Gaza Gencatan Senjata Giliran Tepi Barat Bergejolak

Gaza Gencatan Senjata Giliran Tepi Barat Bergejolak

NewsINH, Tepi Barat – Para veteran militer Israel memperingatkan bahwa wilayah Jenin di Tepi Barat yang diduduki sedang ‘di-Gazakan’. Pernyataan ini menyusul serangan besar-besaran yang dilakukan pasukan penjajahan Israel (IDF) ke wilayah itu dua hari belakangan.

Breaking the Silence, sebuah kelompok advokasi veteran Israel, mengatakan bahwa pemukim Israel telah diizinkan, selama “beberapa hari berturut-turut”, untuk “membakar desa-desa di seluruh Tepi Barat” dan militer kini telah melancarkan operasi “habis-habisan” di Jenin.

Kelompok tersebut mengatakan bahwa Jenin kini menghadapi “peng-Gaza-an” oleh militer Israel, “lengkap dengan serangan udara dan penghancuran infrastruktur”.

Dalam serangkaian postingan di media sosial, kelompok tersebut juga membagikan klip video puluhan pemukim Israel bertopeng yang tiba di desa Funduq di Palestina, di mana mereka mulai membakar kendaraan sementara mobil polisi Israel yang “terlihat jelas” berdiri di dekatnya.

Pasukan Israel menyerang wilayah Jenin di Tepi Barat sejak Selasa. Kantor berita Palestina WAFA melaporkan bahwa tentara Israel telah mengirim bala bantuan militer ke kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki dan kamp pengungsinya.

Koresponden WAFA melaporkan bahwa buldoser militer Israel menghancurkan jalan-jalan di dekat Rumah Sakit Khusus Ibnu Sina, pintu masuk Rumah Sakit Pemerintah Jenin, dan sekitar bundaran di pintu masuk kamp pengungsi Jenin.

Pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya dalam serangan di Jenin yang dimulai pada hari Selasa dan terjadi ketika gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlaku di Gaza.

Defense for Children International Palestine juga mengatakan bahwa seorang anak laki-laki berusia 14 tahun bernama Ahmad Rashid Rushdi Jazar termasuk di antara mereka yang dibunuh oleh pasukan Israel dalam penggerebekan di Tepi Barat. Kelompok tersebut mengatakan dia ditembak dari jarak jauh, dan mereka yang mencoba membantunya juga ditembak.

“Pasukan Israel menembak dan membunuh Ahmad Rashid Rushdi Jazar, 14, di dekat taman kanak-kanak Sebastia di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki pada hari Ahad,” kata kelompok itu dalam sebuah postingan di media sosial. “Tentara menembak Ahmad dari jarak lebih dari 600 meter, lalu menembak ke arah teman-temannya yang mencoba membantunya.”

Tiga dokter Palestina dan dua perawat juga terluka akibat peluru pasukan penjajah Israel di kota Jenin pada Selasa. Direktur Rumah Sakit Pemerintah Khalil Suleiman, Wissam Bakr, mengatakan tentara Israel menembak dan melukai tiga dokter dan dua perawat yang diidentifikasi sebagai, Dr Nader Irsheid, Dr Khaled Zakarneh, Dr Abdullah al-Zaher, perawat Mohammad Amarneh, dan perawat Ashraf Alawneh.

Sumber-sumber lokal mengkonfirmasi bahwa pasukan pendudukan telah benar-benar mengepung kamp tersebut, dan bahwa penembak jitu mereka menargetkan setiap warga yang mencoba meninggalkan kamp tersebut. Buldoser pasukan pendudukan juga menghancurkan beberapa jalan di kota Jenin dan kampnya.

Sumber lokal melaporkan bahwa buldoser pasukan pendudukan mulai menghancurkan Jalan Nazareth dekat Bundaran Al-Hamamah, selain kedatangan buldoser militer ke Jalan Rumah Sakit.

Sejumlah besar buldoser dan kendaraan militer pendudukan menyerbu kota dari pos pemeriksaan militer Al-Jalameh dan Salem, dengan pesawat tempur yang terbang secara intensif di langit kota.

Surat kabar Israel Haaretz mengutip laporan polisi Israel bahwa pasukan polisi perbatasan yang beroperasi di kamp pengungsi Shu’fat di Yerusalem Timur yang diduduki menembaki tiga warga Palestina yang melemparkan batu. Surat kabar itu mengatakan salah satu korban adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang ditembak di dada dan dibawa ke rumah sakit dalam keadaan sadar penuh.

Kamp pengungsi Shu’fat dibangun oleh UNRWA pada tahun 1965 untuk menyediakan perumahan bagi pengungsi Palestina yang diusir dari rumah mereka di daerah-daerah termasuk Lydd, Ramla dan Gaza selama berdirinya Israel pada tahun 1948, yang dikenal oleh orang Palestina sebagai Nakba, atau bencana alam.

Bagian timur Yerusalem, termasuk kamp tersebut, diduduki secara militer oleh Israel pada tahun 1967 dan dianeksasi secara ilegal dalam sebuah tindakan yang tidak diakui oleh hukum internasional. Sekitar 86 persen wilayah Yerusalem Timur yang diduduki berada di bawah kendali langsung pemerintah dan pemukim Israel.

