Gabung dengan Afsel, Bolivia Seret Israel ke ICJ atas Genosida Gaza

Gabung dengan Afsel, Bolivia Seret Israel ke ICJ atas Genosida Gaza

NewsINH, Den Haag – Bolivia resmi bergabung dengan Afrika Selatan dalam menggugat Israel atas kasus genosida di Jalur Gaza, ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).

Dalam permohonan yang diajukan pada Selasa (8/10/2024) kemarin, Bolivia menyatakan bahwa negaranya ‘memiliki tanggung jawab untuk mengutuk kejahatan genosida’ yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza Palestina.

Menurut Bolivia, genosida Israel hingga kini tak kunjung berhenti dan perintah-perintah ICJ yang telah dikeluarkan selama ini hanya jadi “surat mati” bagi Israel.

“Bolivia berusaha untuk ikut campur karena menganggap bahwa kami memiliki tanggung jawab untuk mengutuk kejahatan genosida,” demikian isi surat permohonan negara Amerika Selatan itu kepada ICJ, seperti dikutip Al Jazeera.

Bolivia telah memutus hubungannya dengan Israel pada November 2023. Bolivia kini bergabung dengan sederet negara lain yang ikut mendukung Afrika Selatan, di antaranya yakni Kolombia, Libya, Spanyol, Meksiko, Nikaragua, Turki, dan Palestina.

Pada 29 Desember 2023, Afrika Selatan membawa berkas gugatan setebal 84 halaman ke ICJ untuk menuntut Israel atas kasus genosida di Gaza.

Menurut Afsel, aksi-aksi Israel di Gaza merupakan genosida karena Israel berniat menghancurkan rakyat Palestina “secara substansial”. Gugatan Afsel pun mendorong ICJ menggelar sidang perdana pada 11 dan 12 Januari lalu.

Pada Januari, ICJ memutuskan bahwa Israel harus melakukan segala cara untuk mencegah genosida di Gaza dan memastikan penyelidik yang diamanatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki akses tanpa hambatan untuk datang ke Gaza.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak putusan tersebut dan mengatakan bahwa ICJ “keterlaluan”. Netanyahu menegaskan bahwa Israel akan melanjutkan “perang yang adil.”

Sebulan setelah putusan ICJ, kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyatakan bahwa Israel telah gagal mengambil “langkah-langkah minimum” untuk mematuhi perintah ICJ.

Afrika Selatan pun sejak itu membawa lagi masalah ini ke ICJ karena menilai situasi kemanusiaan di Gaza perlu langkah darurat baru.

Pada akhir Mei, ICJ akhirnya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangannya ke Rafah, wilayah selatan Palestina yang jadi tempat mengungsi jutaan warga saat itu. Sama seperti sebelumnya, perintah ini juga diabaikan Negeri Zionis.

Putusan-putusan ICJ sendiri bersifat final dan tanpa banding. Namun demikian, ICJ tak memiliki kewenangan untuk memaksakan putusan-putusan tersebut.

Agresi Israel di Jalur Gaza hingga kini telah menewaskan lebih dari 42 ribu orang. Mayoritas korban anak-anak dan perempuan.

 

Sumber: CNN Indonesia/ Ajjazeera

Setahun Agresi dan Genosida di Gaza, Korban Syahid Hampir 42 Ribu

Setahun Agresi dan Genosida di Gaza, Korban Syahid Hampir 42 Ribu

NewsINH, Gaza – Sedikitnya 39 lebih warga Palestina kembali syahid dalam serangan Israel di Jalur Gaza, menambah jumlah total korban meninggal dunia akibat perang genosida Tel Aviv sejak tahun lalu menjadi 41.909 orang. Hal ini disampaikan Kementerian Kesehatan Palestina di daerah kantong tersebut pada Senin (7/10/2024) kemarin waktu setempat.

Pernyataan kementerian itu menambahkan bahwa sekitar 97.303 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangan itu.

“Pasukan Israel menewaskan 39 orang lagi dan menyebabkan 137 orang lainnya luka-luka dalam empat aksi pembantaian keluarga dalam 24 jam terakhir,” kata Kementerian itu.

“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalanan karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” tambah kementerian tersebut.

Israel melanjutkan serangan brutal ke Jalur Gaza menyusul serangan dari kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober 2023, meski resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera.

