempat yang aman,” ujarnya, menggambarkan bagaimana seluruh keluarga terjebak dan terlantar tanpa tempat tujuan.

Ia juga membagikan statistik yang mengkhawatirkan, mengungkapkan bahwa 41.000 orang telah kehilangan nyawa dalam konflik tersebut, dengan nama-nama anak-anak saja memenuhi 215 halaman.

Kluit memperingatkan bahwa situasi dapat semakin memburuk karena sistem kesehatan Gaza mendekati kolaps, meninggalkan banyak orang, terutama anak-anak, tanpa perawatan medis dasar.

“Sekitar 17.000 anak tidak lagi bersama keluarga mereka, dan banyak yang harus mengambil peran sebagai pengasuh,” kata Kluit, menggambarkan trauma psikologis jangka panjang yang dihadapi anak-anak Gaza.

Kluit menyerukan tekanan internasional segera untuk memfasilitasi gencatan senjata dan memastikan jalur yang aman bagi bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.

Senada, anggota parlemen Swiss, Pierre-Alain Fridez, membandingkan kehancuran di Gaza dengan fenomena “kiamat.” Ia melukiskan gambaran suram mengenai wilayah tersebut, menyatakan bahwa 80 persen Gaza telah berubah menjadi puing-puing akibat serangan Israel.

“Gaza berada dalam keputusasaan total hari ini,” kata Fridez, menambahkan bahwa penduduknya berjuang untuk bertahan hidup dengan hanya sedikit bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah tersebut.

Fridez menyerukan upaya mendesak untuk menetapkan gencatan senjata dan memungkinkan pasokan penting seperti makanan, air, dan obat-obatan mencapai warga sipil Palestina di Gaza.

Penderitaan Perempuan dan Anak-Anak

Anggota parlemen Italia, Aurora Floridia, fokus menyoroti penderitaan perempuan dan anak-anak di Gaza, menekankan bahwa Dewan Eropa harus memprioritaskan perlindungan mereka.

Dengan infrastruktur kesehatan Gaza yang kolaps, Floridia memperingatkan bahwa wanita hamil dan lansia berada pada risiko yang sangat tinggi, dengan kekurangan pasokan medis yang memperburuk krisis.

Ia mendesak tindakan segera untuk memastikan akses kelompok rentan terhadap perawatan kesehatan, air bersih, dan listrik.

Anggota parlemen AK Party dari Ankara, Turki, Zeynep Yildiz, menyampaikan kritik tajam terhadap ketidakpedulian komunitas internasional menghadapi tindakan Israel di wilayah pendudukan Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Yildiz mengingat kembali pembunuhan aktivis Ayenur Ezgi Eygi oleh pasukan Israel selama protes damai di Tepi Barat dan menunjukkan “standar ganda” komunitas internasional.

Ia mencatat selama tahun lalu, Israel membunuh 224 pembela hak asasi manusia dan pekerja kemanusiaan, serta 134 jurnalis, tetapi hampir tidak menghadapi pertanggungjawaban.

Yildiz juga mengutuk apa yang ia sebut sebagai kegagalan global untuk menghentikan agresi brutal Israel, serta menuduh para pemasok senjata yang mengabaikan konsekuensi dari tindakan mereka.

“Agresi Israel yang tidak terkontrol mengancam stabilitas regional dan global serta memerlukan sanksi yang konkret,” tegasnya, menyerukan kepada negara-negara untuk mengevaluasi kembali dukungan mereka terhadap Israel.

 

Sumber: Anadolu/Antara

Kematian Warga Sipil di Gaza Menerikan, Utusan PBB: Kehancuran Sangat Besar

Kematian Warga Sipil di Gaza Menerikan, Utusan PBB: Kehancuran Sangat Besar

NewsINH, Gaza – Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah pada mengecam jumlah kematian warga sipil Palestina selama serbuan Israel di Jalur Gaza.

“Hari ini, saya kembali ke Gaza dan menyaksikan secara langsung dampak bencana serbuan Israel. Skala kehancuran sangat besar, kebutuhan kemanusiaan sangat besar dan terus meningkat, serta warga sipil terus menanggung beban konflik ini,” kata Tor Wennesland dalam sebuah pernyataan resmi dikutipo dari anadolu, Rabu (4/9/2024).