 

Sumber: Republika

 

Sniper Israel “Bandel” Masih Membunuh Anak Gaza di Tengah Gencatan Senjata

Sniper Israel “Bandel” Masih Membunuh Anak Gaza di Tengah Gencatan Senjata

NewsINH, Gaza – Kalimat keras kepala dan bendel nampaknya layak disematkan untuk Israel. Pasalnya ditengah gencatan senjata Pasukan penjajah Israel (IDF) masih melakukan aksi kekejamanya yakni menembak mati seorang anak Palestina dan melukai lainnya pada Senin malam di kota Rafah di Jalur Gaza selatan.

Dilansir dari kantor berita Palestina, WAFA, Selasa (21/1/2025), bahwa Zakariya Hameed Yahya Barbakh terbunuh di dekat bundaran Al-Awda di Rafah tengah setelah ditembak oleh penembak jitu Israel. Seorang anak lainnya terluka saat mencoba mengambil jenazah Barbakh.

Sebelumnya malam ini, satu warga sipil dan seorang anak tewas dan sembilan lainnya, termasuk anak-anak, terluka akibat tembakan Israel di kota Rafah.

Sementara tiga orang yang terluka akibat serangan pesawat tak berawak Israel tiba di Rumah Sakit Eropa di Gaza selatan, lapor WAFA. Serangan yang dilakukan oleh quadcopter terjadi ketika warga Palestina memeriksa rumah mereka di kota Rafah, katanya.

Insiden ini terjadi pada hari kedua gencatan senjata Hamas-Israel, yang sebagian besar telah dilaksanakan sejauh ini.

Kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada Ahad pukul 11.15; Namun, pelanggaran terhadap perjanjian yang dilakukan oleh pasukan pendudukan terus memakan korban jiwa warga sipil di Gaza.

Sementara, sebanyak jenazah 137 warga Palestina kini telah ditemukan dari berbagai daerah di kota yang hancur tersebut sejak gencatan senjata mulai berlaku pada Ahad. Badan Pertahanan Sipil Palestina mengatakan pencarian sekitar 10.000 jenazah yang terkubur di reruntuhan sejak dimulainya perang Israel di Gaza berlanjut pada hari kedua gencatan senjata.

Jumlah korban jiwa akibat agresi Israel di Jalur Gaza melonjak menjadi 47.035 warga sipil dan 111.091 orang luka-luka sejak 7 Oktober 2023. Sumber medis mengatakan bahwa pendudukan Israel melakukan tiga pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza, yang menyebabkan terbunuhnya 23 warga negara dan melukai 83 orang selama 24 jam terakhir.

Mereka menunjukkan bahwa 122 warga Palestina yang terbunuh, 62 diantaranya telah ditemukan jenazahnya, dan 341 orang terluka tiba di rumah sakit di Jalur Gaza, sebagai akibat dari agresi Israel di Jalur Gaza selama 24 jam terakhir.

Mereka menunjukkan bahwa ratusan warga Palestina yang terbunuh masih berada di bawah reruntuhan dan di jalan, sehingga ambulans dan kru pertahanan sipil tidak dapat menjangkau mereka.

Sementara, dalam komentar publik pertama mereka sejak bersatu kembali dengan orang yang mereka cintai, kerabat dari tiga wanita Israel yang dibebaskan dari penawanan di Gaza berterima kasih kepada mereka yang memungkinkan pembebasan mereka.

Mereka juga memohon kepada pemerintah Israel untuk melaksanakan perjanjian gencatan senjata bertahap dengan Hamas yang berujung pada pembebasan orang-orang yang mereka cintai, dan memperingatkan bahwa jalan menuju pemulihan mungkin masih panjang, lapor kantor berita Associated Press.

“Doron meminta saya untuk menyampaikan pesan ini,” kata Yamit Ashkenazi, saudara perempuan Doron Steinbrecher yang dibebaskan, dalam pernyataan kepada media di rumah sakit tempat para wanita tersebut masih menjalani evaluasi medis.

“Turunlah ke jalan-jalan. Kita harus melaksanakan semua langkah kesepakatan. Sama seperti saya bisa kembali ke keluarga saya, semua orang juga harus kembali,” kata Ashkenazi, berbicara atas nama saudara perempuannya.

Kepala staf militer Israel juga telah memberikan penilaian singkat mengenai situasi saat ini karena gencatan senjata di Gaza dan Lebanon sebagian besar masih berlaku.

“Seiring dengan persiapan pertahanan yang intens di Jalur Gaza, kita harus bersiap untuk operasi besar-besaran di Yudea dan Samaria dalam beberapa hari mendatang untuk mencegah dan menangkap teroris sebelum mereka mencapai warga kita,” kata Herzi Halevi dalam sebuah pernyataan. “Yudea dan Samaria” mengacu pada Tepi Barat yang diduduki. Halevi juga menginstruksikan pasukan Israel “untuk merumuskan rencana untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza dan Lebanon”.

Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich menyerang kepala staf militer Israel dan mengatakan Israel harus “menduduki seluruh” Jalur Gaza. Berbicara kepada Radio Tentara Israel, pemimpin Partai Religius Zionis itu berpendapat Herzi Halevi bukanlah orang yang tepat untuk memimpin militer.

Smotrich mengatakan yang dibutuhkan adalah seseorang yang memahami bahwa menduduki Gaza adalah misinya, seseorang “yang berdiri di belakangnya dan siap untuk melaksanakannya”.

Dia menambahkan bahwa Israel harus “menetapkan kekuasaan militer” di Gaza, dan menambahkan bahwa tidak ada “kekuatan ketiga” yang dapat mengendalikan wilayah tersebut.