Serangan Israel telah menyebabkan hampir seluruh penduduk wilayah itu mengungsi di tengah blokade yang berlangsung yang menyebabkan kelangkaan parah bahan makanan, air bersih dan obat-obatan.

Israel menghadapi tudingan genosida di Mahkamah Internasional atas aksinya di Gaza.

 

Sumber: Anadolu/Oana / Antara

Innalillahi, Hassan Hamad Jurnalis Palestina untuk Anadolu Jadi Korban Serangan Israel

Innalillahi, Hassan Hamad Jurnalis Palestina untuk Anadolu Jadi Korban Serangan Israel

NewsINH, Gaza – Serangan udara Israel menewaskan Hassan Hamad, seorang juru kamera lepas yang bekerja untuk Anadolu, sehingga jumlah jurnalis yang meninggal dunia di Gaza sejak Oktober lalu meningkat menjadi 175, demikian dilaporkan Kantor Media Pemerintah pada Minggu (6/10/2024) waktu setempat.

Jenazah Hamad, yang meninggak dunia akibat serangan udara Israel di rumahnya di Kamp Pengungsi Jabalia, Gaza, dibawa ke Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza bagian utara.

Mohammed Hamad, saudara korban, mengatakan bahwa ia hanya bisa mengenali Hassan melalui rambutnya karena kondisi tubuhnya yang sudah tak lagi utuh akibat serangan militer zionis Israel tersebut.

Ia menambahkan bahwa saudaranya sudah bertugas sejak Sabtu untuk meliput serangan Israel di Jalur Gaza utara.

“Kami mengutuk sekeras-kerasnya penargetan, pembunuhan, dan pembunuhan berencana terhadap jurnalis Palestina oleh pendudukan Israel,” ujar Kantor Media Gaza, seraya menyerukan kepada komunitas internasional dan organisasi internasional untuk “menghentikan pendudukan dan menuntut kepada Israel untuk di dibawa ke pengadilan internasional atas kejahatan yang terus berlanjut.”

Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, Israel terus melancarkan serangan brutal terhadap Jalur Gaza setelah serangan yang dilakukan kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober lalu.

Dalam satu tahun serangan yang terus-menerus, hampir 41.900 orang telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 97.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

 

Sumber: Gazamedia

WHO Sebut 28 Petugas Kesehatan Meninggal di Lebanon dalam 24 Jam Terakhir

WHO Sebut 28 Petugas Kesehatan Meninggal di Lebanon dalam 24 Jam Terakhir

NewsINH, Jenewa – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (3/10/2024) kemarin mengatakan bahwa 28 petugas kesehatan meninggal dunia dalam 24 jam terakhir di Lebanon di tengah eskalasi pertempuran antara Hizbullah dan serdadu Zionis Israel.

“Banyak petugas kesehatan yang tidak melapor untuk bertugas karena mereka menyelamatkan diri dari daerah mereka bekerja akibat pengeboman,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip dari Antara, Jumat (4/10/2024)

Hal itu menurut dia, sangat membatasi penyediaan penanganan trauma massal dan kelangsungan layanan kesehatan.

Dia mengatakan, badan kesehatan dunia tersebut tidak akan dapat melakukan pengiriman besar yang direncanakan untuk pasokan medis dan penanganan trauma ke Lebanon pada Jumat (4/10) karena pembatasan penerbangan.

Menteri Kesehatan Lebanon Firas Abiad pada Kamis melaporkan bahwa total 1.974 orang tewas, termasuk 127 anak-anak dan 261 wanita, sejak pecahnya konflik Hizbullah-Israel pada Oktober tahun lalu.

Dia mengatakan banyak rumah sakit yang menjadi sasaran langsung, sehingga memperparah tekanan pada sistem kesehatan Lebanon.

Menurut sebuah pernyataan yang dirilis pada Kamis oleh delegasi Uni Eropa (UE) untuk Lebanon, UE akan mengirimkan 30 juta euro (1 euro = Rp16.873) atau sekitar 33,08 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.247) dalam bentuk bantuan kemanusiaan untuk Lebanon, sebagai tambahan dari 10 juta euro yang diumumkan pada Minggu (29/9/2024) silam.

Bentrokan antara Israel dan Hizbullah kian memanas pada 8 Oktober 2023, ketika Hizbullah mulai meluncurkan sejumlah roket ke arah Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas di Gaza. Aksi tersebut memicu tembakan artileri dan serangan udara Israel di Lebanon tenggara.