“Saya secara tegas mengutuk jumlah kematian sipil yang mengerikan di Gaza,” tambahnya.

Wennesland telah mengunjungi pusat vaksinasi polio, dan menambahkan bahwa kemunculan kembali penyakit tersebut “merupakan ancaman lain bagi anak-anak di Jalur Gaza. Saya menyambut baik adanya jeda kemanusiaan untuk memungkinkan kampanye vaksinasi berlangsung.”

PBB meluncurkan kampanye vaksinasi polio untuk anak-anak di bawah usia 10 tahun di Jalur Gaza tengah pada Minggu (1/9), setelah penyakit tersebut terdeteksi di sana untuk pertama kalinya dalam 25 tahun.

Dengan menegaskan kembali seruannya untuk melaksanakan gencatan senjata, Wennesland mengatakan ia akan terus terlibat dengan semua pemangku kepentingan.

“Sebuah kesepakatan sangat penting untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi ketegangan regional, dan memungkinkan PBB, bekerja sama dengan Otoritas Palestina, untuk mempercepat upaya dalam memenuhi kebutuhan mendesak penduduk Gaza.

“Konflik yang sedang berlangsung ini telah menghancurkan kehidupan banyak keluarga. Ini harus dihentikan,” lanjutnya.

Perang yang sedang berlangsung di Gaza telah menewaskan lebih dari 40.700 warga Palestina, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 94.100 orang lainnya, menurut otoritas kesehatan setempat.

Blokade yang terus berlangsung di wilayah tersebut telah menyebabkan kekurangan parah makanan, air bersih, dan obat-obatan, yang membuat sebagian besar wilayah tersebut hancur.

 

Sumber: Anadolu

Biadab,!!! Israel Cegat Pasokan Bahan Bakar Masuk ke Gaza

Biadab,!!! Israel Cegat Pasokan Bahan Bakar Masuk ke Gaza

NewsINH, Gaza – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyuarakan keprihatinannya mengenai kekurangan bahan bakar di Jalur Gaza, dan mengatakan Israel masih tidak mengizinkan bahan bakar bagi bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah itu.

“Kurangnya listrik dan bahan bakar terus berdampak pada penyedia layanan dasar, termasuk rumah sakit, ambulans, toko roti, dan truk bantuan,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric baru-baru ini.

Dia menyebutkan bahwa dalam dua minggu terakhir PBB mampu mengumpulkan rata-rata 80.000 liter bahan bakar per hari, yaitu naik dari sekitar 45.000 liter setiap hari dalam dua minggu terakhir Juni.

Kendati kenaikan itu menunjukkan kemajuan, kata Dujarric memperingatkan, kebutuhan bahan bakar untuk operasi kemanusiaan yang paling mendasar adalah 400.000 liter per hari.

“… dan pihak berwenang Israel masih tidak mengizinkan alokasi bahan bakar untuk para pekerja kemanusiaan lokal, sehingga mencegah mereka mentransfer pasokan di Gaza,” ujarnya.

Terkait serangan udara di Gaza, dia mengatakan serangan tersebut dilaporkan telah menewaskan dan melukai puluhan korban.

“Salah satu serangan terjadi hanya beberapa ratus meter dari Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan di Deir al Balah yang digunakan oleh PBB dan mitra LSM kami,” tuturnya.

Mengenai pengungsian, Dujarric mengatakan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa aliran keluarga yang mengungsi dari Kota Gaza ke Deir al Balah terus terjadi. Sedikitnya ada 1.000 orang yang menyeberang dalam seminggu terakhir.

Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB soal pelaksanaan gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus dilancarkannya di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Sejak itu, menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 38.700 warga Palestina terbunuh –sebagian besar perempuan dan anak-anak– dan lebih dari 89.000 orang terluka.

Sembilan bulan setelah serangan Israel berlangsung, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah blokade yang melumpuhkan akses pada makanan, air bersih, dan obat-obatan.