 

Sumber: Wafa/Antara

Suka Cita Warga Gaza Pulihnya Kehidupan usai Gencatan Senjata Berlaku

Suka Cita Warga Gaza Pulihnya Kehidupan usai Gencatan Senjata Berlaku

NewsINH, Gaza – Gencatan senjata di Jalur Gaza membawa perdamaian dan pemulihan secara bertahap bagi warga setempat di mana mereka merayakan berakhirnya agresi Israel dan toko-toko mulai buka kembali, demikian dilaporkan pada Minggu (19/1/2025) kemarin waktu setempat.

Berlakunya gencatan senjata di Gaza sejak Minggu (19/1/2025) pukul 11:15 pagi waktu setempat tersebut memberi peluang bagi truk-truk pembawa bantuan kemanusiaan memasuki wilayah Palestina itu dari Mesir.

“Setelah gencatan senjata berlaku di Gaza, kami mulai menurunkan ribuan personel kepolisian Palestina di seluruh wilayah untuk menjalankan rencana bagi memastikan keamanan dan ketertiban umum,” ucap Direktur Jenderal Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al-Thawabta.

Pasar-pasar dan kedai-kedai kembali bermunculan di jalan-jalan Gaza. Sementara, puing-puing yang menutupi jalan-jalan lain sedang dibersihkan supaya dapat segera digunakan kembali.

“Kami merasa sangat senang dan bahagia di Jalur Gaza setelah berakhirnya perang ini,” ucap seorang warga Gaza.

Pada 15 Januari lalu, Hamas dan Israel, melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, berhasil menyepakati suatu gencatan senjata selama setidaknya 42 hari dan menyatakan komitmen mengakhiri peperangan yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Agresi Israel ke Jalur Gaza selama 15 bulan terakhir menewaskan 46.000 warga Palestina di Gaza dan 1.500 warga Israel, menyebabkan konflik meluas ke Lebanon dan Yaman, serta memicu saling tembak rudal antara Israel dan Iran.

Hamas dan Israel berkomitmen memulai negosiasi bagi pelaksanaan tahap kedua gencatan senjata pada hari ke-16 berlakunya gencatan senjata tahap pertama. Tahap kedua gencatan senjata disebut meliputi pembebasan sandera yang masih tersisa, gencatan senjata permanen, dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

Para sponsor kesepakatan perdamaian juga membahas tahap ketiga gencatan senjata yang akan mengatur penyerahan jenazah korban tewas, rekonstruksi Jalur Gaza, dan berakhirnya blokade Israel terhadap kawasan itu. Kesepakatan gencatan senjata juga mengatur Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, sebagai penjamin kesepakatan, untuk mendirikan suatu pusat koordinasi di Kairo.

Gencatan senjata yang berlaku kali ini menjadi yang kedua sejak Israel menyerang Gaza pada 7 Oktober 2023. Gencatan senjata pertama berlangsung hanya selama 6 hari pada November 2023.

Sumber: Sputnik-OANA/Antara

Genjatan Sejata di Gaza Mulai Berlaku, Hamas Penuhi Komitmen Serahkan Sandera

Genjatan Sejata di Gaza Mulai Berlaku, Hamas Penuhi Komitmen Serahkan Sandera

NewsINH, Gaza – Kesepakatan gencatan senjata antara pejuang kemerdekaan Palestina (Hamas) dan Israel di Gaza mulai diberlakukan pada hari Minggu (19/1/2015) pagi kemarin waktu setempat. Dihari yang sama  sebuah peristiwa yang tak terbayangkan terjadi di Alun-Alun Saraya, Kota Gaza, saat sayap militer Hamas menyerahkan tiga sandera wanita Israel dalam sebuah adegan yang mengundang perhatian masyarakat dunia.

Penyerahan sandera ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata dan tukar tahanan antara pejuang Hamas dan Israel.

Tareq Abu Azzoum, wartawan Al Jazeera yang meliput peristiwa tersebut, mengatakan bahwa meskipun Hamas telah menghadapi serangkaian serangan besar dari pasukan Israel, mereka tetap muncul sebagai kekuatan yang terorganisir dalam mengelola pertukaran sandera.

“Ini adegan yang sulit dibayangkan,” ujar Abu Azzoum

“Kami melihat kerumunan warga Palestina berkumpul di sekitar para pejuang Hamas, meneriakkan seruan untuk kebebasan dan pembebasan,” tambah Abu Azzoum.

Menurutnya, meskipun sayap militer Hamas, yang dikenal dengan nama Brigadir Qassam, telah menerima pukulan signifikan selama pertempuran di Gaza, mereka masih mampu menunjukkan kekuatan yang terorganisir dan berfungsi dengan baik.

Hal ini menunjukkan bahwa Hamas masih bisa beroperasi secara efektif di lapangan, bahkan setelah klaim Israel yang menyebutkan bahwa mereka telah berhasil mereduksi kemampuan militer kelompok tersebut.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa meski ada klaim Israel yang menyebutkan bahwa mereka telah melemahkan Hamas, kelompok ini masih memiliki kapasitas untuk bertahan dan melakukan operasi besar di Gaza. “Ini bisa menjadi indikasi bahwa dalam waktu dekat, Hamas masih akan tetap ada sebagai kekuatan militer di wilayah ini,” tambah Abu Azzoum.

