50 Warga Tewas Akibat Serangan Israel di Dekat RS Kamal Adwan

50 Warga Tewas Akibat Serangan Israel di Dekat RS Kamal Adwan

NewsINH, GAZA – Sebanyak 50 warga Palestina, termasuk tiga staf medis, meninggal dunia pada Kamis (26/12/2024) waktu setempat  dalam serangan udara Israel yang menghancurkan sebuah gedung di depan Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara.

“Sebanyak 50 orang menjadi martir, termasuk tiga staf medis kami, di bawah reruntuhan sebuah gedung di kawasan Proyek Beit Lahia setelah dihantam bom oleh pesawat tempur Israel,” kata Hussam Abu Safia, direktur rumah sakit tersebut, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Anadolu Agency pada Jumat (27/12/2024).

Menurut Abu Safia, staf medis dan pekerja berada di gedung yang diserang karena tinggal di sana bersama keluarga mereka. Tiga staf yang tewas adalah Ahmed Samour, seorang dokter anak; Israa, seorang teknisi laboratorium; dan Fares, seorang teknisi pemeliharaan rumah sakit.

Israel meluncurkan serangan darat skala besar di Gaza utara sejak 5 Oktober dengan dalih mencegah kelompok Hamas berkumpul kembali. Namun, warga Palestina melihat Israel berupaya menguasai wilayah tersebut dan memaksa penduduknya mengungsi secara paksa.

Sejak saat itu, bantuan kemanusiaan yang mencukupi, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, belum diizinkan masuk, membuat penduduk yang tersisa berada di ambang kelaparan.

Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan kehancuran besar di wilayah tersebut.

Bulan lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Pengadilan Internasional atas perang yang dilancarkannya di wilayah tersebut.

 

Sumber: Gazamedia/Anadolu

RS Kamal Adwan Gazah Utara Lumpuh Total Akibat Serangn Drone Israel

RS Kamal Adwan Gazah Utara Lumpuh Total Akibat Serangn Drone Israel

NewsINN, Gaza – Pasokan listrik di RS Kamal Adwan, Gaza utara, terputus total pada Minggu (22/12/2024) kemarin setelah serangan drone Israel menghantam generator listrik dan tangki bahan bakar fasilitas tersebut.

Menurut saksi mata, drone Israel menargetkan generator listrik dan tangki bahan bakar di rumah sakit yang berlokasi di kota Beit Lahia itu, sehingga seluruh fasilitas tidak memperoleh pasokan listrik.

Marwan Al-Hams, Direktur Rumah Sakit Lapangan di Kementerian Kesehatan Gaza, menyebut situasi di rumah sakit tersebut “kritis” dan mengatakan komunikasi dengan staf medis telah terputus.

Pada Sabtu, Direktur Rumah Sakit, Hussam Abu Safiya, mengungkapkan bahwa fasilitas medis tersebut menghadapi serangan bom Israel yang “belum pernah terjadi sebelumnya,” yang menyebabkan kerusakan besar.

Sejak 7 Oktober, Israel melanjutkan operasi darat besar-besaran di Gaza Utara dengan dalih mencegah kelompok perlawanan Palestina, Hamas, untuk berkumpul kembali.

Namun, warga Palestina menuduh Israel berusaha menduduki wilayah tersebut dan memaksa penduduknya meninggalkan rumah mereka.

Sejak saat itu, bantuan kemanusiaan yang memadai, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, belum diizinkan masuk kembali ke wilayah tersebut, yang membuat penduduk berada di ambang kelaparan.

Serangan itu merupakan episode terbaru dari perang brutal Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 45.200 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.

Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait perang di Gaza.

 

Sumber: Anadolu/Antara

Paus Fransiskus Sebut Serangan Israel di Gaza Merupakan Kekejaman Luar Biasa

Paus Fransiskus Sebut Serangan Israel di Gaza Merupakan Kekejaman Luar Biasa

NewsINH, Vatikan  – Paus Fransiskus pada Minggu (22/12/2024) kemarin menyebut perang Israel di Gaza yang sedang berlangsung sebagai “kekejaman luar biasa,” sambil menyatakan kesedihan mendalam atas penderitaan di wilayah tersebut dan menyerukan gencatan senjata selama musim Natal.