 

Sumber: Antara

Jelang Setahun Genosida Isarael di Gaza, Inilah Daftar Korban dan Kerusakanya..!!!

Jelang Setahun Genosida Isarael di Gaza, Inilah Daftar Korban dan Kerusakanya..!!!

NewsINH, Gaza – Menjelang satu tahun agresi dan genosida Israel di Gaza, skala kehancurannya mencengangkan. Tak hanya gugurnya puluhan ribu syuhada, hampir semua pondasi masyarakat beradab diluluhlantakkan militer Zionis.

Lebih dari 42.000 nyawa telah hilang, dengan mayoritas adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Menurut kantor berita WAFA, krisis kemanusiaan telah meningkat, dengan sekitar 96.000 orang terluka dan seluruh infrastruktur layanan kesehatan dan pendidikan hancur.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan lebih dari 70.000 unit rumah hancur, menyebabkan sekitar 1,9 juta orang mengungsi. Jalanan Gaza yang dahulu ramai kini menjadi pengingat akan apa yang telah hilang.

Laporan berkala Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa meningkatnya kekejaman di Palestina akibat agresi Israel melampaui angka-angka belaka dan merupakan pelanggaran serius terhadap seluruh hak asasi manusia. Sistem kesehatan menjadi sasaran secara sistematis genosida terhadap rakyat Palestina.

Hingga 2 Oktober 2024, jumlah syuhada mencapai 41.689 orang, termasuk lebih dari 11.355 anak-anak, 6.297 perempuan, dan 2.955 lansia. Jumlah orang hilang mencapai sekitar 10.000 orang, sementara sekitar 96.625 warga terluka, banyak diantaranya menderita trauma parah dan kondisi yang mengancam jiwa.

Kementerian Kesehatan mencatat bahwa hanya 15 dari 36 rumah sakit di Gaza yang beroperasi, dan semuanya berfungsi sebagian dan menghadapi kekurangan pasokan yang parah. Pendudukan telah menghancurkan dan membakar 32 rumah sakit di sektor ini, sehingga tidak dapat berfungsi lagi.

Kementerian juga mengindikasikan bahwa sekitar 986 petugas kesehatan telah terbunuh, sementara pihak penjajah telah menahan 310 lainnya, dan melukai ratusan lainnya. Selain itu, pasukan penjajah Israel telah menghancurkan 130 ambulans. Penargetan infrastruktur medis yang disengaja telah menghalangi akses warga sipil terhadap layanan kesehatan dasar, dengan lebih dari 340 serangan terhadap fasilitas kesehatan dan pekerjanya.

Kementerian menyatakan bahwa Gaza menghadapi bencana kesehatan karena kurangnya sumber air bersih, kepadatan penduduk, dan tidak mencukupinya kebutuhan kebersihan dasar. Meluapnya air limbah dan penumpukan sampah di jalan-jalan dan di sekitar tempat penampungan pengungsi menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang signifikan. Selain itu, kekurangan bahan bakar memperburuk situasi dan menghambat pengoperasian layanan-layanan penting.

Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan bahwa “dalam kondisi pengungsian paksa, keadaan sulit, dan cuaca panas yang ekstrim, keluarga-keluarga di Gaza kelelahan dan kelaparan, kekurangan apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup.”

Louise Wateridge, petugas komunikasi UNRWA, menekankan dalam pernyataan pers bahwa “ada banyak orang yang putus asa, lapar, dan lelah” akibat agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap sektor ini. Dia menambahkan bahwa “di bawah pengungsian paksa dan kondisi kehidupan yang keras, keluarga-keluarga di Gaza menjadi lelah dan kekurangan apa yang mereka butuhkan untuk tetap hidup.”

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menegaskan bahwa “(Tindakan Israel) mengeluarkan perintah evakuasi massal di Jalur Gaza tanpa memastikan tempat yang aman bagi para pengungsi akan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan bagi ratusan ribu orang.”

Sebuah laporan internasional pada akhir Juni memperingatkan akan tingginya risiko kelaparan di seluruh Gaza akibat berlanjutnya perang dan pembatasan akses kemanusiaan. Laporan tersebut menyatakan bahwa hampir 96 persen penduduk Gaza (2,1 juta orang) menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi, dan situasi ini diperkirakan akan berlanjut.

Laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu mengklasifikasikan seluruh Jalur Gaza dalam keadaan darurat, yang merupakan klasifikasi fase keempat sebelum kelaparan (fase kelima). Laporan tersebut mencatat bahwa lebih dari 495.000 orang (22 persen dari populasi) menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah pada fase kelima, di mana banyak keluarga mengalami kekurangan pangan yang parah, kelaparan, dan kelelahan dalam kapasitas mereka untuk mengatasinya.

Akibat kondisi ini, yang menyebabkan kekurangan gizi, dehidrasi, dan kurangnya pasokan medis, lebih dari 36 anak meninggal, dan puluhan anak terus menderita kekurangan gizi dan kelaparan, terutama di sektor utara.

Dalam laporan bersama Bank Dunia dan PBB, yang disiapkan dengan dukungan finansial dari Uni Eropa, perkiraan kerugian akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur penting di Jalur Gaza adalah sekitar 18,5 miliar dolar AS, setara dengan 97 persen dari total PDB gabungan Tepi Barat dan Gaza pada 2022.

Bank Dunia menyatakan bahwa laporan “Penilaian Kerusakan Sementara” menggunakan sumber pengumpulan data jarak jauh untuk memperkirakan kerusakan infrastruktur fisik di sektor-sektor kritis antara Oktober 2023 hingga akhir Januari 2024.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kerusakan sarana dan prasarana berdampak pada semua sektor perekonomian, dengan bangunan tempat tinggal menyumbang 72 persen dari biaya, sedangkan infrastruktur pelayanan publik seperti air, kesehatan, dan pendidikan menyumbang 19 persen. Kerusakan pada bangunan komersial dan industri menyumbang 9 persen dari biaya ini.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa “tingkat kerusakan tampaknya telah mencapai puncaknya di banyak sektor, dengan hanya sedikit aset yang masih utuh. Kehancuran tersebut telah meninggalkan sejumlah besar puing yang diperkirakan berjumlah sekitar 26 juta ton, yang mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dibersihkan dan dibuang.”

Ditambahkan bahwa perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, dan penyandang disabilitas telah menghadapi dampak bencana kumulatif yang paling signifikan terhadap kesehatan fisik, mental, dan psikologis mereka, dengan perkiraan bahwa anak-anak yang lebih kecil akan menghadapi konsekuensi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan di sisa hidup mereka.

Laporan PBB mencatat bahwa dengan 84 persen rumah sakit dan fasilitas kesehatan rusak atau hancur, dan kurangnya listrik dan air untuk mengoperasikan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, masyarakat hanya menerima sedikit layanan kesehatan atau obat-obatan yang dapat menyelamatkan nyawa.

Selain itu, sistem air dan sanitasi berada di ambang kehancuran, hanya menyediakan kurang dari 5 persen dari layanan sebelumnya, sehingga memaksa penduduk bergantung pada jatah air yang sangat terbatas untuk bertahan hidup. Sistem pendidikan juga runtuh, dengan 100 persen anak-anak putus sekolah.

Laporan tersebut juga menyoroti dampaknya terhadap jaringan listrik dan sistem produksi energi surya, dengan mencatat pemadaman listrik yang hampir total sejak minggu pertama agresi. Dengan 92 persen jalan-jalan utama hancur atau lumpuh dan memburuknya infrastruktur komunikasi, penyaluran bantuan kemanusiaan penting kepada masyarakat menjadi sangat sulit.

Menurut laporan tersebut, penilaian cepat dan komprehensif terhadap kerusakan dan kebutuhan akan dilakukan untuk memperkirakan kerugian ekonomi dan sosial secara menyeluruh, serta kebutuhan pendanaan untuk pemulihan dan rekonstruksi. Perkiraan biaya kerusakan, kerugian, dan kebutuhan melalui penilaian cepat yang komprehensif diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan biaya penilaian kerusakan sementara.

Pada akhir September, Pusat Satelit PBB mengeluarkan pembaruan kesembilan mengenai penilaian kerusakan bangunan di Jalur Gaza, yang menunjukkan bahwa dua pertiga dari seluruh bangunan di sektor tersebut telah rusak.