 

Sumber : Anadolu/ Antara

Rafah dan Khan Yunis Jadi Sasaran Serangan Israel, 12 Warga Sipil Meninggal Dunia

Rafah dan Khan Yunis Jadi Sasaran Serangan Israel, 12 Warga Sipil Meninggal Dunia

NewsINH, Gaza – Lebih dari tiga bulan militer zionis Israel menyerang jalur Gaza Palestina, separuh lebih bangunan dan rumah-rumah warga rusak akibat serangan sporadis rudal tentara tersebut. Baru-baru ini 12 warga Palestina meninggal dan puluhan lainnya terluka dalam serangan udara Israel di kota Rafah dan Khan Younis di selatan Jalur Gaza.

Dikutip dari Anadolu, Jum’at (12/1/2024), sebuah pesawat tempur Israel menghantam rumah keluarga Abu Namous di Khan Younis. Tujuh orang meninggal seketika, termasuk wanita dan anak-anak, sementara 25 orang lainya terluka di Khan Younis.

Secara terpisah, lima orang dan banyak lainnya terluka dalam serangan terhadap sebuah rumah di wilayah utara Rafah dan tempat penampungan bagi para pengungsi.

Serangan udara juga dilaporkan menyebabkan banyak korban luka di timur laut Rafah.

Israel menggempur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 23.357 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai 59.410 lainnya, menurut otoritas kesehatan.

Sementara itu, sekitar 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Kelompok Pejuang Kemerdekaan Palestina yakni Hamas.

Dampak perang yang berkepanjangan ini, jutaan warga Gaza kehilangan tempat tinggal dan sanak keluarga. Tak hanya itu, mereka juga kehilangan mata pencaharian. Krisis kemanusiaan dan kelaparan pun terus mengancam keberlangsungan hidup mereka. Pasalnya, Israel belum sepenuhnya memberikan keleluasaan terhadap bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah tersebut.

 

Sumber: Anadolu

Tanpa Perawatan Medis, Anak-anak yang Diamputasi di Gaza Berisiko Alami Pembusukan

Tanpa Perawatan Medis, Anak-anak yang Diamputasi di Gaza Berisiko Alami Pembusukan

NewsINH, Gaza – Sudah tiga bulan militer Israel melakukan serangan besar-besaran di Jalur Gaza, Palestina. Tak hanya menelan banyak korban jiwa, dan merusak bangunan rumah dan fasilitas publik lainnya. Krisis medis di wilayah tersebut juga sangat memprihatinkan lantaran banyak rumah sakit yang rusak dan lumpuh total tak bisa melayani kesehatan.

Korban yang mendirita luka di jalur Gaza terpaksa hanya mendapatkan perawatan medis seadaanya dan jauh dari kata layak, seperti halnya yang dialami bocah berusia sebelas tahun yang bernama Noor.

Kaki kiri Noor hampir seluruhnya robek ketika rumahnya di kamp pengungsi Jabalia, Gaza, terkena bom Israel pada bulan Oktober lalu. Sekarang kaki kanannya, yang dipasangi batang logam berat dan empat sekrup yang dibor ke tulang, mungkin harus diamputasi.

“Ini sangat menyakitkan bagi saya. Saya khawatir mereka harus memotong kaki saya yang lain,” katanya dari ranjang rumah sakit, sambil menatap alat fiksasinya yang kikuk.

“Saya dulu berlari dan bermain, saya sangat bahagia dengan hidup saya, tapi sekarang ketika saya kehilangan kaki, hidup saya menjadi jelek dan saya sedih. Saya harap saya bisa mendapatkan anggota tubuh palsu.” kata Noor dikutip dari Middleeastmonitor, Senin (8/1/2024).

Di Gaza yang terkena dampak bom, generasi anak-anak yang diamputasi bermunculan ketika serangan balasan Israel sejak 7 Oktober telah menyebabkan korban luka ledakan dan remuk ketika senjata peledak menghancurkan blok perumahan bertingkat tinggi yang padat.