Berbicara dari kapel Casa Santa Marta karena sedang flu, Paus menyampaikan doa tradisionalnya, yang biasanya diberikan dari jendela yang menghadap Lapangan Basilika Santo Petrus di Kota Vatikan.

Pemimpin tertinggi umat Katolik berusia 88 tahun itu menyoroti penderitaan yang dialami Gaza dan Ukraina, dan menyerukan penghentian kekerasan di seluruh dunia.

“Saya memikirkan Gaza dengan kesedihan mendalam, begitu banyak kekejaman, anak-anak yang menjadi korban senjata mesin, sekolah, dan rumah sakit yang dibom… Betapa kejamnya,” ujar Paus.

Ia juga menyinggung perang yang sedang berlangsung di Ukraina sejak Februari 2022, yang terus menghadapi serangan terhadap kota-kota, termasuk kerusakan pada sekolah, rumah sakit, dan gereja.

“Biarkan senjata-senjata diam, dan biarkan lagu-lagu Natal menggema,” katanya, menekankan pentingnya perdamaian selama musim liburan.

Paus menyerukan gencatan senjata “di Ukraina, di seluruh Timur Tengah, dan di semua medan perang di dunia pada Natal ini.”

Ia juga menyatakan keprihatinan terhadap perkembangan di Mozambik, sebuah negara di Afrika Timur yang “terperangkap antara kemiskinan dan kekerasan.”

Paus berdoa agar “dialog dan upaya mencari kebaikan bersama, yang didukung oleh iman dan niat baik, dapat mengalahkan ketidakpercayaan dan perpecahan.”

Pada Sabtu, Paus juga mengecam serangan udara terbaru Israel di Gaza, di mana anak-anak termasuk di antara mereka yang menjadi korban. Ia menyebut pemboman tersebut sebagai tindakan “bengis.”

Israel telah melancarkan perang genosida di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 45.200 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.

Mahkamah Pidana Internasional bulan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait perang di Gaza.

 

Sumber: Anadolu/Antara

War Child Alliance: 96% Anak Gaza Merasa Kematian Sudah Dekat

War Child Alliance: 96% Anak Gaza Merasa Kematian Sudah Dekat

NewsINH, Gaza – Sebuah survei baru mengungkapkan dampak psikologis perang Israel di Gaza terhadap anak-anak. Survei yang dilakukan oleh Community Training Centre for Crisis Management dan didukung oleh War Child Alliance menemukan bahwa 96 persen anak-anak di Gaza merasa kematian sudah dekat, dan 92 persen tidak menerima kenyataan ini, lansi The New Arab.

Survei ini melibatkan lebih dari 500 anak, orangtua, dan pengasuh dari keluarga yang memiliki anak cacat, terluka, atau tidak didampingi.

Helen Pattinson, CEO War Child UK, menyebutkan bahwa ini adalah statistik yang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan. Dampak mental perang pada anak-anak sangat berat, dengan banyak yang mengalami kecemasan, ketakutan, mimpi buruk, dan kesulitan tidur.

Sebanyak 49 persen anak-anak ingin mati dan merasa mereka akan mati. Laporan ini juga mencatat banyak keluarga yang terus-menerus mengungsi tanpa akses ke air bersih atau listrik, dengan banyak yang hidup dalam kemiskinan.

Pattinson mendesak agar segera diadakan gencatan senjata untuk menghentikan penderitaan anak-anak dan memungkinkan bantuan psikologis. Sejak perang dimulai, hampir seribu anak di Gaza telah kehilangan satu atau kedua kaki mereka, dan kurangnya bantuan medis memperburuk situasi mereka.

 

Sumber: Gazamedia

Israel Lakukan Genosida di Gaza, Amnesty International Simpulkan Bukti Kejahatan Perang

Israel Lakukan Genosida di Gaza, Amnesty International Simpulkan Bukti Kejahatan Perang

NewsINH, Gaza – Laporan Amnesty International menyimpulkan bahwa perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza merupakan kejahatan genosida berdasarkan hukum internasional. Hal ini merupakan kesimpulan pertama oleh organisasi hak asasi manusia besar dalam agresi brutal yang telah berlangsung lebih dari dua tahun.