Analisis ini didasarkan pada citra satelit resolusi tinggi yang dikumpulkan pada tanggal 3 dan 6 September 2024. Pusat tersebut membandingkan citra yang diambil pada dua hari tersebut dengan data sebelumnya, sehingga memberikan gambaran komprehensif tentang tingkat kerusakan.

Pusat tersebut melaporkan bahwa 66 persen bangunan yang rusak di Jalur Gaza mencakup total 163.778 bangunan, termasuk 52.564 bangunan hancur, 18.913 rusak berat, 35.591 mungkin rusak, dan 56.710 rusak sedang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah yang paling terkena dampak secara keseluruhan adalah Kegubernuran Gaza, dimana terdapat 46.370 bangunan yang rusak. Kota Gaza paling terkena dampaknya, dengan 36.611 bangunan hancur.

Pusat Satelit PBB (UNOSAT), bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), juga merilis informasi terkini mengenai kesehatan dan kepadatan lahan pertanian di Jalur Gaza, dan menemukan bahwa sekitar 68 persen lahan tanaman permanen di sektor tersebut menunjukkan adanya kerusakan pada lahan pertanian. penurunan kesehatan dan kepadatan yang signifikan pada September 2024.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Pendidikan Tinggi, 124 sekolah negeri mengalami kerusakan parah akibat perang di Jalur Gaza, dengan lebih dari 62 sekolah negeri hancur total dan 126 sekolah negeri menjadi sasaran pemboman dan vandalisme.

Selain itu, 65 sekolah milik UNRWA telah dibom dan dirusak, sementara 20 institusi pendidikan tinggi mengalami kerusakan parah. Lebih dari 35 gedung universitas hancur total, dan 57 gedung universitas hancur sebagian.

Kementerian mencatat pembunuhan lebih dari 10,317 siswa dan terlukanya lebih dari 16,119 lainnya sejak pecahnya perang di Jalur Gaza, sementara 416 anggota staf pendidikan menjadi martir, dan lebih dari 2,463 guru dari sekolah dan universitas terluka.

Genosida telah menghalangi 39.000 siswa untuk mengikuti ujian sekolah menengah Tawjihi, baik karena ratusan dari mereka menjadi korban agresi atau karena gangguan pendidikan yang disebabkan oleh perang dan kehancuran menyeluruh dari proses pendidikan.

Terkait kehancuran tersebut, WAFA melansir kecaman warga Gaza tak hanya untuk Israel, tetapi juga terhadap tak berdayanya lembaga-lembaga dunia yang mestinya mencegah kekejaman serupa terjadi di Gaza.

Beberapa hari menjelang peringatan tahun pertama serangan mengerikan pada tanggal 7 Oktober, menurut WAFA, jelas bahwa perang ini berpotensi mengungkap kelemahan tragis PBB, seperti yang dilakukan Liga Bangsa-Bangsa pada Perang Dunia Kedua. Dewan Keamanan PBB lumpuh, tidak berdaya, dan tidak berdaya menghadapi pemerintah Israel yang menikmati impunitas yang memalukan.

“Ketika debu mereda dari puing-puing Gaza, para sejarawan di tahun 2030-an akan memberikan penilaian yang keras terhadap komunitas internasional, jika mereka masih layak disebut demikian, maka dunia akan terpecah belah, khususnya ‘kekuatan-kekuatan’ besar di dunia. Negara-negara Barat dan Arab, paling jauh, hanya mengeluarkan deklarasi yang lemah dan tidak berhubungan, dan yang paling buruk adalah mendanai persenjataan pemerintah Israel. Komunitas internasional harus menerima tanggung jawabnya – dan semakin cepat semakin baik.”

 

Sumber: Republika

UNRWA: Krisis Pangan di Gaza Terjadi Akibat Tindakan Sengaja Israel

UNRWA: Krisis Pangan di Gaza Terjadi Akibat Tindakan Sengaja Israel

NewsINH, Gaza – Komisioner Jenderal badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini menyatakan bahwa bencana kelaparan di Jalur Gaza terjadi akibat tindakan yang disengaja melalui blokade bantuan dan serangan sistematis Israel terhadap infrastruktur.

“Kelaparan menyebar di Gaza. Kelaparan ini seluruhnya adalah karena tindak manusia. Lebih dari 70 persen ladang tanaman pun hancur,” kata Lazzarini dalam pernyataannya di media sosial yang dipantau pada Kamis (03/10/2024) seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Ia mengatakan, jumlah warga Gaza yang tidak mendapat bantuan jatah makanan yang mencapai 1 juta orang pada Agustus kemarin, melonjak menjadi 1,4 juta orang pada September.

