Innalillahi, Hassan Hamad Jurnalis Palestina untuk Anadolu Jadi Korban Serangan Israel

Innalillahi, Hassan Hamad Jurnalis Palestina untuk Anadolu Jadi Korban Serangan Israel

NewsINH, Gaza – Serangan udara Israel menewaskan Hassan Hamad, seorang juru kamera lepas yang bekerja untuk Anadolu, sehingga jumlah jurnalis yang meninggal dunia di Gaza sejak Oktober lalu meningkat menjadi 175, demikian dilaporkan Kantor Media Pemerintah pada Minggu (6/10/2024) waktu setempat.

Jenazah Hamad, yang meninggak dunia akibat serangan udara Israel di rumahnya di Kamp Pengungsi Jabalia, Gaza, dibawa ke Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza bagian utara.

Mohammed Hamad, saudara korban, mengatakan bahwa ia hanya bisa mengenali Hassan melalui rambutnya karena kondisi tubuhnya yang sudah tak lagi utuh akibat serangan militer zionis Israel tersebut.

Ia menambahkan bahwa saudaranya sudah bertugas sejak Sabtu untuk meliput serangan Israel di Jalur Gaza utara.

“Kami mengutuk sekeras-kerasnya penargetan, pembunuhan, dan pembunuhan berencana terhadap jurnalis Palestina oleh pendudukan Israel,” ujar Kantor Media Gaza, seraya menyerukan kepada komunitas internasional dan organisasi internasional untuk “menghentikan pendudukan dan menuntut kepada Israel untuk di dibawa ke pengadilan internasional atas kejahatan yang terus berlanjut.”

Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, Israel terus melancarkan serangan brutal terhadap Jalur Gaza setelah serangan yang dilakukan kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober lalu.

Dalam satu tahun serangan yang terus-menerus, hampir 41.900 orang telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 97.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

 

Sumber: Gazamedia

Faksi-Faksi di Palestina Tetapkan 7 Oktober Sebagai Hari Perlawanan

Faksi-Faksi di Palestina Tetapkan 7 Oktober Sebagai Hari Perlawanan

NewsINH, Gaza – Faksi-faksi perlawanan dari seantero Palestina menegaskan kembali tekad mereka melakukan perjuangan kemerdekaan pada peringatan setahun Tofan al-Aqsa yang terjadi pada 7 Oktober 2023 lalu. Mereka menetapkan tanggal itu sebagai Hari Perlawanan Palestina.

Faksi-faksi Palestina di Gaza mengatakan bahwa mereka masih mampu melawan Israel, dan tidak ada kesepakatan yang akan dibuat sampai negara tersebut mengakhiri perangnya, menurut sebuah pernyataan yang diedarkan oleh Hamas akhir pekan lalu.

Faksi-faksi tersebut bertemu di Gaza untuk memperingati ulang tahun pertama serangan mendadak pejuang Palestina terhadap Israel pada 7 Oktober, yang mereka sebut Topan A

al-Aqsa. Kelompok tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka mengadakan “pertemuan nasional yang penting pada peringatan pertama Pertempuran Topan Al-Aqsa… dan mengingat perang genosida yang dilakukan oleh pendudukan Zionis Nazi terhadap rakyat Palestina dan Lebanon serta negara-negara lain, bangsa Arab dan negara Muslim”.

Faksi-faksi tersebut mengeklaim masih mampu menahan serangan Israel dan melanjutkan operasi “Perlawanan, dengan semua faksinya, dalam kondisi baik dan dalam koordinasi yang tinggi dan berkesinambungan di semua lini dan semua sumbu pertempuran,” kata mereka dilansir the New Arab.

“Kami salut kepada rakyat Palestina yang heroik dan perlawanan mereka yang bangga dan luhur, yang melalui ketabahan dan ketekunan mereka, menggagalkan rencana pendudukan dan proyek likuidasi yang menargetkan identitas dan keberadaan Palestina. “Kami juga memberi hormat kepada jiwa para martir dan tahanan yang dibebaskan, dan kami mendoakan kesembuhan yang cepat bagi para pahlawan kami yang terluka,” kata pernyataan itu.

Satu tahun setelah dimulainya serangan terbaru Israel di Gaza, lebih dari 41.800 warga Palestina telah terbunuh dan hampir 100.000 orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Sebagian besar wilayah pesisir kini menjadi reruntuhan, dan Israel telah menargetkan infrastruktur penting sipil, termasuk blok apartemen, sekolah, rumah sakit, dan jalan raya.

Terlepas dari skala kehancuran yang terjadi, Israel belum mencapai tujuan yang dinyatakan untuk membubarkan Hamas dan kelompok afiliasi lainnya di Gaza. Pemerintah Israel juga mendapat tekanan internal yang meningkat untuk menjamin pembebasan sisa tawanan di Gaza, yang diambil oleh Hamas dan faksi lainnya pada 7 Oktober tahun lalu. Dengan Israel yang kini memperluas serangannya ke Lebanon, harapan akan gencatan senjata di Gaza masih jauh dari harapan, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas.