Laporan setebal 32 halaman yang meneliti peristiwa di Gaza antara Oktober 2023 hingga Juli 2024, yang diterbitkan pada Kamis, menemukan bahwa Israel “dengan nekat, terus menerus dan dengan impunitas total melancarkan serangan besar-besaran” terhadap 2,3 juta penduduk Jalur Gaza. Amnesty juga mencatat bahwa serangan ke Israel oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 tak bisa dipakai untuk membenarkan genosida.

Amnesty mengatakan laporan tersebut didasarkan pada kerja lapangan, wawancara dengan 212 orang, termasuk korban, saksi dan petugas kesehatan di Gaza. Selain itu juga analisis bukti visual dan digital yang luas, dan lebih dari 100 pernyataan dari pemerintah Israel dan aktor militer yang menurut mereka merupakan “wacana yang tidak manusiawi.” Laporan ini juga menggunakan bukti video dan foto tentara yang melakukan atau merayakan kejahatan perang.

“Israel telah melakukan tindakan yang dilarang berdasarkan Konvensi Genosida, yaitu membunuh, menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius, dan dengan sengaja memberikan kondisi kehidupan kepada warga Palestina di Gaza yang diperhitungkan akan mengakibatkan kehancuran fisik,” bunyi kesimpulan laporan itu. Menurut Amnesty, Israel juga “punya niat khusus untuk menghancurkan warga Palestina” di Gaza.

The Guardian melansir, laporan ini menandai pertama kalinya Amnesty menyimpulkan kejahatan genosida selama konflik yang sedang berlangsung. Laporan juga didasarkan pada laporan pada Maret oleh pelapor khusus PBB untuk Palestina yang menyimpulkan “ada alasan yang masuk akal untuk percaya” Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina.

“Temuan kami yang menyedihkan harus menjadi peringatan: ini adalah genosida dan harus dihentikan sekarang,” kata Agnès Callamard, sekretaris jenderal kelompok tersebut, dalam konferensi pers pada Rabu.

Amnesty menyebutkan adanya hambatan yang disengaja terhadap bantuan dan pasokan listrik serta kerusakan besar, kehancuran dan pengungsian paksa. Ini menyebabkan runtuhnya sistem air, sanitasi, makanan dan layanan kesehatan, dalam apa yang disebut sebagai “pola perilaku” dalam konteks krisis kemanusiaan dalam pendudukan dan blokade Gaza.

“Kami tidak serta merta berpikir bahwa kami akan sampai pada kesimpulan ini. Kami tahu ada risiko genosida, seperti yang dikatakan oleh pengadilan internasional,” ujar Budour Hassan, peneliti Amnesty Israel dan wilayah Palestina yang diduduki kepada Guardian. “Tapi jika kita menggabungkan titik-titik tersebut, totalitas buktinya menunjukkan bukan hanya terjadi pelanggaran hukum internasional. Ini adalah sesuatu yang lebih dalam.”

Dalam laporannya, Amnesty menunjukkan sejumlah bukti utama terkait genosida di Gaza. Pertama, skala dan besarnya serangan militer di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu telah menyebabkan kematian dan kehancuran dengan kecepatan dan tingkat yang tidak tertandingi dalam konflik abad ke-21 lainnya. Sejauh ini, sebanyak 44.500 warga Gaza, kebanyakan anak-anak perempuan telah syahid akibat serangan Israel. Sementara 66 persen bangunan di Gaza telah hancur.

Bukti genosida selanjutnya, menurut Amnesty, ada niat untuk menghancurkan Gaza. Hal ini disimpulkan setelah mempertimbangkan dan mengabaikan argumen-argumen seperti kecerobohan Israel dan pengabaian yang tidak berperasaan terhadap kehidupan warga sipil dalam upaya mengejar Hamas.

Menurut Amnesty, Israel juga membunuh dan menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius dalam serangan langsung yang berulang-ulang terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, atau serangan yang disengaja dan tidak pandang bulu.

Serangan Israel disebut berdampak pada kehancuran fisik, seperti hancurnya infrastruktur medis, terhambatnya bantuan, dan penggunaan “perintah evakuasi” yang sewenang-wenang dan menyeluruh secara berulang-ulang bagi 90 persen penduduk ke wilayah yang tidak sesuai.