Akibat agresi dan blokade Israel yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan tatanan pemerintahan di Gaza, lebih dari 100 ribu ton pasokan makanan tak bisa masuk, kata dia.

Terlebih, kehancuran besar di Gaza memaksa seluruh populasi kawasan tersebut, yang jumlahnya sekitar 2,1 juta orang pada 2023, menggantungkan nasib pada bantuan kemanusiaan dari luar.

Lazzarini menyatakan, pembatasan dan penundaan pengiriman bantuan kemanusiaan hanya akan memperburuk kondisi kehidupan pengungsi di Gaza.

“Dengan semakin dekatnya musim dingin dan memburuknya kondisi cuaca, kekurangan bantuan kemanusiaan yang layak hanya akan menciptakan penderitaan yang lebih besar lagi,” kata dia.

Untuk itu, Komisioner Jenderal UNRWA menegaskan pentingnya gencatan senjata untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina dan meredakan ketegangan kawasan.

Diperlukan kehendak politik dan kepemimpinan yang teguh di antara pihak-pihak berkonflik untuk memastikan semua sandera dibebaskan, titik-titik penyeberangan baru dibuka, dan bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza tanpa halangan apapun, ucap dia.

“Memilih perdamaian sebagai cara kita untuk maju adalah pilihan para pemberani. Karena itu, inilah waktunya,” kata Lazzarini.

Agresi Israel ke Jalur Gaza yang pada 7 Oktober mendatang genap berlangsung selama setahun tersebut telah menyebabkan hampir 41.600 orang tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 96.200 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Serangan Israel juga telah membuat hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.

 

Sumber: Antara

Satu Juta Penduduk Lebanon Mengungsi Akibat Serangan Israel

Satu Juta Penduduk Lebanon Mengungsi Akibat Serangan Israel

NewsINH, Beirut  – Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengatakan serangan Israel yang gencar telah memaksa hingga satu juta orang mengungsi dari beberapa wilayah. Lebanon kemungkinan menghadapi krisis pengungsian terburuk dalam sejarah negara kecil itu.

Mikati mengatakan kepada wartawan bahwa jumlah orang yang mengungsi diperkirakan sangat tinggi. “Mungkin mencapai satu juta, ini adalah gerakan pengungsian terbesar yang mungkin terjadi di Lebanon,” katanya. Jumlah penduduk Lebanon adalah sekitar 6 juta orang.

Di Beirut, beberapa keluarga pengungsi menghabiskan malam di bangku-bangku di Zaitunay Bay, serangkaian restoran dan kafe di tepi laut Beirut. Pada Minggu pagi, keluarga-keluarga yang hanya memiliki sekantong pakaian telah menggelar tikar untuk tidur dan membuat teh untuk diri mereka sendiri.

“Kalian tidak akan dapat menghancurkan kami, apa pun yang kalian lakukan, seberapa pun kalian mengebom, seberapa pun kalian menggusur orang-orang – kami akan tetap di sini. Kami tidak akan pergi. Ini negara kami dan kami akan tetap tinggal,” kata Francoise Azori, seorang warga Beirut yang sedang jogging di daerah itu.

Israel pekan lalu membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Pembunuhan Hassan Nasrallah dikhawatirkan mengganggu stabilitas Lebanon dan wilayah yang lebih luas.

Anggota DPR RI Desak Gerakan Boikot untuk Hentikan Serangan Israel ke Lebanon

Sejak hari Senin, serangan Israel yang gencar di seluruh Lebanon timur, selatan, dan di Beirut selatan telah menewaskan ratusan orang dan memaksa banyak orang meninggalkan rumah mereka.

Awal minggu ini, kepala pengungsi PBB Filippo Grandi mengatakan lebih dari 200.000 orang mengungsi di dalam Lebanon dan lebih dari 50.000 telah melarikan diri ke negara tetangga Suriah.

Serangan intensif itu terjadi saat Israel mengalihkan fokus operasinya dari Gaza ke Lebanon, setelah hampir setahun terlibat baku tembak lintas perbatasan dengan Hizbullah terkait perang Gaza. Hizbullah menyatakan bahwa mereka bertindak untuk mendukung sekutunya yaitu Hamas.