Pertukaran sandera tersebut adalah bagian dari kesepakatan yang lebih luas yang melibatkan pertukaran 33 sandera Israel dengan sekitar 1.800 tahanan Palestina. Gencatan senjata yang dimulai pada hari Minggu ini adalah langkah pertama dalam proses yang lebih panjang yang bertujuan mengarah pada “ketenangan yang berkelanjutan,” menurut kesepakatan yang dicapai antara Hamas dan Israel.

Kerumunan warga Palestina yang berkumpul di sekitar lokasi penyerahan sandera juga menunjukkan dukungan dan solidaritas terhadap Hamas, meskipun situasi di Gaza tetap tegang dan penuh ketidakpastian.

Hamas serahkan 3 sandera Israel di Gaza

Proses pemindahan tiga sandera Israel di Gaza ke Palang Merah dimulai pada Ahad.

Menurut seorang jurnalis Anadolu, sayap bersenjata Hamas, Brigadir Qassam, mulai menyerahkan ketiga sandera Israel tersebut kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Kota Gaza.

Sejumlah besar anggota Qassam dan kendaraan mereka berkumpul di pusat Kota Gaza untuk menyerahkan ketiga wanita Israel tersebut, tambahnya.

Media publik Israel, KAN, dan saluran Israel Channel 12 juga mengonfirmasi kabar tersebut.

Kesepakatan gencatan senjata Gaza mulai berlaku pada pukul 11.15 waktu setempat (09.15 GMT) pada hari Minggu setelah beberapa jam tertunda.

Artikel ini telah tayang di gazamedia.net dengan judul: Hamas serahkan 3 sandera Israel di Gaza – Gaza Media – https://gazamedia.net/hamas-serahkan-3-sandera-israel-di-gaza/

 

 

Sumber: Gazamedia

Ceasefire Berlaku Mulai Hari Minggu, Israel Gencarkan Serangan di Jalur Gaza

Ceasefire Berlaku Mulai Hari Minggu, Israel Gencarkan Serangan di Jalur Gaza

NewsINH, Gaza – Meski nota kesepakatan gencatan senjata atau ceasefire antara pejuang kemerdekaan Palestina (Hamas) dan Zionis Israel telah ditandatangi kedua belah pihak. Namun militer Israel masih melakukan serangan ke Jalur Gaza, Jum’at (17/1/2025).

Sejak pengumuman tersebut, setidaknya 87 warga Palestina meninggal, termasuk 21 anak-anak dan 25 perempuan. Angka ini menambah panjang daftar korban dalam perang yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini.

Dilansir Al Jazeera, menurut laporan dari badan-badan kemanusiaan dan otoritas Gaza, perang yang dimulai pada 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 46.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 110.000 orang lainnya. Di sisi Israel, sekitar 1.139 orang tewas dalam serangan yang dipimpin oleh Hamas pada hari pertama perang, dengan lebih dari 200 orang diculik oleh kelompok tersebut.

Meskipun gencatan senjata sudah disepakati melalui mediasi intensif dari negara-negara seperti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, ketegangan politik di Israel masih tinggi.

Hal ini menambah ketidakpastian mengenai pelaksanaan kesepakatan tersebut. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan-badan PBB lainnya melaporkan tingginya angka korban jiwa, terutama di kalangan anak-anak.

Diperkirakan setiap harinya, belasan anak di Gaza mengalami cedera parah yang akan meninggalkan dampak seumur hidup.

Banyak yang terluka akibat serangan udara Israel yang menghantam kawasan padat penduduk dan infrastruktur vital seperti rumah sakit dan sekolah.

 

Sumber: Aljazeera/Kompas

Gencatan Senjata Tercapai, Warga Gaza: Hidup Akan Dimulai Lagi

Gencatan Senjata Tercapai, Warga Gaza: Hidup Akan Dimulai Lagi

NewsINH, Gaza – Saat gencatan senjata yang telah lama ditunggu-tunggu di Gaza diumumkan pada hari Rabu (15/1/2025) waktu setempat, warga di Jalur Gaza Palestina yang mengungsi merayakan kegembiraanya dan mengungkapkan rasa lega dan bergembira ria.

Shourouk Shahine, seorang jurnalis Palestina di Deir al-Balah, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa ia merasakan “perasaan yang sangat bertentangan, emosi yang sangat campur aduk, kami menahan napas”.

“Dulu ada banyak putaran negosiasi yang terjadi sebelum akhirnya hancur karena kondisi dari pihak yang berunding, dan kami akan putus asa setelah merasa penuh harapan,” katanya.

“Namun kali ini, kami merasa ada keseriusan dalam negosiasi dan menyadari tekanan internasional dari semua pihak. Oleh karena itu, kami berpotensi menuju gencatan senjata.”

Gencatan senjata, yang akan dilaksanakan dalam tiga tahap mulai tanggal 19 Januari, akan membuat banyak warga Palestina yang mengungsi kembali ke kota-kota mereka. Bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan juga diharapkan dapat diberikan dan memungkinkan warga Palestina yang terluka untuk menerima perawatan di luar negeri.

“Kami gembira dapat bernapas dengan normal, gembira dapat tidur tanpa suara pesawat tempur, tanpa pengeboman dan serangan,” kata Shahine.

“Saya, sebagai seorang jurnalis, gembira dapat menjalani pagi di dalam rumah sakit tanpa gambar para martir, tanpa momen perpisahan, perpisahan di antara keluarga para martir, dan tanpa rasa sakit yang dirasakan para korban luka akibat serangan udara Israel di Gaza.”