“Sebagai kekuatan pendudukan, Israel secara hukum berkewajiban menyediakan kebutuhan penduduk yang diduduki,” Kristine Beckerle, penasihat tim Amnesty Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan pada Rabu. Dia menggambarkan serangan Israel pada bulan Mei di Rafah, yang sampai saat itu merupakan tempat terakhir yang relatif aman di wilayah tersebut, sebagai titik balik besar dalam menentukan niat genosida.

“[Israel] telah menjadikan Rafah sebagai titik bantuan utama, dan mereka tahu warga sipil akan pergi ke sana. ICJ (Mahkamah Internasional) memerintahkan Israel untuk berhenti namun mereka tetap melanjutkan serangannya,” katanya. “Rafah adalah kuncinya.”

Setidaknya 47 orang termasuk empat anak-anak syahid dalam serangan udara di Gaza pada hari Selasa, menurut pejabat kesehatan di wilayah tersebut. Ini termasuk setidaknya 21 orang yang berlindung di kamp tenda yang menampung para pengungsi di dekat kota Khan Younis. Militer Israel mengatakan pihaknya menargetkan pejuang Hamas.

Amnesty telah meminta PBB untuk menegakkan gencatan senjata, menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap pejabat tinggi Israel dan Hamas, dan agar pemerintah negara-negara barat seperti AS, Inggris dan Jerman berhenti memberikan bantuan militer dan menjual senjata ke Israel.

Kelompok hak asasi manusia juga mendesak Pengadilan Pidana Internasional, yang bulan lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant, untuk menambahkan genosida ke dalam daftar kejahatan perang yang sedang diselidiki.

Terakhir, mereka menyerukan pembebasan sandera sipil tanpa syarat dan agar “Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan pada tanggal 7 Oktober harus dimintai pertanggungjawaban”.

Laporan yang bertajuk You Feel Like You Are Subhuman’: Israel’s Genocide Against Palestines in Gaza (Seperti Bukan Manusia: Genosida Israel Terhadap Warga Palestina di Gaza) kemungkinan besar akan menimbulkan kemarahan di Israel dan menimbulkan tuduhan antisemitisme. Beberapa pakar hukum dan pakar studi genosida berpendapat bahwa serangan 7 Oktober juga merupakan genosida.

Pencegahan dan penghentian genosida masuk dalam hukum internasional menyusul pembantaian yang dilakukan Nazai Jerman terhadap kelompok Yahudi pada 1930-1940-an. Aksi itu mempercepat dorongan berdirinya entitas Zionis di Palestina yang sudah direncanakan sejak akhir abad ke-19. Holocaust juga berujung pada Konvensi Jenewa, yang mengkodifikasi dan melarang genosida sebagai kejahatan yang dapat dihukum.

Dalam kesimpulannya, laporan Amnesty “mengakui adanya penolakan dan keraguan di antara banyak pihak dalam menemukan niat genosida terkait tindakan Israel di Gaza”, yang telah “menghambat keadilan dan akuntabilitas”.

“Amnesty International mengakui bahwa mengidentifikasi genosida dalam konflik bersenjata adalah hal yang rumit dan menantang, karena adanya berbagai tujuan yang mungkin ada secara bersamaan. Meskipun demikian, sangat penting untuk mengakui genosida, dan menegaskan bahwa perang tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk terjadinya genosida,” ungkapnya.

Menurut Amnesty, tindakan Israel di Gaza diperiksa “secara total, dengan mempertimbangkan kejadian berulang dan simultan, serta dampak langsung dan konsekuensi kumulatif serta saling menguatkan”, katanya. Temuan-temuan tersebut dibagikan “secara luas” pada beberapa kesempatan dengan pihak berwenang Israel, tambah kelompok itu, tetapi tidak mendapat tanggapan.