Pada kesempatan peringatan satu tahun Operasi Banjir al-Aqsa, faksi-faksi perlawanan Palestina mengeluarkan pernyataan yang menegaskan kembali komitmen teguh mereka terhadap perlawanan sebagai “pilihan strategis” dan “hak sah” mereka dalam menghadapi pendudukan Israel. Dalam pernyataannya, faksi-faksi tersebut menegaskan kembali tujuan mereka untuk sepenuhnya membebaskan tanah mereka dan mendirikan negara Palestina merdeka dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.

“Topan Al-Aqsa memfokuskan kembali perhatian global pada perjuangan Palestina,” kata mereka, seraya menambahkan bahwa operasi tersebut adalah “respon alami dan sah” terhadap kejahatan “Israel”. Operasi ini, kata faksi-faksi tersebut, diperlukan untuk menantang agresi dan pelanggaran yang terus dilakukan “Israel”.

Faksi-faksi tersebut menyampaikan rasa terima kasih mereka kepada rakyat Lebanon dan gerakan Perlawanan mereka, serta para pendukung mereka di Yaman dan Irak. “Hormat kami kepada rakyat Lebanon, Perlawanan Islam di Lebanon, dan semua lini dukungan di Yaman dan Irak,” kata faksi-faksi tersebut.

Mengenai potensi perjanjian, faksi-faksi tersebut menegaskan kembali posisi tegas mereka: “Tidak akan ada perjanjian kecuali perjanjian tersebut mencakup penghentian total agresi, penarikan penuh dari Gaza, pembukaan penyeberangan, pencabutan blokade, rekonstruksi, dan kesepakatan pertukaran tahanan yang serius.”

Ke depan, mereka menyatakan bahwa “hari setelah perang akan menjadi milik rakyat Palestina, pemilik sah atas nasib mereka.”

Dalam seruan terakhirnya, mereka mendesak warga Palestina di Tepi Barat, al-Quds, wilayah Palestina yang diduduki pada 1948, dan semua kelompok perlawanan untuk meningkatkan upaya mereka dan menghadapi pendudukan. “Kami menyerukan kepada para pahlawan kami di Tepi Barat, Al-Quds, wilayah pendudukan tahun 1948, dan front perlawanan di mana pun untuk meningkatkan perlawanan dan terlibat dalam konfrontasi langsung dengan pendudukan,” desak faksi-faksi tersebut.

Faksi-faksi tersebut juga mengusulkan tanggal 7 Oktober ditetapkan sebagai “Hari Perlawanan,” yang melambangkan perlawanan terhadap pendudukan dan kepemimpinannya. “Kami menyerukan agar tanggal 7 Oktober menjadi hari perlawanan dan hari untuk mempermalukan wajah penjajah dan para pemimpin terorisnya,” mereka menyimpulkan.

 

Sumber: Republika

Jelang Setahun Genosida Isarael di Gaza, Inilah Daftar Korban dan Kerusakanya..!!!

Jelang Setahun Genosida Isarael di Gaza, Inilah Daftar Korban dan Kerusakanya..!!!

NewsINH, Gaza – Menjelang satu tahun agresi dan genosida Israel di Gaza, skala kehancurannya mencengangkan. Tak hanya gugurnya puluhan ribu syuhada, hampir semua pondasi masyarakat beradab diluluhlantakkan militer Zionis.

Lebih dari 42.000 nyawa telah hilang, dengan mayoritas adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Menurut kantor berita WAFA, krisis kemanusiaan telah meningkat, dengan sekitar 96.000 orang terluka dan seluruh infrastruktur layanan kesehatan dan pendidikan hancur.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan lebih dari 70.000 unit rumah hancur, menyebabkan sekitar 1,9 juta orang mengungsi. Jalanan Gaza yang dahulu ramai kini menjadi pengingat akan apa yang telah hilang.

Laporan berkala Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa meningkatnya kekejaman di Palestina akibat agresi Israel melampaui angka-angka belaka dan merupakan pelanggaran serius terhadap seluruh hak asasi manusia. Sistem kesehatan menjadi sasaran secara sistematis genosida terhadap rakyat Palestina.

Hingga 2 Oktober 2024, jumlah syuhada mencapai 41.689 orang, termasuk lebih dari 11.355 anak-anak, 6.297 perempuan, dan 2.955 lansia. Jumlah orang hilang mencapai sekitar 10.000 orang, sementara sekitar 96.625 warga terluka, banyak diantaranya menderita trauma parah dan kondisi yang mengancam jiwa.

Kementerian Kesehatan mencatat bahwa hanya 15 dari 36 rumah sakit di Gaza yang beroperasi, dan semuanya berfungsi sebagian dan menghadapi kekurangan pasokan yang parah. Pendudukan telah menghancurkan dan membakar 32 rumah sakit di sektor ini, sehingga tidak dapat berfungsi lagi.

Kementerian juga mengindikasikan bahwa sekitar 986 petugas kesehatan telah terbunuh, sementara pihak penjajah telah menahan 310 lainnya, dan melukai ratusan lainnya. Selain itu, pasukan penjajah Israel telah menghancurkan 130 ambulans. Penargetan infrastruktur medis yang disengaja telah menghalangi akses warga sipil terhadap layanan kesehatan dasar, dengan lebih dari 340 serangan terhadap fasilitas kesehatan dan pekerjanya.