Shahine berasal dari kota Jabalia di utara, salah satu daerah yang paling banyak diserang di daerah kantong Palestina yang terkepung. Meskipun rumahnya dibom dan dibuldoser, Shahine mengatakan bahwa ia mungkin akhirnya dapat menyampaikan belasungkawa kepada keluarga yang kehilangan orang terkasih dan bertemu kembali dengan tetangganya.

“Kami gembira dapat bertemu dengan seluruh keluarga saya yang menolak untuk pergi selama perang,” katanya.

‘Kehidupan akan dimulai lagi’

Perang Israel di Gaza menewaskan lebih dari 46.000 warga Palestina, menurut kementerian kesehatan Palestina. Namun, para ahli yakin jumlah korban tewas jauh lebih tinggi, karena penghancuran sektor kesehatan Gaza oleh Israel membuat pihak berwenang kesulitan melacak setiap orang yang tewas, dan banyak jenazah diyakini masih berada di bawah reruntuhan.

Menjelang pengumuman tersebut, Wael, yang hanya menyebutkan nama depannya, meninggalkan kota selatan Rafah menuju Deir al-Balah. Ia berharap kehidupan kembali normal di Gaza.

“Hari ini, setelah gencatan senjata resmi diumumkan dan diterapkan di Gaza, kehidupan akan dimulai lagi meskipun ada kesulitan, kehilangan para martir, orang-orang terkasih, teman, kerabat, dan yang terluka,” katanya kepada MEE.

“Kami kehilangan teman-teman, orang-orang yang kami cintai. Kakak saya kehilangan kedua kakinya, dan putri saya, seorang gadis muda, terkena pukulan di mata.”

Meskipun demikian, Wael optimis dengan masa depan rakyatnya.

“Sebagai orang Palestina yang telah diduduki selama lebih dari 70 tahun, kami terbiasa dengan pembunuhan dan pengorbanan ini, dan kami terbiasa untuk kembali, untuk bangkit meskipun ada pembunuhan dan kerugian,” katanya.

“Setelah semua pengorbanan ini, rakyat kami akan berdiri tegak lagi dan membentuk kehidupan mereka lagi – sampai pendudukan berakhir.”

Perasaan Wael digaungkan oleh Ahmad al-Mohsen di Khan Younis, Gaza selatan, yang juga berharap untuk kembali ke kampung halamannya Rafah.

“Apakah rumah saya hancur atau tidak, yang penting adalah seseorang kembali, jauh dari perang. Tidak ada tempat seperti rumah,” kata Mohsen.

‘Butuh waktu lama’

Sementara banyak orang di Gaza merayakan gencatan senjata, Shahine mengatakan dia tidak bisa.

“Orang-orang Gaza adalah orang-orang yang emosional,” katanya. “Mungkin sebagian orang akan merayakan gencatan senjata, tetapi secara pribadi, saya tidak akan melakukannya, demi menghormati para martir.”

Shahine mengatakan gencatan senjata adalah hak rakyat Palestina dan merupakan “kewajiban” setiap negara untuk menekan Israel agar membuat kesepakatan.

“Namun, sayangnya, mereka mendukung Israel dengan segala macam senjata yang dilemparkan kepada kami dan menjadi alasan di balik pembunuhan dan genosida kami. Satu-satunya perayaan kami adalah kembalinya kami ke utara, kepada keluarga kami.”

Wael menyimpan harapan sederhana: kembali ke keadaan normal.

“Harapan kami adalah kembali ke kehidupan normal,” kata Wael. “Agar anak-anak kami kembali ke sekolah, agar rumah sakit kami mulai beroperasi lagi, agar rakyat kami dapat bepergian dan bepergian, agar korban luka kami mendapatkan perawatan.”

“Semoga, ini adalah awal dari pembebasan seluruh tanah kami.”

Bagi Mohsen, Jalur Gaza akan kembali “lebih indah dari sebelumnya, tetapi akan memakan waktu lama”.

Kelompok pertama tawanan Israel diharapkan kembali untuk ditukar dengan tawanan Palestina, dan para mediator berharap fase pertama yang berlangsung selama 42 hari ini berhasil menjadikan gencatan senjata sebagai gencatan senjata permanen.

“Kami tidak ingin perang kembali terjadi,” kata Mohsen. “Kami telah kehilangan banyak hal. Kami telah mengalami banyak penderitaan. Kami tidak merasa hidup selama satu setengah tahun.”

Namun, ia merasa bangga dengan keteguhan wilayahnya selama perang.

“Gaza akan tetap menjadi nama bagi seluruh dunia. Nama perubahan. Nama untuk segala hal yang berhubungan dengan perjuangan dan perlawanan pada khususnya.”

 

Sumber: MEE

Inilah Poin Utama Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Inilah Poin Utama Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

NewsINH, Doha – Dunia kini menunggu pengumuman kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas, yang diharapkan mengakhiri lebih dari 466 hari perang brutal yang menghancurkan Gaza. Kesepakatan ini akan menjadi langkah penting untuk mengakhiri agresi militer Israel yang telah menelan banyak korban jiwa di wilayah Palestina tersebut.