Publikasi yang diterbitkan pada Kamis ini melanjutkan posisi berani kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London sebelumnya mengenai pendudukan Israel di wilayah Palestina. Pada 2022, Amnesty bergabung dengan Human Rights Watch dan LSM Israel yang dihormati B’Tselem dalam menerbitkan laporan besar yang menuduh Israel melakukan apartheid, sebagai bagian dari gerakan yang berkembang untuk mendefinisikan kembali konflik Israel-Palestina sebagai perjuangan untuk persamaan hak dan bukan pertikaian wilayah. Politisi Israel menyerukan agar laporan tersebut ditarik, dengan tuduhan antisemitisme

 

Sumber: Republika

Penjehat Perang, Indonesia Dukung Penangkapan Netanyahu dan Gallant sesuai Keputusan ICC

Penjehat Perang, Indonesia Dukung Penangkapan Netanyahu dan Gallant sesuai Keputusan ICC

NewsINH, Jakarta – Indonesia menegaskan kembali dukungan sepenuhnya terhadap semua inisiatif yang bertujuan untuk memastikan akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan oleh Israel di Palestina, termasuk melalui jalur hukum internasional seperti yang ditempuh oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, penerbitan surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant merupakan langkah strategis atas kejahatan perang Israel di Palestina.

“Penerbitan surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant merupakan langkah signifikan untuk mewujudkan keadilan bagi kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Palestina,” Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/11).

Lebih lanjut, Indonesia menegaskan bahwa surat perintah penangkapan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional.

Indonesia menekankan bahwa surat perintah penangkapan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional.

Indonesia berpandangan bahwa langkah tersebut sangat krusial untuk mengakhiri pendudukan ilegal Israel di wilayah Palestina dan memajukan pembentukan Negara Palestina yang Merdeka.

 

Sumber: Gazamedia

Langgar Hukum Dunia, PBB Didesak Tangguhkan Keanggotaan Israel

Langgar Hukum Dunia, PBB Didesak Tangguhkan Keanggotaan Israel

NewsINH, Washington – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didesak menangguhkan keanggotaan Israel di organisasi tersebut sebagai sanksi atas pelanggaran hukum internasional dan penjajahan di wilayah Palestina.

Pelapor khusus PBB untuk kondisi HAM di Palestina, Francesca Albanese, yang mengusulkan hal tersebut berkata bahwa Majelis Umum PBB hendaknya mempertimbangkan penangguhan keanggotaan Israel hingga mereka berhenti melanggar hukum internasional.

“Saya meyakini bahwa impunitas yang dinikmati Israel memungkinkannya melanggar hukum internasional tanpa henti,” kata Albanese dalam sebuah konferensi pers pada Rabu.

Ia mengatakan, pendirian negara Israel “berdampak buruk bagi nasib rakyat Palestina” yang nasibnya tak pernah ditangani dengan baik dan, sejak 1967, jadi semakin tertindas dan terpinggirkan.

Terlebih lagi, katanya, hingga 75 persen populasi Gaza kini menjadi pengungsi.

“Demi menciptakan ‘Israel Raya’ (perluasan negara Israel), mereka berupaya mengikis secara fisik maupun spiritual … identitas Palestina di wilayah Palestina yang mereka duduki,” ucap Albanese.

Pelapor khusus PBB menegaskan, Israel sama sekali tidak berhak atas wilayah Palestina yang mereka duduki.

Mahkamah Internasional (ICJ) pun telah memerintahkan Israel untuk menarik mundur pasukan militernya secepatnya dan tanpa syarat, membongkar semua pemukiman ilegal, dan menghentikan eksploitasi sumber daya di wilayah Palestina yang diduduki, serta memberikan ganti rugi yang pantas, kata dia.

Awal pekan ini, Albanese merilis laporan yang menunjukkan upaya sistematis Israel mengusir, menghancurkan, dan melakukan tindak genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza maupun Tepi Barat.

Dalam laporan yang diserahkan kepada Majelis Umum PBB itu, Albanese membeberkan pengusiran paksa yang dilakukan oleh Israel secara “jangka panjang, disengaja, dan dilakukan oleh aktor negara” terhadap rakyat Palestina, khususnya setelah 7 Oktober 2023.

Laporan tersebut berfokus “memberi konteks atas situasi ekspansi wilayah dan pembersihan etnis selama beberapa dekade yang bertujuan untuk menghilangkan keberadaan warga Palestina dari Tanah Airnya”.

Sembari mengakui bahwa laporan tersebut memicu ancaman dan kecaman langsung pada dirinya, Albanese menyebut bahwa hal tersebut seringkali dihadapi pelapor khusus PBB apabila menyelidiki catatan HAM negara anggota PBB.