Kementerian menyatakan bahwa Gaza menghadapi bencana kesehatan karena kurangnya sumber air bersih, kepadatan penduduk, dan tidak mencukupinya kebutuhan kebersihan dasar. Meluapnya air limbah dan penumpukan sampah di jalan-jalan dan di sekitar tempat penampungan pengungsi menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang signifikan. Selain itu, kekurangan bahan bakar memperburuk situasi dan menghambat pengoperasian layanan-layanan penting.

Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan bahwa “dalam kondisi pengungsian paksa, keadaan sulit, dan cuaca panas yang ekstrim, keluarga-keluarga di Gaza kelelahan dan kelaparan, kekurangan apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup.”

Louise Wateridge, petugas komunikasi UNRWA, menekankan dalam pernyataan pers bahwa “ada banyak orang yang putus asa, lapar, dan lelah” akibat agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap sektor ini. Dia menambahkan bahwa “di bawah pengungsian paksa dan kondisi kehidupan yang keras, keluarga-keluarga di Gaza menjadi lelah dan kekurangan apa yang mereka butuhkan untuk tetap hidup.”

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menegaskan bahwa “(Tindakan Israel) mengeluarkan perintah evakuasi massal di Jalur Gaza tanpa memastikan tempat yang aman bagi para pengungsi akan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan bagi ratusan ribu orang.”

Sebuah laporan internasional pada akhir Juni memperingatkan akan tingginya risiko kelaparan di seluruh Gaza akibat berlanjutnya perang dan pembatasan akses kemanusiaan. Laporan tersebut menyatakan bahwa hampir 96 persen penduduk Gaza (2,1 juta orang) menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi, dan situasi ini diperkirakan akan berlanjut.

Laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu mengklasifikasikan seluruh Jalur Gaza dalam keadaan darurat, yang merupakan klasifikasi fase keempat sebelum kelaparan (fase kelima). Laporan tersebut mencatat bahwa lebih dari 495.000 orang (22 persen dari populasi) menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah pada fase kelima, di mana banyak keluarga mengalami kekurangan pangan yang parah, kelaparan, dan kelelahan dalam kapasitas mereka untuk mengatasinya.

Akibat kondisi ini, yang menyebabkan kekurangan gizi, dehidrasi, dan kurangnya pasokan medis, lebih dari 36 anak meninggal, dan puluhan anak terus menderita kekurangan gizi dan kelaparan, terutama di sektor utara.

Dalam laporan bersama Bank Dunia dan PBB, yang disiapkan dengan dukungan finansial dari Uni Eropa, perkiraan kerugian akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur penting di Jalur Gaza adalah sekitar 18,5 miliar dolar AS, setara dengan 97 persen dari total PDB gabungan Tepi Barat dan Gaza pada 2022.

Bank Dunia menyatakan bahwa laporan “Penilaian Kerusakan Sementara” menggunakan sumber pengumpulan data jarak jauh untuk memperkirakan kerusakan infrastruktur fisik di sektor-sektor kritis antara Oktober 2023 hingga akhir Januari 2024.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kerusakan sarana dan prasarana berdampak pada semua sektor perekonomian, dengan bangunan tempat tinggal menyumbang 72 persen dari biaya, sedangkan infrastruktur pelayanan publik seperti air, kesehatan, dan pendidikan menyumbang 19 persen. Kerusakan pada bangunan komersial dan industri menyumbang 9 persen dari biaya ini.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa “tingkat kerusakan tampaknya telah mencapai puncaknya di banyak sektor, dengan hanya sedikit aset yang masih utuh. Kehancuran tersebut telah meninggalkan sejumlah besar puing yang diperkirakan berjumlah sekitar 26 juta ton, yang mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dibersihkan dan dibuang.”

Ditambahkan bahwa perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, dan penyandang disabilitas telah menghadapi dampak bencana kumulatif yang paling signifikan terhadap kesehatan fisik, mental, dan psikologis mereka, dengan perkiraan bahwa anak-anak yang lebih kecil akan menghadapi konsekuensi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan di sisa hidup mereka.

Laporan PBB mencatat bahwa dengan 84 persen rumah sakit dan fasilitas kesehatan rusak atau hancur, dan kurangnya listrik dan air untuk mengoperasikan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, masyarakat hanya menerima sedikit layanan kesehatan atau obat-obatan yang dapat menyelamatkan nyawa.

Selain itu, sistem air dan sanitasi berada di ambang kehancuran, hanya menyediakan kurang dari 5 persen dari layanan sebelumnya, sehingga memaksa penduduk bergantung pada jatah air yang sangat terbatas untuk bertahan hidup. Sistem pendidikan juga runtuh, dengan 100 persen anak-anak putus sekolah.

Laporan tersebut juga menyoroti dampaknya terhadap jaringan listrik dan sistem produksi energi surya, dengan mencatat pemadaman listrik yang hampir total sejak minggu pertama agresi. Dengan 92 persen jalan-jalan utama hancur atau lumpuh dan memburuknya infrastruktur komunikasi, penyaluran bantuan kemanusiaan penting kepada masyarakat menjadi sangat sulit.

Menurut laporan tersebut, penilaian cepat dan komprehensif terhadap kerusakan dan kebutuhan akan dilakukan untuk memperkirakan kerugian ekonomi dan sosial secara menyeluruh, serta kebutuhan pendanaan untuk pemulihan dan rekonstruksi. Perkiraan biaya kerusakan, kerugian, dan kebutuhan melalui penilaian cepat yang komprehensif diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan biaya penilaian kerusakan sementara.