 

Sumber: Tempo/ Al Arabiya

Mesir Sebut Gencatan Senjata Kunci Perdamaian Regional di Kawasan Timteng

Mesir Sebut Gencatan Senjata Kunci Perdamaian Regional di Kawasan Timteng

NewsINH, Cairo – Pemerintah Mesir menyatakan dukungannya terhadap semua inisiatif untuk mencapai de-eskalasi menyeluruh di kawasan, menekankan bahwa kunci perdamaian terletak pada penghentian agresi Israel di Jalur Gaza.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri tersebut disampaikan setelah deklarasi bersama dari AS, negara-negara Barat, dan negara-negara Arab, kecuali Mesir, yang mendukung gencatan senjata sementara selama 21 hari di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon.

Mesir memperingatkan bahwa “tindakan dan pelanggaran Israel mendorong Timur Tengah menuju kekacauan dan konfrontasi yang tak terkendali, yang membahayakan penduduk kawasan,” setelah eskalasi serangan Israel di Lebanon, termasuk serangan di Beirut, serta serangan Tel Aviv terhadap Gaza.

Pernyataan tersebut menegaskan kembali “komitmen Mesir untuk bekerja sama dengan mitra regional dan internasional dalam mengendalikan konflik yang terus meningkat,” dan mendesak “gencatan senjata yang segera, menyeluruh, dan permanen di Gaza dan Lebanon.”

Kementerian Luar Negeri juga menekankan bahwa “kunci untuk meredakan ketegangan ini tetap terkait dengan penghentian agresi brutal Israel di Gaza dan pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan.”

Menurut situs web Axios yang berbasis di AS, pejabat Amerika, pejabat Israel, dan dua sumber lainnya mengungkapkan pada Rabu (25/9) bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden sedang bekerja pada “inisiatif diplomatik baru” untuk menghentikan sementara pertempuran di Lebanon dan melanjutkan pembicaraan gencatan senjata di Gaza.

Selain itu, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengumumkan di Dewan Keamanan PBB pada Rabu bahwa Prancis, bekerja sama dengan AS, sedang menyusun rencana untuk gencatan senjata sementara antara Israel dan Lebanon guna membuka jalan bagi negosiasi. Pengumuman mengenai rencana ini diharapkan segera bisa disampaikan.

Israel telah menghantam Lebanon sejak awal Senin (23/9/2024), menewaskan setidaknya 677 korban dan melukai lebih dari 2.500 orang, menurut data dari Kementerian Kesehatan.

Kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya serangan Israel terhadap Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.500 korban, sebagian besar perempuan dan anak-anak, setelah serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober lalu.

Masyarakat internasional telah memperingatkan bahwa serangan terhadap Lebanon dapat memperluas konflik Gaza ke tingkat regional.

 

Sumber: Antara

Solusi Dua Negara, RI Desak Segera Pengakuan terhadap Palestina

Solusi Dua Negara, RI Desak Segera Pengakuan terhadap Palestina

NewsINH, Jakarta – Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI menyampaikan pernyataan tegas dalam Pertemuan Tingkat Menteri mengenai Situasi di Gaza dan Implementasi Solusi Dua Negara sebagai Jalan Menuju Perdamaian yang Adil dan Komprehensif. Retno menekankan pentingnya pengakuan terhadap Negara Palestina sebagai langkah krusial untuk mewujudkan solusi dua negara.

Ia menegaskan pengakuan ini tidak hanya memberikan harapan bagi rakyat Palestina, tetapi juga merupakan cara penting memberikan tekanan politik kepada Israel untuk menghentikan kekejaman. Retno menolak pandangan beberapa negara yang menunda pengakuan Palestina dengan alasan menunggu “waktu yang tepat”.

“Kapan waktu yang tepat itu? Bagi saya, waktunya adalah sekarang. Kita tidak ingin menunggu hingga semua rakyat Palestina terusir atau hingga 100 ribu orang terbunuh untuk menganggap itu adalah waktu yang tepat,” tegasnya.

Selain itu, Menteri Retno juga menyoroti urgensi implementasi Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/24, yang menuntut Israel mengakhiri kehadiran ilegalnya di Wilayah Pendudukan Palestina. Ia menegaskan harapan untuk perdamaian akan hancur jika negara-negara anggota PBB tidak memiliki keberanian dan hati untuk menekan satu negara agar mematuhi resolusi tersebut.