“Dalam kasus Israel, sepertinya ada sekelompok orang yang terus meggaungkan apa yang Israel katakan dan lakukan, dan ada pula pasukan pendengung yang bertugas menciptakan kebohongan untuk hanya satu tujuan, yaitu mengalihkan perhatian,” kata Albanese.

 

Sumber: Anadolu / Antara

Palestina: Pemisahan Gaza Utara-Selatan Adalah Kejahatan Perang

Palestina: Pemisahan Gaza Utara-Selatan Adalah Kejahatan Perang

NewsINH, Palestina – Pemerintah Palestina pada Rabu (16/10/2024) mengecam pemisahan Gaza utara oleh militer Israel dari bagian lain wilayah Jalur Gaza sebagai “kejahatan perang.”

Juru bicara presiden, Nabil Abu Rudeineh menyampaikan pernyataan itu saat serangan Israel di Gaza utara memasuki hari ke-12 secara berturut-turut, demikian laporan kantor berita Palestina, WAFA.

Abu Rudeineh mengecam rencana Israel untuk mengisolasi Gaza utara sebagai tindakan yang “tidak dapat diterima dan patut dikecam.”

Dia menegaskan bahwa tindakan itu tidak akan membangun keamanan atau stabilitas bagi kawasan, dan bahwa “satu-satunya solusi adalah mewujudkan negara Palestina yang merdeka berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

Abu Rudeineh juga mengkritik operasi militer Israel yang melibatkan serangan tanpa henti di Gaza, sehingga memaksa ratusan ribu warga untuk mengungsi, dan penghancuran sebagian besar kamp pengungsi Jabalia.

Pejabat Palestina itu menekankan bahwa tindakan tersebut merupakan “kejahatan perang menurut hukum internasional.”

Pernyataan itu juga mengecam upaya untuk mengenyahkan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA),, serta menuduh Israel berusaha melikuidasi masalah pengungsi Palestina.

Selain itu, Abu Rudeineh menyalahkan Amerika Serikat karena melumpuhkan Dewan Keamanan PBB, dengan mengutip dukungan finansial dan militer Washington yang terus-menerus terhadap Israel sebagai pemicu “kekejaman” yang dilakukan terhadap warga Palestina.

Tentara Israel melancarkan operasi militer di Gaza utara pada 6 Oktober di tengah pengepungan ketat di wilayah tersebut, dengan alasan bahwa serangan itu bertujuan mencegah Hamas membangkitkan kembali kekuatannya di daerah tersebut.

Warga Palestina membantah klaim Israel, dengan mengatakan bahwa serangan mematikan itu bertujuan memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut secara permanen.

Sejak itu, lebih dari 342 orang tewas di tengah kehancuran besar di seluruh wilayah tersebut, menurut pihak berwenang Palestina. Ini menandai operasi darat ketiga yang dilakukan oleh militer Israel di kamp Jabalia sejak dimulainya genosida yang sedang berlangsung di Gaza pada 7 Oktober 2023.

Israel telah meluncurkan serangan brutal di Gaza menyusul serangan lintas batas kelompok perlawanan Hamas ke wilayah Israel tahun lalu.

Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 42.400 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 99.000 lainnya.

Konflik ini telah menyebar ke Lebanon, di mana Israel meluncurkan serangan mematikan di seluruh negara tersebut, menewaskan lebih dari 1.500 orang dan melukai lebih dari 4.500 lainnya sejak 23 September.

Meskipun ada peringatan internasional bahwa Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan Israel yang tanpa henti terhadap Gaza dan Lebanon, Tel Aviv memperluas konflik dengan melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.

 

Sumber: Anadolu/Antara

Penemuan Kuburan Masal Warga Sipil Gaza, PBB Seruhkan Penyelidikan

Penemuan Kuburan Masal Warga Sipil Gaza, PBB Seruhkan Penyelidikan

NewsINH, Gaza – Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB menyerukan penyelidikan yang jelas, transparan dan kredibel terhadap kuburan massal di dua rumah sakit besar di Gaza. Hal ini disampaikan Juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Menurutnya, penyelidik yang kredibel harus memiliki akses ke lokasi tersebut. Dia menambahkan bahwa lebih banyak jurnalis harus dapat bekerja dengan aman di Gaza untuk melaporkan fakta-fakta tersebut.