Pada akhir September, Pusat Satelit PBB mengeluarkan pembaruan kesembilan mengenai penilaian kerusakan bangunan di Jalur Gaza, yang menunjukkan bahwa dua pertiga dari seluruh bangunan di sektor tersebut telah rusak.

Analisis ini didasarkan pada citra satelit resolusi tinggi yang dikumpulkan pada tanggal 3 dan 6 September 2024. Pusat tersebut membandingkan citra yang diambil pada dua hari tersebut dengan data sebelumnya, sehingga memberikan gambaran komprehensif tentang tingkat kerusakan.

Pusat tersebut melaporkan bahwa 66 persen bangunan yang rusak di Jalur Gaza mencakup total 163.778 bangunan, termasuk 52.564 bangunan hancur, 18.913 rusak berat, 35.591 mungkin rusak, dan 56.710 rusak sedang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah yang paling terkena dampak secara keseluruhan adalah Kegubernuran Gaza, dimana terdapat 46.370 bangunan yang rusak. Kota Gaza paling terkena dampaknya, dengan 36.611 bangunan hancur.

Pusat Satelit PBB (UNOSAT), bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), juga merilis informasi terkini mengenai kesehatan dan kepadatan lahan pertanian di Jalur Gaza, dan menemukan bahwa sekitar 68 persen lahan tanaman permanen di sektor tersebut menunjukkan adanya kerusakan pada lahan pertanian. penurunan kesehatan dan kepadatan yang signifikan pada September 2024.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Pendidikan Tinggi, 124 sekolah negeri mengalami kerusakan parah akibat perang di Jalur Gaza, dengan lebih dari 62 sekolah negeri hancur total dan 126 sekolah negeri menjadi sasaran pemboman dan vandalisme.

Selain itu, 65 sekolah milik UNRWA telah dibom dan dirusak, sementara 20 institusi pendidikan tinggi mengalami kerusakan parah. Lebih dari 35 gedung universitas hancur total, dan 57 gedung universitas hancur sebagian.

Kementerian mencatat pembunuhan lebih dari 10,317 siswa dan terlukanya lebih dari 16,119 lainnya sejak pecahnya perang di Jalur Gaza, sementara 416 anggota staf pendidikan menjadi martir, dan lebih dari 2,463 guru dari sekolah dan universitas terluka.

Genosida telah menghalangi 39.000 siswa untuk mengikuti ujian sekolah menengah Tawjihi, baik karena ratusan dari mereka menjadi korban agresi atau karena gangguan pendidikan yang disebabkan oleh perang dan kehancuran menyeluruh dari proses pendidikan.

Terkait kehancuran tersebut, WAFA melansir kecaman warga Gaza tak hanya untuk Israel, tetapi juga terhadap tak berdayanya lembaga-lembaga dunia yang mestinya mencegah kekejaman serupa terjadi di Gaza.

Beberapa hari menjelang peringatan tahun pertama serangan mengerikan pada tanggal 7 Oktober, menurut WAFA, jelas bahwa perang ini berpotensi mengungkap kelemahan tragis PBB, seperti yang dilakukan Liga Bangsa-Bangsa pada Perang Dunia Kedua. Dewan Keamanan PBB lumpuh, tidak berdaya, dan tidak berdaya menghadapi pemerintah Israel yang menikmati impunitas yang memalukan.

“Ketika debu mereda dari puing-puing Gaza, para sejarawan di tahun 2030-an akan memberikan penilaian yang keras terhadap komunitas internasional, jika mereka masih layak disebut demikian, maka dunia akan terpecah belah, khususnya ‘kekuatan-kekuatan’ besar di dunia. Negara-negara Barat dan Arab, paling jauh, hanya mengeluarkan deklarasi yang lemah dan tidak berhubungan, dan yang paling buruk adalah mendanai persenjataan pemerintah Israel. Komunitas internasional harus menerima tanggung jawabnya – dan semakin cepat semakin baik.”

 

Sumber: Republika

UNRWA: Krisis Pangan di Gaza Terjadi Akibat Tindakan Sengaja Israel

UNRWA: Krisis Pangan di Gaza Terjadi Akibat Tindakan Sengaja Israel

NewsINH, Gaza – Komisioner Jenderal badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini menyatakan bahwa bencana kelaparan di Jalur Gaza terjadi akibat tindakan yang disengaja melalui blokade bantuan dan serangan sistematis Israel terhadap infrastruktur.

“Kelaparan menyebar di Gaza. Kelaparan ini seluruhnya adalah karena tindak manusia. Lebih dari 70 persen ladang tanaman pun hancur,” kata Lazzarini dalam pernyataannya di media sosial yang dipantau pada Kamis (03/10/2024) seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Ia mengatakan, jumlah warga Gaza yang tidak mendapat bantuan jatah makanan yang mencapai 1 juta orang pada Agustus kemarin, melonjak menjadi 1,4 juta orang pada September.

Akibat agresi dan blokade Israel yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan tatanan pemerintahan di Gaza, lebih dari 100 ribu ton pasokan makanan tak bisa masuk, kata dia.