Pihak berwenang Israel sebelumnya mengatakan bahwa mereka berupaya meminimalkan kerugian terhadap warga sipil, namun mereka menggunakan ‘bom bodoh’ untuk menyerang Gaza, yang tidak terarah dan tidak pandang bulu.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan, para dokter dan pekerja bantuan mengatakan sistem medis yang runtuh di Gaza tidak tepat untuk memberikan anak-anak perawatan lanjutan yang rumit yang mereka butuhkan untuk menyelamatkan tulang mereka yang terpotong dan masih tumbuh. Hanya 30 persen petugas medis pra-konflik yang bekerja karena pembunuhan, penahanan dan pemindahan.

Lebih dari 1.000 anak telah menjalani amputasi kaki, terkadang lebih dari satu kali atau pada kedua kaki, pada akhir November, menurut badan anak-anak PBB UNICEF, dalam konflik yang menurut otoritas kesehatan Gaza hampir seperempat dari korban cedera terjadi pada anak-anak.

Kebersihan yang buruk dan kurangnya obat-obatan menyebabkan lebih banyak komplikasi dan amputasi pada cedera yang ada, beberapa di antaranya mungkin tidak dapat diselamatkan, kata para dokter.

“Banyak anggota tubuh yang tampaknya telah diselamatkan, memerlukan amputasi. Dan banyak oraang diamputasi dan anggota tubuh yang kami pikir telah diselamatkan mungkin masih akan meninggal akibat konsekuensi jangka panjangnya,” kata Dr. Chris Hook, seorang dokter pengobatan darurat Inggris di badan amal medis MSF yang kembali dari Gaza pada akhir Desember .

Membusuknya bagian tubuh

Staf di Rumah Sakit Eropa di Gaza tempat Noor dirawat, yang berkapasitas tiga kali lipat, tidak dapat memberikan anggota tubuh baru yang ia impikan. Bahkan obat pereda nyeri untuk membantu orang yang diamputasi karena nyeri kronis semakin menipis, kata staf.

“Saya berusaha semaksimal mungkin untuk membuat segalanya lebih mudah bagi mereka sebagai perawat, tapi apa pun yang Anda lakukan, mereka memiliki masalah psikologis yang parah, mereka merasa tidak lengkap dengan banyak rasa sakit,” kata perawat Wafa Hamdan.

Pusat prostetik utama di wilayah tersebut, Rumah Sakit Hamad yang didanai Qatar di Kota Gaza, ditutup beberapa minggu lalu setelah diserang oleh Israel, kata otoritas kesehatan Gaza. Unit juru bicara militer Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai Rumah Sakit Hamad.

Anak-anak yang diamputasi akibat perang akan memerlukan puluhan operasi pada anggota tubuh mereka saat mereka mencapai usia dewasa karena tulangnya terus tumbuh, kata para ahli.

Namun bahkan sebelum konflik terjadi, terdapat kekurangan ahli bedah vaskular dan plastik, kata petugas medis, dan otoritas kesehatan Palestina mengatakan lebih dari 300 petugas kesehatan telah terbunuh sejak saat itu.

Namun, Noor, yang kaki kanannya mungkin masih utuh, lebih beruntung dibandingkan beberapa anak yang anggota tubuhnya diamputasi dengan cepat karena kurangnya waktu atau keahlian medis, terkadang tanpa obat bius.

Juru bicara UNICEF James Elder mengatakan dia melihat seorang anak yang kaki kirinya terluka mulai membusuk karena terjebak di dalam bus selama lebih dari tiga hari akibat penundaan pos pemeriksaan militer.

Unit juru bicara militer Israel mengatakan diskusi operasional diadakan untuk mengambil pelajaran langsung dari insiden tersebut dan akan diperiksa lebih lanjut.

Meskipun otoritas kesehatan Gaza tidak memiliki penghitungan resmi, para dokter dan pekerja bantuan mengatakan angka UNICEF yang berjumlah 1.000 akurat untuk dua bulan pertama konflik, namun kemungkinan telah jauh terlampaui sejak saat itu, sehingga membuat tingkat amputasi di Gaza sangat tinggi dibandingkan dengan konflik dan bencana lainnya.