Sebelumnya pada hari Selasa, kepala hak asasi manusia PBB Volker Türk mengatakan dia merasa ngeri dengan hancurnya pusat medis Shifa di Kota Gaza dan Rumah Sakit Nasser di kota selatan Khan Younis. Ia juga mengaku menerima laporan penemuan kuburan massal di dalam dan sekitar fasilitas tersebut setelah ditinggalkan oleh Israel.

Ia menyerukan dilakukannya penyelidikan yang independen dan transparan atas kematian tersebut. “Mengingat iklim impunitas yang ada, hal ini harus melibatkan penyelidik internasional,” ujar Türk pada Selasa, 23 April 2024 kemarin.

“Rumah sakit berhak mendapatkan perlindungan yang sangat khusus berdasarkan hukum humaniter internasional,” kata Türk. “Dan pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil, tahanan, dan orang lain yang ‘hors de Combat’ (tidak mampu terlibat dalam pertempuran) adalah kejahatan perang.”

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel pada hari Selasa menyebut laporan kuburan massal di rumah sakit sangat meresahkan. Patel mengatakan para pejabat AS telah meminta informasi kepada pemerintah Israel.

Militer Israel mengatakan pasukannya menggali kuburan warga Palestina sebelumnya sebagai bagian dari pencarian sisa-sisa sandera yang ditangkap oleh Hamas dalam serangan 7 Oktober yang memicu perang. Militer mengatakan jenazah diperiksa dengan hormat dan jenazah yang bukan sandera Israel dikembalikan ke tempatnya.

Militer Israel mengatakan pihaknya membunuh atau menahan ratusan militan yang berlindung di dalam dua kompleks rumah sakit tersebut, klaim yang tidak dapat diverifikasi secara independen.

Pertahanan sipil Palestina di Jalur Gaza mengatakan pada hari Senin bahwa mereka telah menemukan 283 jenazah dari kuburan sementara di dalam rumah sakit utama di Khan Younis yang dibangun ketika pasukan Israel mengepung fasilitas tersebut bulan lalu. Pada saat itu, masyarakat tidak dapat menguburkan jenazah di kuburan dan menggali kuburan di halaman rumah sakit, kata kelompok tersebut.

Pertahanan sipil mengatakan beberapa jenazah adalah orang-orang yang tewas selama pengepungan rumah sakit. Yang lainnya terbunuh ketika pasukan Israel menggerebek rumah sakit tersebut.

Pejabat kesehatan Palestina mengatakan penggerebekan rumah sakit telah menghancurkan sektor kesehatan Gaza ketika mereka mencoba untuk mengatasi meningkatnya jumlah korban jiwa akibat perang selama lebih dari enam bulan.

Permasalahan mengenai siapa yang dapat atau harus melakukan investigasi masih menjadi pertanyaan. Agar PBB dapat melakukan penyelidikan, salah satu badan utamanya harus memberikan izin, kata Dujarric.

“Saya pikir tidak ada seorang pun yang boleh berprasangka buruk terhadap hasil atau siapa yang akan melakukannya,” katanya. “Saya pikir ini perlu dilakukan penyelidikan jika ada akses dan kredibilitas.”

 

Sumber: Reuters/Tempo

Innalillahi, Israel Serang Pengungsi 20 Warga Gaza Meninggal saat Antre Makanan

Innalillahi, Israel Serang Pengungsi 20 Warga Gaza Meninggal saat Antre Makanan

NewsINH, Gaza – Serangan Israel di Kota Gaza menewaskan 20 warga Palestina dan melukai 150 orang yang sedang mengantre untuk mendapatkan bantuan makanan pada Kamis, kata Kementerian Kesehatan Gaza. Serangan ini menurut Palestina adalah “kejahatan perang”.

Militer Israel mengatakan pihaknya sedang menyelidiki laporan tersebut. Komite Tindak Lanjut Pasukan Nasional dan Islam, sebuah koalisi kelompok militan dan politik, mengatakan pasukan Israel menargetkan warga sipil yang menunggu bantuan.

“Puluhan orang tewas dan terluka dalam kejahatan perang dan genosida,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

Di sebelah selatan daerah kantong, tank-tank Israel menghantam daerah di sekitar dua rumah sakit di kota utama Gaza di selatan, Khan Younis, mengancam keselamatan para pengungsi Palestina di Gaza.