Proses Persetujuan Pemerintah Israel

Draf kesepakatan ini akan diserahkan ke Dewan Keamanan Israel, pemerintahan, dan kemungkinan besar ke Knesset (parlemen) untuk mendapatkan persetujuan. Jika disetujui, Kementerian Kehakiman Israel dan otoritas penjara akan mengumumkan daftar tahanan Palestina yang akan dibebaskan berdasarkan kesepakatan tersebut.

Meskipun ada kemungkinan adanya keberatan yang diajukan ke Mahkamah Agung Israel, proses banding semacam itu dalam sejarah sering kali ditolak.

Presiden Israel, Isaac Herzog, akan memberikan grasi kepada tahanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup atau hukuman panjang, sesuai ketentuan dalam kesepakatan. Namun, pembebasan tahanan tidak akan dilakukan secara bersamaan, melainkan dilakukan dalam beberapa tahap.

Tahapan Kesepakatan

Kesepakatan ini akan dijalankan dalam tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari. Namun, Israel dilaporkan sedang bernegosiasi untuk memperpendeknya menjadi dua tahap, menurut draf yang diperoleh Anadolu.

Tahap 1: Tindakan Kemanusiaan

Tahap pertama ini akan berlangsung selama 42 hari dan akan fokus pada pembebasan 33 warga Israel yang ditawan oleh Hamas, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, termasuk perempuan, lansia, dan yang sakit.

Sementara itu, militer Israel akan menarik pasukannya dari beberapa wilayah yang sebelumnya dikuasai di Gaza.

Pembebasan pertama bagi tahanan Israel akan dilakukan tujuh hari setelah gencatan senjata dimulai.

Setiap perempuan tentara Israel yang dibebaskan akan diimbangi dengan pembebasan 50 tahanan Palestina, termasuk 30 yang menjalani hukuman seumur hidup dan 20 dengan hukuman jangka panjang.

Sementara untuk setiap warga sipil Israel yang dibebaskan, 30 tahanan Palestina akan dibebaskan, termasuk anak-anak, perempuan, dan mereka yang memiliki masalah medis.

Tahap 2: Negosiasi Lebih Lanjut

Mulai hari ke-16, tahap kedua akan fokus pada pembicaraan untuk kesepakatan menyeluruh yang melibatkan pembebasan semua tahanan Israel yang masih ada, baik tentara maupun warga sipil. Negosiasi ini harus selesai sebelum akhir minggu kelima dari tahap pertama.

Tahap 3: Rekonstruksi dan Stabilitas

Tahap ketiga akan berfokus pada pengaturan jangka panjang, termasuk rekonstruksi infrastruktur Gaza dan penciptaan perdamaian yang berkelanjutan.

Gencatan Senjata dan Pertukaran Tahanan

Gencatan senjata akan dimulai pada hari pertama kesepakatan, dengan Israel menarik pasukannya dari area pemukiman Palestina dan menghentikan operasi pesawat tempur selama 10 jam sehari dan 12 jam saat pertukaran tahanan berlangsung.

Penarikan pasukan secara bertahap dari Gaza akan mencakup wilayah-wilayah utama, seperti Koridor Netzarim yang memisahkan Gaza utara dan selatan, serta Koridor Philadelphia yang membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.

Pada tahap kedua, deklarasi ketenangan berkelanjutan akan menandai penghentian operasi militer, penarikan penuh pasukan Israel, dan pembukaan kembali lintas batas untuk pergerakan barang dan orang.

Pertukaran Tahanan

Pada tahap pertama, untuk setiap warga sipil Israel yang dibebaskan, 30 tahanan Palestina akan dibebaskan. Sementara untuk setiap tentara Israel yang dibebaskan, 50 tahanan Palestina akan dibebaskan, termasuk 30 yang menjalani hukuman seumur hidup dan 20 dengan hukuman tinggi. Kesepakatan ini juga mencakup pembebasan 47 tahanan Palestina yang ditangkap kembali setelah dibebaskan dalam pertukaran tahanan 2011.

Israel menegaskan bahwa tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup tidak boleh kembali ke Tepi Barat, seperti ketentuan dalam kesepakatan 2011 yang mengharuskan mereka dipindahkan ke Gaza atau luar negeri.

Negosiasi lebih lanjut akan menentukan jumlah tahanan Palestina yang akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan tentara Israel pada tahap kedua. Tahanan Palestina yang dibebaskan dalam kesepakatan ini tidak akan menghadapi penangkapan ulang atas tuduhan yang sama.

Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza

Mulai hari pertama kesepakatan, bantuan kemanusiaan akan dikirim ke Gaza sebanyak 600 truk per hari, termasuk 50 truk bahan bakar. Setengah dari pasokan tersebut akan dikirim ke Gaza utara. PBB dan organisasi internasional lainnya akan mengawasi distribusi bantuan selama seluruh tahap kesepakatan.

Kembalinya Pengungsi Palestina dan Rekonstruksi Gaza

Pengungsi Palestina di Gaza selatan akan diizinkan kembali ke rumah mereka di Gaza utara mulai hari pertama kesepakatan. Upaya rekonstruksi akan difokuskan pada perbaikan infrastruktur, termasuk listrik, air, sanitasi, komunikasi, dan jalan-jalan. Tempat tinggal sementara akan mencakup 60.000 rumah mobil dan 200.000 tenda untuk keluarga yang terpaksa mengungsi.

Proses pembangunan kembali juga akan mencakup rumah, bangunan sipil, dan infrastruktur penting lainnya.