Indonesia mendorong seluruh negara untuk memastikan implementasi resolusi ini. “Indonesia mendesak seluruh negara untuk memastikan implementasi resolusi tersebut benar-benar terjadi,” tambah Retno.

Bukan hanya itu, Retno pada Kamis, 26 September 2024, juga berharap negara-negara Gerakan Non-Blok (GNB) menggunakan pengaruhnya untuk membantu Palestina. Menurut Menlu Retno, negara-negara GNB harus memanfaatkan pengaruh yang dimiliki, untuk memajukan dua hal utama, yaitu pertama, meningkatkan jumlah negara yang mengakui Palestina; dan kedua, mendorong implementasi efektif dari Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/24, yang menuntut Israel untuk mengakhiri kehadiran ilegalnya di Wilayah Pendudukan Palestina.

“Pengakuan (terhadap Palestina) sangatlah penting. Pengakuan mengobarkan harapan kepada rakyat Palestina; merupakan langkah krusial menuju terciptanya Solusi Dua Negara, serta menciptakan tekanan politis bagi Israel untuk menghentikan kekejamannya”, jelas Menlu Retno.

Retno menilai negara-negara GNB harus menjadi negara- negara yang terdepan dalam memberikan pengakuan terhadap Palestina. Komite Palestina GNB adalah salah satu Kelompok Kerja GNB yang antara lain beranggotakan Indonesia, Aljazair, Iran, Afrika Selatan, Zimbabwe, Malaysia, Kuba, India, Venezuela, Mesir dan Senegal.

GNB terdiri dari 121 negara yang secara formal tidak beraliansi dengan salah satu blok kekuatan besar tertentu. Dari antara negara-negara anggota GNB, hanya Palestina yang belum meraih kemerdekaan.

 

Sumber: Tempo

1.247 Orang Lebanon Meninggal Akibat Serangan Israel

1.247 Orang Lebanon Meninggal Akibat Serangan Israel

NewsINH, Beirut – Jumlah korban tewas di Lebanon akibat serangan udara Israel sejak 8 Oktober tahun lalu telah mencapai 1.247 orang, termasuk wanita dan anak-anak. Sementara jumlah korban yang mengalami luka-luka tembus mencapai sekitar 5.278 orang.

“Jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 1.247, dan jumlah korban luka sebanyak 5.278 orang, sebagian besar adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan wanita, sejak 8 Oktober,” kata Menteri Lingkungan Hidup Lebanon, Nasser Yassin, mengacu pada tanggal Israel melancarkan serangan terhadap Jalur Gaza, sehari setelah serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, Rabu (25/9/2024) kemarin.

Saat Yassin menyampaikan pernyataannya dalam konferensi pers di Istana Pemerintah di Beirut, serangan bom Israel meningkat di berbagai wilayah di negara itu, terutama di bagian selatan. Yassin juga mengatakan bahwa jumlah pengungsi yang terdaftar di tempat penampungan darurat mencapai sekitar 30 persen dari total pengungsi, dengan perkiraan lebih dari 150.000 orang telah menyelamatkan diri dari tempat tinggal mereka, terutama dari Lebanon selatan dan Lembah Bekaa.

Dia menyoroti bahwa para pengungsi tersebar mulai dari Wadi Khaled dan Akkar di utara hingga ibu kota Beirut, Gunung Lebanon, dan daerah-daerah di Lembah Bekaa seperti Zahle, Matn, Aley, dan Chouf.

Yassin menambahkan bahwa komunikasi telah dijalin dengan sahabat negara-negara Arab yang telah menyatakan kesiapan untuk membantu kebutuhan mendesak, dan bantuan dari Irak, Yordania, Qatar, Kuwait, Mesir, dan negara-negara lain yang mendukung akan segera tiba.

Israel telah melancarkan gelombang serangan udara mematikan di Lebanon sejak Senin pagi, menewaskan hampir 610 orang dan melukai lebih dari 2.000 lainnya, menurut otoritas kesehatan Lebanon.

Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.400 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober lalu.

Komunitas internasional telah memperingatkan agar serangan terhadap Lebanon dihentikan karena dapat memicu penyebaran konflik Gaza ke wilayah yang lebih luas.

 

Sumber: Republika

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!