Sementara itu, di wilayah utara, seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan situasi pangan “benar-benar mengerikan. Para pekerja kemanusiaan mengatakan pengiriman bantuan yang jarang terjadi dikerumuni oleh orang-orang yang putus asa dan tampak kelaparan dengan mata cekung.

Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza kini terhimpit di Khan Younis dan kota-kota di utara dan selatannya, setelah diusir dari separuh utara Gaza pada awal kampanye militer Israel, yang kini memasuki bulan keempat.

Baca Juga : Biadab…!!!!, Sniper Israel Tembak Mati Dua Anak Palestina di Khan Younis

Pejabat kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 50 warga Palestina telah terbunuh dalam 24 jam terakhir di Khan Younis, di mana Israel telah mengalihkan operasi militer besar-besaran setelah mulai menarik pasukan dari wilayah utara yang menurut mereka sebagian besar telah dikendalikan.

“Tidak ada daerah yang aman, kemana kami harus pergi? Hentikan perang, itu sudah cukup, kami kehabisan tenaga, semua orang kehabisan tenaga, anak-anak hilang, dan orang dewasa hilang. Semua orang pergi dan dunia menyaksikannya,” kata seorang wanita Palestina di Rafah, di tepi selatan Gaza.

Militer Israel mengatakan pasukan di Khan Younis memerangi militan dari jarak dekat dan menggunakan serangan udara presisi dan penembak jitu untuk menghancurkan beberapa sasaran Hamas.

Petugas medis Palestina mengatakan tank-tank Israel telah memotong dan menembaki sasaran di sekitar dua rumah sakit utama kota yang masih berfungsi, Nasser dan Al-Amal, menjebak tim medis, pasien, dan pengungsi yang berkerumun di dalam atau di dekatnya.

“Sekitar Kompleks Medis Nasser menjadi sasaran penembakan artileri yang intens, dan pasukan Israel melepaskan tembakan besar-besaran di area terbuka dan ke arah gedung-gedung, sehingga membahayakan nyawa semua orang di dalamnya,” kata Ashraf Al-Qidra, juru bicara Kementerian Kesehatan. kementerian.

Israel terus mengatakan militan Hamas menggunakan bangunan rumah sakit sebagai markas mereka, sesuatu yang dibantah oleh kelompok militan dan staf medis.

WARGA SIPIL BERSIAP UNTUK MENYERAH

Pada Kamis, puluhan ribu pengungsi yang berlindung di sebuah kompleks di Khan Younis bersiap untuk melarikan diri ke Rafah, 15 kilometer jauhnya, setelah pasukan tank Israel memerintahkan semua warga sipil di dalam untuk pergi, kata para pejabat PBB.

Lebih dari 30.000 orang memadati di dalam kompleks tersebut, tambah mereka. Belum ada komentar langsung dari militer Israel.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan sedikitnya 13 orang tewas dan 56 orang terluka, 21 di antaranya berada dalam kondisi kritis pada Rabu “di tempat yang seharusnya aman”, ketika kompleks tersebut diserang.

Komite Internasional Palang Merah mengatakan kurang dari 20 persen wilayah kantong sempit tersebut – sekitar 60 km persegi – kini menampung lebih dari 1,5 juta pengungsi di wilayah selatan, di mana eskalasi pertempuran “mengancam kelangsungan hidup mereka”.

Baca Juga : Dunia Kutuk Serangan Israel ke Kamp PBB di Khan Younis Termasuk Indonesia

Sekitar 25.900 warga Palestina telah terbunuh akibat serangan Israel di Gaza, kata para pejabat kesehatan Palestina, dan sebagian besar wilayah kantong yang padat penduduk itu rata dengan tanah akibat pemboman.

Israel melancarkan perangnya untuk memberantas Hamas setelah militan menyerbu pagar perbatasan dalam serangan mendadak ke kota-kota dan pangkalan-pangkalan Israel di dekatnya pada 7 Oktober, menewaskan 1.140 orang dan menyandera sekitar 240 orang, menurut data Israel.

Militer Israel mengatakan mereka telah membunuh lebih dari 9.000 militan Gaza dan kehilangan 220 tentara dalam perang yang telah berlangsung selama 3,5 bulan.

 

Sumber: Tempo/Reuters/CNA

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!