Penjamin Kesepakatan

Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat akan bertindak sebagai penjamin kesepakatan ini setelah melalui minggu-minggu negosiasi intensif untuk finalisasi syarat-syaratnya.

Perang yang dilancarkan militer Israel terhadap Gaza telah menewaskan lebih dari 46.600 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak 7 Oktober 2023, meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera. Pada November tahun lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas perang yang dilancarkan di Gaza.

 

Sumber: Gazamedia

Presiden AS Yakini Gencatan Senjata di Gaza akan Segera Terwujud

Presiden AS Yakini Gencatan Senjata di Gaza akan Segera Terwujud

Presiden Biden yakini gencatan senjata di Gaza akan segera terwujud

NewsINH, Washington – Presiden Amerika Serikat Joe Biden meyakini bahwa usulan gencatan senjata di Jalur Gaza yang disampaikannya pada Mei 2024 lalu akan segera terwujud sebelum masa jabatannya berakhir.

“Kita sudah masuk pada tahap di mana usulan yang dijabarkan beberapa bulan yang lalu pada akhirnya akan terwujud,” kata Biden dalam pidato kebijakan luar negerinya di Departemen Luar Negeri AS pada Senin (13/1).

“Saya telah belajar selama bertahun-tahun melayani rakyat untuk tidak pernah sekalipun menyerah,” kata dia.

Menyoroti komunikasi yang dilakukannya dengan pemimpin Mesir dan Qatar, Biden mengatakan bahwa kesepakatan tersebut akan menjadi dasar pembebasan sandera, penghentian pertempuran, jaminan keamanan bagi Israel, dan memungkinkan peningkatan besar bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza.

“Rakyat Palestina berhak atas perdamaian dan hak menentukan masa depan mereka sendiri, sementara Israel berhak atas perdamaian dan keamanan sejati, dan para sandera sepatutnya bersatu lagi dengan keluarga mereka,” tutur Presiden AS.

Sebelumnya, penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, menyebut ada kemungkinan kesepakatan gencatan senjata terwujud pekan ini sebelum Biden menyelesaikan tugas sebagai presiden.

Selama ini, perundingan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang ditengahi Qatar, Mesir, dan AS, terpaksa ditunda beberapa kali karena pemimpin otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, terus memberi syarat-syarat baru.

Hal tersebut memicu protes dari kelompok oposisi Israel dan keluarga sandera yang menuduh Netanyahu sengaja mengulur-ulur upaya mencapai gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

Sementara itu, media CNN, mengutip dua sumber dari Israel, melaporkan bahwa Hamas bersiap membebaskan 33 sandera dalam fase pertama kesepakatan gencatan senjata yang perundingannya di Doha hampir selesai.

Menurut laporan tersebut, seorang pejabat senior Israel pada Senin mengatakan bahwa sebagian besar dari sandera tersebut masih hidup, namun jenazah sandera-sandera yang lain kemungkinan juga akan diserahkan dalam gencatan senjata awal yang rencananya berdurasi 42 hari.

Agresi Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 46.500 warga Palestina yang sebagai besar merupakan perempuan dan anak-anak. Meski resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, Israel tak kunjung menghentikan genosida terhadap bangsa Palestina

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pun mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November 2024 terhadap Netanyahu dan bekas petinggi otoritas pertahanan Yoav Gallant atas dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Rezim Zionis pun saat ini menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan genosida yang dilancarkannya dalam serangan ke Jalur Gaza.

 

Sumber: Anadolu/Antara

Menunggu Momentum Gencatan Senjata, Warga Gaza Rindukan Perdamaian dan Kehidupan Normal

Menunggu Momentum Gencatan Senjata, Warga Gaza Rindukan Perdamaian dan Kehidupan Normal

NewsINH, Gaza – Setelah Hamas pada Selasa (17/12/2024) kemarin mengumumkan bahwa kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan dengan sandera dapat dilakukan jika Israel berhenti memberlakukan persyaratan-persyaratan baru, seorang warga Palestina berusia 29 tahun, Bahaa al-Laqta, menyatakan harapannya untuk hidup damai setelah perang berakhir.

“Semua yang terjadi di Gaza menunjukkan bahwa kami tidak akan bisa hidup dengan damai, namun kami juga tidak memiliki kesempatan untuk mengubah keadaan, kami semua adalah warga sipil yang tidak bersalah,” ujar Laqta, seorang warga Palestina dari Gaza City yang saat ini mengungsi di tenda darurat di Kota Deir al-Balah, Gaza tengah.

“Kami harus membayar mahal untuk perang ini meski kami tidak terlibat dalam aktivitas militer apa pun melawan Israel. Kami berharap dapat hidup damai dengan warga Israel tanpa harus terlibat dalam perang apa pun,” tambahnya.

Warga Palestina memanggang roti dengan oven tanah liat di sebuah rumah yang rusak di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, pada 15 Desember 2024. ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad
Israel melancarkan serangan berskala besar terhadap Hamas di Jalur Gaza untuk membalas serangan Hamas di perbatasan Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan sekitar 1.200 orang tewas dan sekitar 250 orang disandera. Dalam beberapa pekan terakhir, negosiasi tidak langsung mengenai gencatan senjata di Gaza meraih momentum. Pada Selasa, Hamas menyebut perundingan gencatan senjata di Doha, Qatar, sebagai sesuatu yang “serius dan positif”.

Jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel yang masih berlangsung di Jalur Gaza bertambah menjadi 45.097 orang, demikian disampaikan otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza dalam sebuah pernyataan pada Rabu (18/12/2024).