Terlebih, kehancuran besar di Gaza memaksa seluruh populasi kawasan tersebut, yang jumlahnya sekitar 2,1 juta orang pada 2023, menggantungkan nasib pada bantuan kemanusiaan dari luar.

Lazzarini menyatakan, pembatasan dan penundaan pengiriman bantuan kemanusiaan hanya akan memperburuk kondisi kehidupan pengungsi di Gaza.

“Dengan semakin dekatnya musim dingin dan memburuknya kondisi cuaca, kekurangan bantuan kemanusiaan yang layak hanya akan menciptakan penderitaan yang lebih besar lagi,” kata dia.

Untuk itu, Komisioner Jenderal UNRWA menegaskan pentingnya gencatan senjata untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina dan meredakan ketegangan kawasan.

Diperlukan kehendak politik dan kepemimpinan yang teguh di antara pihak-pihak berkonflik untuk memastikan semua sandera dibebaskan, titik-titik penyeberangan baru dibuka, dan bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza tanpa halangan apapun, ucap dia.

“Memilih perdamaian sebagai cara kita untuk maju adalah pilihan para pemberani. Karena itu, inilah waktunya,” kata Lazzarini.

Agresi Israel ke Jalur Gaza yang pada 7 Oktober mendatang genap berlangsung selama setahun tersebut telah menyebabkan hampir 41.600 orang tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 96.200 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Serangan Israel juga telah membuat hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.

 

Sumber: Antara

Sistem Fasilitas Kesehatan Hancur, 22 Ribu Korban genosida di Gaza Butuh Rehabilitasi

Sistem Fasilitas Kesehatan Hancur, 22 Ribu Korban genosida di Gaza Butuh Rehabilitasi

NewsINH, Gaza – Lebih dari 22 ribu warga Gaza yang terluka akibat genosida Israel mengalami cedera yang dapat mengubah hidupnya. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mereka membutuhkan perawatan rehabilitasi jangka panjang, namun layanan untuk rehabilitasi tersebut sebagian besar tidak tersedia.

WHO melaporkan, sebagian besar korban tersebut kehilangan anggota tubuh akibat amputasi atau mengalami luka berat. Dan beberapa juga mengalami cedera tulang belakang, cedera otak traumatis, dan luka bakar serius.

“Angka-angka tersebut cukup mengejutkan,” kata Dr Richard Peeperkorn, perwakilan WHO untuk wilayah Palestina, seperti dilansir Euronews, Ahad (15/9/2024) kemarin.

Perkiraan baru ini didasarkan pada laporan dari tim medis darurat di Gaza yang secara rutin melaporkan data ke WHO. Data ini dikumpulkan dari Januari hingga Mei, dan kemudian diekstrapolasi hingga akhir Juli, menurut Pete Skelton, penasihat rehabilitasi dalam keadaan darurat WHO.

Peeperkorn mengatakan bahwa kehancuran sistem kesehatan Gaza telah menyulitkan para korban luka untuk mendapatkan perawatan medis yang memadai, baik untuk cedera akut maupun rehabilitasi.

Sebanyak 17 dari 36 rumah sakit di Gaza kini hanya beroperasi sebagian, dan layanan medis sering tidak dapat diakses karena kekurangan staf, kerusakan bangunan, kurangnya perawatan spesialis, serangan, serta perintah evakuasi.

Laporan tersebut mengindikasikan bahwa hanya 13 persen dari kebutuhan kursi roda, kruk, dan peralatan rehabilitasi lainnya yang telah terpenuhi. Itu tidak termasuk warga Gaza yang sudah memiliki kondisi disabilitas – hanya mereka yang terluka sejak eskalasi konflik tahun lalu.

“Kami telah kehilangan semua layanan rehabilitasi rawat inap karena konflik,” kata Skelton, seraya menambahkan bahwa WHO sedang berupaya untuk memasok kursi roda dan kruk ke Gaza pekan ini.

WHO juga mencatat bahwa hingga pertengahan Mei, 39 fisioterapis telah terbunuh di Gaza.

Otoritas kesehatan Palestina mengatakan bahwa lebih dari 40 ribu tewas di Gaza selama 11 bulan perang yang diwarnai dengan pengeboman dan serangan darat oleh Israel.

Selain gencatan senjata, Peeperkorn menyerukan pembentukan koridor medis yang memungkinkan pasokan kesehatan dan kemanusiaan masuk ke Gaza, serta mengevakuasi korban luka berat ke negara lain.

“Kami membutuhkan sistem yang lebih terorganisir dan berkelanjutan, bukan pendekatan yang bersifat ad hoc,” kata Peeperkorn.

 

Sumber: Republika

Laporan PBB: Krisis Ekonomi Memburuk di Wilayah kkKonflik Palestina

Laporan PBB: Krisis Ekonomi Memburuk di Wilayah kkKonflik Palestina

NewsINH, Gaza – Kehancuran ekonomi yang parah mencengkeram Wilayah Palestina yang Diduduki pascaoperasi militer Israel di Gaza, demikian disampaikan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) dalam laporan yang dirilis pada Kamis (12/9/2024) kemarin waktu setempat.