 

Sumber: Memo

Lagi, 20 Warga Palestina Meninggal dalam Serangan Israel di Gaza

Lagi, 20 Warga Palestina Meninggal dalam Serangan Israel di Gaza

NewsINH, Gaza – Setidaknya 20 warga Palestina meninggal dunia, termasuk wanita dan anak-anak, ketika serangan Israel menghantam sebuah bangunan perumahan dekat Rumah Sakit Khusus Kuwait di Rafah ketika Jalur Gaza yang terkepung akibat rentetan serangan sepanjang hari yang menewaskan puluhan orang.

“Serangan udara telah meratakan bangunan tempat tinggal yang penuh dengan pengungsi,” kata Tareq Abu Azzoum koresponden Al Jazeera melaporkan setelah serangan Israel pada hari Kamis di dekat rumah sakit Kuwait.

Menurutnya, sampai saat ini, operasi penyelamatan yang dilakukan oleh ambulans dan tim pertahanan sipil terus mengevakuasi orang-orang dari bawah reruntuhan.

Pihak berwenang Palestina mengatakan pada hari Kamis (28/12/2023) kemarin bahwa setidaknya 50 orang telah tewas ketika Israel membombardir setiap sudut Gaza, di mana lebih dari 21.320 warga Palestina telah terbunuh dan hampir 90 persen penduduknya mengungsi.

Israel telah meningkatkan serangan di seluruh penjuru Gaza, menargetkan Beit Lahiya, Khan Younis, Rafah dan Maghazi pada hari Kamis meskipun ada kemarahan global dan seruan untuk gencatan senjata di tengah meningkatnya jumlah korban tewas.

Warga Palestina di daerah kantong yang terkepung mengatakan mereka tidak punya tempat yang aman untuk melarikan diri. Ashraf al-Qudra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, mengatakan pada hari Kamis bahwa lebih dari 200 orang telah terbunuh dalam 24 jam dan seluruh keluarga musnah.

Lebih dari 55.000 warga Palestina terluka sejak Israel melancarkan serangan militer setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan, yang menewaskan hampir 1.200 orang  serangan paling mematikan di negara tersebut sejak didirikan pada tahun 1948.

Serangan Israel terhadap Gaza telah menjadi salah satu yang paling merusak dalam sejarah modern, menimbulkan banyak korban kemanusiaan dan menuai tuduhan kampanye hukuman kolektif terhadap warga sipil Palestina.

Seorang pejabat Israel pada hari Kamis menyalahkan tingginya angka kematian dalam serangan Malam Natal di kamp pengungsi Maghazi karena penggunaan amunisi yang tidak tepat. Lebih dari 70 orang tewas dalam serangan itu, yang menyebabkan kemarahan global.

Hampir tiga bulan setelah pertempuran, pejuang Hamas terus melakukan perlawanan keras terhadap pasukan Israel, termasuk di Gaza utara, di mana serangan Israel yang terus menerus membuat wilayah tersebut tidak dapat dikenali.

Pengepungan Israel juga sangat membatasi akses terhadap makanan, bahan bakar, air dan listrik, dan para pejabat PBB mengatakan sekitar 25 persen orang di Gaza kelaparan.

“Ini sudah cukup sulit, mendapatkan makanan sehari-hari, menemukan air minum, dengan jumlah orang sebanyak ini yang berkumpul di satu kota,” kata warga Gaza, Mohammed Thabet, kepada Abu Azzoum setelah serangan di Rafah.

“Karena letaknya dekat dengan perbatasan Mesir di ujung selatan Jalur Gaza, orang-orang merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan, seolah-olah mereka hanya perlu menunggu dan berharap yang terbaik.”

Ketika ditanya apakah ia merasa aman di Gaza selatan, Thabet berkata, “Setelah semua yang kami lihat, tidak sama sekali. Tidak ada tempat yang aman di Gaza.” katanya.

Amerika Serikat memainkan peran yang sangat diperlukan dalam perang Israel, dengan menyediakan paket senjata dan dukungan diplomatik yang kuat ketika Israel semakin mendapat tekanan untuk mengakhiri pertempuran.

Israel telah berjanji untuk terus melanjutkan, memperluas serangannya dan menekan lebih jauh ke selatan ke daerah-daerah di mana ratusan ribu pengungsi Palestina mencari perlindungan.

 

Sumber: Al Jazeera

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!