Sejauh ini, sekitar 80,5 persen wilayah Jalur Gaza berada di bawah perintah evakuasi yang masih aktif, tidak termasuk yang kemudian dibatalkan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa.

Perundingan perdamaian tidak langsung antara Israel dan Hamas mengalami pasang surut dalam beberapa bulan terakhir, dengan Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat bertindak sebagai mediator utama.

Khalil al-Bardawil, seorang pria Palestina dari Beit Lahia di Gaza utara yang mengungsi ke Deir al-Balah, mengatakan bahwa dirinya menantikan kabar baik mengenai gencatan senjata antara Hamas dan Israel.

“Terlepas dari perang berdarah dan situasi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan di Gaza, saya masih menyimpan harapan untuk menyaksikan gencatan senjata segera dan kembali menjalani kehidupan normal pada 2025,” kata Mohammed al-Habib, seorang warga Palestina yang mengungsi ke Deir al-Balah.

Ayah enam anak berusia 46 tahun ini terpaksa meninggalkan rumahnya di Kota Rafah, Gaza selatan, pada Mei lalu, saat tentara Israel menyerbu kota tersebut. Namun demikian, dia tetap optimistis dengan masa depan keluarganya.

“Ketika kami selamat dari serangan Israel, saya merasa kami sangat beruntung, dan itulah yang membuat saya optimistis bahwa kami akan selamat dari perang mengerikan saat ini,” tuturnya.

“Saya hanya berharap dapat melanjutkan hidup saya ketika saya kembali ke Rafah. Bahkan seandainya tentara telah menghancurkannya, kami dapat membangunnya kembali,” ujarnya.

Orang-orang terlihat di sebuah bangunan yang rusak pasca serangan udara Israel di kamp pengungsi al-Nuseirat, Jalur Gaza tengah, pada 12 Desember 2024. ANTARA/Xinhua/Marwan Dawood
Dia berharap perundingan akan menghasilkan gencatan senjata, sehingga memungkinkan warga Gaza untuk melanjutkan kehidupan mereka.

“Saya kehilangan segalanya, rumah saya, pekerjaan saya, hidup saya, dan tiga anak saya. Namun saya ingin kembali ke kampung halaman saya dan hidup dengan damai,” imbuhnya.

 

Pewarta: Xinhua/Antara

RI Desak Israel Patuhi Gencatan Genjata di Gaza, Cabut Larangan UNRWA

RI Desak Israel Patuhi Gencatan Genjata di Gaza, Cabut Larangan UNRWA

NewsINH, Jakarta – Indonesia mendesak Israel untuk segera melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza dan tidak lagi melarang aktivitas badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) sebagaimana amanat resolusi Majelis Umum PBB yang disahkan pada 11 Desember.

Hal tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI yang menyambut baik pengesahan dua resolusi Majelis Umum PBB soal gencatan senjata permanen di Gaza dan dukungan bagi UNRWA.

“Gencatan senjata permanen sangat dibutuhkan di Gaza dan keberlanjutan operasi UNRWA akan membantu mengurangi penderitaan warga Palestina,” kata Kemlu RI melalui pernyataan tertulis di media sosial, Kamis.

Indonesia menjadi salah satu pengusung resolusi soal gencatan senjata di Gaza yang disahkan dalam Sesi Khusus Darurat (ESS) ke-10 Majelis Umum PBB pada 11 Desember 2024 tersebut, menurut Kemlu RI.

Resolusi soal UNRWA yang disetujui Majelis Umum PBB turut menegaskan dukungan komunitas global terhadap badan tersebut serta mengutuk pengesahan Undang-Undang Israel yang melarang operasi UNRWA di Yerusalem Timur, kata Kemlu RI.

Dengan pengesahan resolusi Majelis Umum PBB, Indonesia terus mendorong komunitas internasional untuk terus mendesak Israel agar segera mengimplementasikan kedua resolusi tersebut.

“Serta untuk memastikan gencatan senjata permanen, berlanjutnya bantuan kemanusiaan, dan membuka jalan bagi terwujudnya Solusi Dua Negara,” demikian disampaikan Kemlu RI.

Baca juga: Majelis Umum PBB adopsi resolusi gencatan senjata segera di Gaza

Resolusi Majelis Umum PBB terkait gencatan senjata di Gaza pada 11 Desember kembali mendesak semua pihak berkonflik mewujudkan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen serta pembebasan para sandera yang ditawan selama konflik.

Resolusi yang diajukan perwakilan Palestina di PBB yang menuntut segera dibukanya akses untuk layanan penting dan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Gaza tersebut mendapat 158 suara dukungan, sembilan menolak dan 13 lainnya abstain.

Sementara, resolusi soal dukungan terhadap kegiatan UNRWA yang menegaskan pentingnya bantuan kemanusiaan bagi hayat hidup rakyat Palestina didukung 159 suara, sembilan menolak, dan 11 abstain pada hari yang sama.

Resolusi tersebut menegaskan bahwa UNRWA adalah “tulang punggung yang tak tergantikan” untuk menjamin bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza dan pengungsi Palestina, dan segala upaya merintangi aktivitas UNRWA akan “berdampak besar bagi jutaan pengungsi Palestina”.

Kedua resolusi tersebut juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Majelis Umum dalam waktu 60 hari sejak diadopsi.

 

Sumber: Antara

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!