Laporan tersebut menyoroti skala kehancuran ekonomi yang mengejutkan dan penurunan aktivitas ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, jauh melampaui dampak dari seluruh konfrontasi militer sebelumnya pada tahun 2008, 2012, 2014, dan 2021. Tekanan inflasi disertai melonjaknya angka pengangguran dan anjloknya pendapatan telah membuat keluarga-keluarga Palestina menjadi sangat miskin.

Menurut laporan itu, operasi militer tersebut mengakibatkan korban jiwa, kondisi telantar, dan kerusakan infrastruktur dalam skala yang belum pernah dicapai sebelumnya. Hingga awal 2024, antara 80 persen hingga 96 persen aset pertanian Gaza telah hancur, melumpuhkan kapasitas produksi pangan di wilayah itu dan memperburuk tingkat kerawanan pangan yang sudah tinggi.

Kehancuran tersebut juga menghantam sektor swasta, dengan 82 persen bisnis, penggerak utama ekonomi Gaza, rusak atau hancur.

Produk Domestik Bruto (PDB) Gaza anjlok 81 persen pada kuartal terakhir 2023, yang menyebabkan kontraksi 22 persen untuk tahun tersebut secara keseluruhan. Hingga pertengahan 2024, ekonomi Gaza telah menyusut menjadi kurang dari seperenam dari level 2022, kata laporan itu.

Kondisi pasar tenaga kerja di Tepi Barat telah memburuk secara signifikan, dengan total 306.000 pekerjaan telah hilang, mendorong tingkat pengangguran di Tepi Barat dari 12,9 persen sebelum konflik menjadi 32 persen.

Situasi di Gaza sangat buruk, dengan dua pertiga pekerjaan sebelum pecahnya perang hilang per Januari 2024, ungkap laporan tersebut.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa kemiskinan telah meluas dan terus tumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Sebelum Oktober 2023, 80 persen populasi Gaza bergantung pada bantuan internasional.

Saat ini, kemiskinan berdampak terhadap hampir seluruh penduduk Gaza dan meningkat pesat di Tepi Barat.

Stabilitas fiskal pemerintah Palestina berada di bawah tekanan yang sangat besar sehingga mengancam kemampuannya untuk berfungsi secara efektif dan menyediakan layanan-layanan esensial. Kapasitas fiskal pemerintah telah terkikis oleh pertumbuhan PDB yang lambat, pemotongan pendapatan oleh Israel, dan penurunan tajam dalam hal bantuan internasional, menurut laporan tersebut.

UNCTAD menekankan dalam laporan itu bahwa pendudukan yang berkepanjangan merupakan hambatan ekonomi utama bagi pembangunan berkelanjutan karena pembatasan terhadap investasi, mobilitas tenaga kerja, dan perdagangan yang dilakukan.

Badan perdagangan dan pembangunan PBB tersebut menyerukan penyusunan rencana pemulihan yang komprehensif untuk Wilayah Palestina yang Diduduki, peningkatan bantuan dan dukungan internasional, pencairan pendapatan yang ditahan, dan pencabutan blokade di Gaza.

 

Sumber: Xinhua/Antara

Kesaksian Warga Gaza, Ledakan Bom Israel di Al Mawasi Seperti “Gempa Bumi”

Kesaksian Warga Gaza, Ledakan Bom Israel di Al Mawasi Seperti “Gempa Bumi”

NewsINH, Gaza – Pengeboman terbaru Israel di Jalur Gaza tepatnya di zona aman kamp pengungsian al-Mawasi, Gaza bagian selatan yang dihuni ribuan warga sipil Palestina telah merenggut korban jiwa sebanyak 40 orang. Suara ledakan dahsyat itu pun disaksikan oleh warga sipil gaza bagaikan “gempa bumi” dahsyat dan menyeramkan.

Aisha Nayef al-Shaer, seorang wanita tua yang tinggal di al-Mawasi, menggambarkan melihat anggota tubuh yang terpotong ditarik dari bawah pasir.

“Kami sedang tertidur ketika pengeboman tiba-tiba dimulai. Kami mulai berlari dan menemukan orang-orang tergeletak di tanah. Beberapa kakinya putus, yang lain kepalanya dipenggal, dan orang-orang menggendongnya,” kata Aisha seperti dikutip dari Middle East Eye.

“Masih ada orang yang hilang di bawah pasir. Beberapa waktu lalu, mereka mencabut kepala, tangan, dan kaki. Orang-orang masih terkubur, dan keluarga mereka sedang mencari mereka. Mereka tertidur dan mereka mengebom mereka dengan pesawat terbang. Daerah itu penuh sesak dengan orang-orang dan tenda-tenda.”

Para saksi mata mengatakan sedikitnya 20 tenda darurat yang menampung keluarga menjadi sasaran. Mereka mendirikan tenda di daerah pesisir berpasir dekat kota Khan Younis, tempat dengan sedikit infrastruktur untuk mendukung mereka.

Ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi telah berlindung di al-Mawasi setelah Israel memerintahkan mereka untuk meninggalkan Gaza utara dan timur segera setelah perang meletus pada bulan Oktober.

Sejak Israel memulai operasi militer di kota selatan Rafah pada bulan Mei, jumlah pengungsi di al-Mawasi telah berlipat ganda, situasi yang diperburuk oleh serangan yang dilancarkan di Khan Younis dan beberapa bagian Gaza tengah.

Al-Mawasi menyaksikan serangan serupa pada tanggal 13 Juli, ketika serangan udara Israel terhadap warga Palestina yang mengungsi menewaskan sedikitnya 88 orang dan melukai 289 lainnya.

Umm Mahmoud, seorang pengungsi Palestina yang telah berlindung di Mawasi selama sembilan bulan, menyebut serangan itu ‘mengerikan’.

“Kami mendengar sekitar lima ledakan yang terasa seperti gempa bumi di daerah tersebut. Saat itu gelap, kami semua sedang tidur, dan anak-anak keluar sambil menangis. Orang-orang tercabik-cabik, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak,” katanya kepada MEE.

“Kami merasa aman di sini, dan tidak ada pejuang perlawanan di antara kami. Saya sudah berada di sini selama sembilan bulan dan belum melihat satu pun pejuang di daerah ini. Semua orang di sini adalah wanita, anak-anak, orang tua, dan orang biasa.”

 

Sumber: MME

Gunakan Bom Buatan AS, Israel Luluhlantakan Zona Kemanusiaan di Al Mawasi

Gunakan Bom Buatan AS, Israel Luluhlantakan Zona Kemanusiaan di Al Mawasi

NewsINH, Gaza – Kecaman mengalir dari para pemimpin dunia setelah Israel menjatuhkan bom ke ‘zona aman’ Al-Mawasi di Gaza selatan. Serangan tersebut dilaporkan menewaskan 40 orang

Sebuah penyelidikan oleh kantor berita Sanad Aljazirah menemukan bahwa Israel menggunakan bom buatan AS dalam serangan itu. Pejabat Gaza mengatakan bom itu seperti ‘melelehkan’ tubuh para korban yang menjadi sasaran serangan.

Sekitar tengah malam pada Selasa (10/9/2024) kemarin, bom dijatuhkan di tenda-tenda yang menampung warga Palestina yang mengungsi di Al-Mawasi.

Saksi mata mengatakan kepada Middle East Eye bahwa ledakan itu terasa seperti gempa bumi yang mengguncang daerah tersebut. Ketika mereka melangkah keluar, mereka menemukan korban dengan anggota tubuh yang terpencar tergeletak di tanah.

“Saat itu sekitar pukul 12.30 atau 1 dini hari, saya sedang tidur di pergola di luar rumah saya ketika tiba-tiba, saya melihat rudal jatuh dan pasir menghujani kami. Mereka mengebom daerah itu dengan sekitar empat atau lima rudal,” kata Alaa Shahda Mahmoud al-Shaer, seorang warga lanjut usia di al-Mawasi, kepada MEE.

Saudari-saudari, mertua, dan anak perempuan Shaer semuanya tinggal bersamanya. “Tentara Israel memberi tahu warga Palestina untuk pindah ke daerah yang disebut aman inijadi semua orang datang ke sini. Kami terkejut dengan apa yang mereka lakukan.”

Shaer bergabung dengan puluhan warga dan pengungsi yang mulai menggali tumpukan pasir dan menyelamatkan mereka yang terkubur hidup-hidup sebelum tim SAR pertahanan sipil tiba.

“Hanya Tuhan yang tahu bagaimana kami menyelamatkan orang-orang. Kami menggali pasir dan tenda dari mereka dengan tangan kosong. Itu adalah perjuangan untuk mengeluarkan para korban. Kami mencoba menyelamatkan para wanita dan anak-anak tetapi pasir telah menutupi tenda dan orang-orang,” katanya.

“Beberapa tenda, kami bahkan tidak dapat menemukannya – semuanya terkubur. Pertahanan sipil mencoba mengambilnya pada malam hari tetapi tidak berhasil, dan kami masih menunggu mereka untuk diambil kembali.”

Menurut pertahanan sipil Gaza, sedikitnya 40 orang tewas dan 60 lainnya terluka dalam serangan itu, yang terjadi tanpa perintah evakuasi sebelumnya.

“Saya tidak melihat para martir, tetapi para pemuda mengatakan ada seorang wanita yang kepalanya terpenggal, anak-anak dan anggota keluarga al-Shaer dan Foujo terbunuh. Semua yang tewas adalah orang-orang biasa. Kami tidak pernah mendengar bahwa ada di antara mereka yang bekerja sama dengan perlawanan sebelumnya,” kata Shaer.

Militer Israel mengatakan mereka menargetkan pusat komando Hamas yang disamarkan di wilayah kemanusiaan di Khan Younis. Israel berdalih telah banyak langkah diambil untuk mengurangi kemungkinan melukai warga sipil, termasuk penggunaan persenjataan presisi, pengawasan udara, dan informasi intelijen tambahan”.

Namun Israel tidak membagikan bukti untuk mendukung klaim mereka. Sementara Hamas membantah tuduhan tersebut.

Berbicara bersama Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyebut serangan itu “mengejutkan” dan mengatakan hal itu menunjukkan perlunya gencatan senjata segera.

 

Sumber:MEE/Republika

Biadabnya Israel, Kubur Hidup-hidup Puluhan Warga Gaza di Pengungsian Al Mawasi

Biadabnya Israel, Kubur Hidup-hidup Puluhan Warga Gaza di Pengungsian Al Mawasi

NewsINH, Gaza – Israel kembali melakukan serangan brutal di wilayah al-Mawasi di Khan Younis, tempat separung pengungsi di Jalur Gaza berlindung. Bombardir Israel di wilayah itu membunuh 40 orang, mengubur mereka dalam timbunan pasir akibat bom.

Serangan Israel terhadap orang-orang yang berlindung di tenda-tenda di daerah al-Mawasi terjadi pada tengah malam ketika para pengungsi sedang tidur. Media Palestina kini melaporkan bahwa sedikitnya 40 orang syahid dalam serangan itu, dan 60 lainnya terluka, menurut kantor berita Reuters.

Aljazirah mengutip Pertahanan Sipil Gaza mengatakan setidaknya 20 tenda tempat pengungsi Palestina tidur terkena serangan tersebut. Daerah pesisir al-Mawasi telah dipenuhi dengan tenda-tenda sejak banyak warga Palestina melarikan diri ke sana ketika tentara Israel menetapkannya sebagai “zona aman” selama invasi darat ke kota-kota terdekat, Rafah dan Khan Younis.

Tim penyelamat yang mencari korban selamat di al-Mawasi mengatakan rudal Israel meninggalkan lubang sedalam 9 meter di tenda kamp di Jalur Gaza selatan. Serangan itu terjadi di dekat rumah sakit lapangan yang dikelola oleh badan amal Inggris UK-Med, di pintu masuk al-Mawasi.

Hampir separuh penduduk Gaza kini tinggal di wilayah al-Mawasi. Kebanyakan orang tinggal di tenda karena mengira ini adalah zona aman. Namun mereka terbangun karena suara lima bom udara besar yang menghantam tenda dan menewaskan banyak keluarga. Puluhan orang masih hilang dan pertahanan sipil menggali dengan tangan kosong untuk mengeluarkan orang-orang dari bawah reruntuhan.

Saksi mata di daerah Khan Younis menggambarkan suasana kacau setelah serangan Israel. Para saksi menggambarkan api yang berkobar dan pesawat pengintai Israel berputar-putar di atasnya.

Attaf al-Shaar, yang mengungsi dari kota selatan Rafah dan hadir di lokasi serangan, mengatakan serangan itu terjadi setelah tengah malam dan menyebabkan kebakaran. “Orang-orangnya terkubur di pasir. Mereka diambil sudah jadi potongan-potongan tubuh,” katanya kepada reporter Associated Press.

Hamas membantah klaim militer Israel bahwa mereka menjadi tuan rumah pusat komando di zona kemanusiaan, menyusul serangan terhadap al-Mawasi. Militer Israel mengklaim jet tempurnya membom tenda-tenda tersebut karena menargetkan pusat komando Hamas yang “menyamar di wilayah kemanusiaan”.

“Ini jelas merupakan kebohongan yang bertujuan untuk membenarkan kejahatan ini. Perlawanan telah beberapa kali menyangkal bahwa ada anggotanya yang berkumpul di tempat berkumpul sipil atau menggunakan tempat-tempat tersebut untuk tujuan militer,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Pada hari yang sama, warga kelima dipastikan syahid setelah militer Israel mengebom sebuah warung makan di Kota Gaza, Gaza utara, menurut media lokal. Mereka dipastikan meninggal menyusul serangan terhadap kedai falafel yang populer di kawasan al-Shawa Square di Kota Gaza.

 

Sumber: Reuters/Republika

Jumlah Warga Palestina yang Syahid di Gaza Hampir 41.000 Jiwa

Jumlah Warga Palestina yang Syahid di Gaza Hampir 41.000 Jiwa

NewsINH, Gaza – Jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza telah bertambah menjadi 40.988 jiwa, demikian disampaikan otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza dalam sebuah pernyataan pada Senin (9/9/2024) kemarin waktu setempat.

Dalam 24 jam terakhir, militer Israel menewaskan 16 orang dan melukai 64 lainnya, sehingga total korban tewas menjadi 40.988 jiwa dan korban luka-luka mencapai 94.825 orang sejak meletusnya konflik Palestina-Israel pada awal Oktober 2023, ungkap pernyataan tersebut.

Sementara itu, Perhimpunan Bulan Sabit Merah (Red Crescent Society) Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan pers bahwa timnya di Gaza utara telah menghadapi kekurangan pasokan bahan bakar yang parah selama hampir tiga pekan. Organisasi penyelamatan tersebut mengungkapkan mereka kini beroperasi pada kapasitas minimum, sehingga memperburuk krisis kemanusiaan dan kesehatan di daerah itu.

Rumah sakit Indonesia dan Kamal Adwan di Gaza utara juga memperingatkan adanya potensi penangguhan layanan akibat kekurangan bahan bakar, di tengah blokade Israel dan pembatasan pasokan bahan bakar yang sedang berlangsung. Kedua rumah sakit tersebut memaparkan bahwa penangguhan layanan medis yang akan terjadi dalam waktu dekat dapat menimbulkan ancaman besar bagi nyawa pasien yang sakit dan terluka di fasilitas mereka.

Israel telah melancarkan operasi militer skala besar dan memberlakukan blokade ketat di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, sebagai respons atas serangan mendadak Hamas di kota-kota Israel yang berdekatan dengan Jalur Gaza.

 

Sumber: Xinhua/Antara

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!