-
NewsINH, Bogor – Setidaknya dalam enam bulan agresi Israel ke Jalur Gaza baik melalui udara, darat dan pengetatan blokade, sudah lebih dari 32 ribu jiwa warga sipil Gaza, Palestina syahid, mayoritas adalah wanita dan anak-anak serta puluhan ribu lainnya luka-luka. Pembantaian satu dan pembantaian lainnya terus terjadi hingga hari ini di Gaza, banyak diantaranya saat mereka hendak mencari makan untuk keluarganya yang kelaparan. Seperti “pembantain terigu” yang tidak hanya hanya terjadi sekali, namun berkali-kali terjadi kepada warga yang hendak mengambil bantuan dan ditarget oleh Israel. International Networking for Humanitarian (INH) terus secara aktif dalam enam bulan ini menyalurkan bantuan kemanusiaan dari masyarakat Indonesia melalui tim INH di Jalur Gaza yang juga adalah korban dari agresi kali ini. Bantuan yang sudah disalurkan didokumentasikan dan dilaporkan secara rutin serta dipublish di berbagai media sosial maupun berita nasional. Kali ini, INH menghadirkan para saksi genosida Israel di Jalur Gaza yang membagikan cerita langsung untuk para saudaranya di Indonesia melalui kegiatan “Ngabuburit bareng Muhammad Husein Gaza dan Para Saksi Garis Depan Gaza” yang termasuk diantaranya adalah Jurnalis Muhammad Al Masri, Akademisi Muhammad Qaddoura, Aktivis Muslimah Jinan Muslim, tiga anak saksi genosida Bushra, Ahmed, Selwan, serta musisi Indonesia Bebi Romeo dan publik figur Meisya Siregar. Kegiatan ini berlangsung di Masjid Darussalam Kota Wisata Cibubur pada hari Jumat 29 Maret 2024. Kegiatan ngabuburit bermanfaat ini juga menghadirkan 48 photo-photo eksklusif hasil jepretan Muhammad Al Masri yang aktif dikenal sebagai fotografer di Jalur Gaza. Selama agresi, Al Masri adalah salah satu jurnalis yang terus secara aktif mempublish dokumentasi kekejaman Zionis di Jalur Gaza melalui lensa kameranya. Para saksi ini adalah mereka yang sejak lahirnya menyaksikan penjajahan, agresi, blokade yang semakin parah hingga hari ini. Bahkan di agresi kali ini, mereka kehilangan teman, kerabatnya yang syahid akibat serangan udara maupun darat. “Saya sangat senang sekali bisa hadir di tengah-tengah saudara muslim kami di Indonesia, saya salut dengan sikap Indonesia yang selalu membantu dan peduli terhadap warga Palestina khusunya di Gaza,” kata Mohammed Al Masri, Jurnalis yang telah malang melintang dan mendokumentasikan peristiwa secara langsung kekejaman militer zionis Israel di Gaza. Menurutnya, sudah lebih dari seratus orang rekannya sesama jurnalis di Gaza telah mati dan menjadi korban serangan Israel mereka dari berbagai kantor berita baik lokal yang ada di Palestina maupun jurnalis internasional. Tak hanya meninggal terkena serangan, banyak juga rekanya yang akhirnya menderita luka-luka dan mengalami cacar secara permanen. “Jurnalis juga menjadi sasaran pembantaian Israel, karena mereka juga tidak menginginkan keberadaan kami, mereka secara sengaja membunuh jurnalis agar tidak tersebar secara luas photo dan video ke masyarakat Internasional,” tegasnya. Sementara itu, Presiden Direktur INH, Luqmanul Hakim menyatakan, kegiatan ngabuburit sekaligus buka bersama ini merupakan agenda edukasi tentang ke Palestinaan. Pasalnya, saat ini ghirah atau semangat yang menggelora terhadap isue-isue tentang Palestina sudah mulai berkurang. Oleh karena itu dengan kegiatan seperti ini memori atau ingatan kita tentang tanggung jawab terhadap penderitaan yang di alami rakyat Palestina mulai tersentuh kembali, terlebih di momentum ramadan seperti saat ini. “Kami berharap kepedulian soal Palestina tidak luntur, semangat itu terus menyala dan akan tetap ada oleh sebab itu kegiatan seperti ini sangat penting guna menguatkan posisi kita terhadap keberpihakan untuk bangsa Palestina,” pungkasnya. (***)
-
NewsINH, Jerusalem – Tak tau diuntung dan malu itulah kalimat yang pantas ditunjukan kepada pihak Israel. Pasalnya, setelah melakukan pengusiran paksa pada tahun 1948 atau yang dikenal dengan peristiwa Nakba, kini Israel berencana akan mengusir warga Palestina di Jalur Gaza ke wilayah Afrika tepatnya di negara Kongo. Informasi yang dilansir dari republika, Kamis (4/1/2024) seorang Pejabat Israel berencana mengadakan pembicaraan rahasia dengan Republik Demokratik Kongo dan negara-negara lain. Pembicaraan mereka dilaporkan membahas pengusiran warga Palestina yang terlantar akibat perang Israel di Jalur Gaza, menurut laporan surat kabar Israel Zman Yisrael. Surat kabar, yang merupakan outlet saudara berbahasa Ibrani dari Times of Israel, mengatakan kebijakan migrasi Gaza dengan cepat menjadi kebijakan utama pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kabinet perang mengenai populasi Gaza. Netanyahu dilaporkan telah memberikan go-ahead untuk kebijakan pengusiran dan anggota kabinet tingkat tinggi mengikutinya, yang telah memulai pembicaraan dengan Kongo sebagai tujuan yang mungkin. Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi karena perang tanpa pandang bulu dan brutal Israel. Serangan Israel sejauh ini telah menyebabkan 22.313 orang meninggal dunia, kebanyakan dari mereka wanita dan anak-anak, dan melukai 57.296 orang. Pada awal perang, Israel memerintahkan penduduk Jalur Gaza utara untuk meninggalkan rumah mereka, dan banyak pejabat Israel membuat pernyataan yang mendukung pengusiran paksa penduduk Gaza. “Kongo akan bersedia menerima migran, dan kami sedang bernegosiasi dengan yang lain,” kata sumber senior di kabinet perang Israel yang dikutip oleh Times of Israel, dilansir dari New Arab, Rabu (3/1/2024) kemarin. Senin lalu, pada pertemuan Partai Likud, Netanyahu sepenuhnya mendukung ide tersebut, dengan mengatakan: “Masalah kami adalah menemukan negara-negara yang bersedia menerima mereka (Gazan), dan kami sedang mengerjakannya”. Pada Selasa lalu, AS mengkritik menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich karena menganjurkan pengusiran warga Palestina dari Gaza. Namun, dukungan dan implementasi oleh Netanyahu, yang mengarah pada pembicaraan klandestin antara pemerintah Israel dan Republik Demokratik Kongo, tampaknya merupakan eskalasi berbahaya dalam implementasi rencana pengusiran yang sering ditandai sebagau pembersihan etnis dan genosida. Pemerintah Israel menyebut kebijakan itu ‘migrasi sukarela’, tetapi kutipan dari menteri kabinet senior menyarankan bahwa seluruh kebijakan bergantung pada Israel yang membuat Gaza tidak dapat dihuni oleh penduduk sipil, yang pada dasarnya memaksa orang-orang Palestina untuk pergi. “Pada akhir perang pemerintahan Hamas akan runtuh, tidak ada otoritas kota, penduduk sipil akan sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan. Tidak akan ada pekerjaan, dan 60 persen lahan pertanian Gaza akan menjadi zona penyangga keamanan,” kata Menteri Intelijen Gila Gamliel kepada Knesset. Gamliel, yang diduga adalah salah satu penulis utama rencana menurut Zman Yisrael, menyerahkan kabinet Israel dengan peta yang menunjukkan Gaza pascaperang, dengan warga sipil Palestina yang tersisa ditutup dari segala arah, dan dengan Israel memperluas perbatasan keamanannya secara tidak dapat dikenali, mengendalikan Koridor Philadelphia dan memaksakan blokade laut permanen. Ini, pemerintah Israel berpendapat, mengharuskan migrasi penduduk sipil. Gamliel juga mengklaim bahwa tidak ada badan Palestina yang layak untuk mengambil alih kekuasaan di Gaza karena penduduk sipil akan terkena kebencian konstan terhadap Israel dan itu akan menyebabkan lebih banyak serangan seperti pada 7 Oktober. Surat kabar itu juga melaporkan bahwa Arab Saudi dibahas oleh kabinet perang sebagai tujuan potensial bagi warga Palestina di Gaza, dengan para menteri Israel mengutip sejumlah besar pekerja Asia Selatan yang digunakan oleh Riyadh saat melanjutkan ledakan konstruksinya. Sumber : Republika
-
NewsINH, New York – Majelis Umum PBB kembali menggelar sidang darurat terkait perang di Jalur Gaza, Palestina. Mayoritas anggota PBB memberikan suara dan dukungungan politiknya untuk gencatan senjata di Gaza. Sementara itu AS dan Israel tetap bersikeras menentang resolusi tersebut. Dilansir dari Aljazeera, Rabu (13/12/2023). Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) yang beranggotakan 193 negara telah memberikan suara mayoritas mendukung resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza yang saat ini tengah dilanda perang. Resolusi pada hari Selasa (12/12/2023) kemarin waktu setempat 153 negara anggota PBB memberikan suara mendukung, 23 negara abstain dan 10 negara memberikan suara menentang, termasuk Israel dan Amerika Serikat. Meskipun resolusi ini tidak mengikat, resolusi ini berfungsi sebagai indikator opini global. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung rancangan resolusi yang baru saja diadopsi oleh mayoritas orang,” kata Duta Besar Arab Saudi untuk PBB Abdulaziz Alwasil dalam sambutannya setelah pemungutan suara. “Ini mencerminkan posisi internasional yang menyerukan penegakan resolusi ini.” katanya. Pemungutan suara tersebut dilakukan ketika tekanan internasional meningkat terhadap Israel untuk mengakhiri serangannya yang telah berlangsung selama berbulan-bulan di Gaza, di mana lebih dari 18.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak. Lebih dari 80 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza juga telah mengungsi. Serangan udara yang tiada henti dan pengepungan Israel telah menciptakan kondisi kemanusiaan di wilayah Palestina yang oleh para pejabat PBB disebut sebagai “neraka di bumi”. Serangan militer Israel sangat membatasi akses terhadap makanan, bahan bakar, air dan listrik ke Jalur Gaza. Pemungutan suara pada hari Selasa ini terjadi setelah gagalnya resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada hari Jumat, yang juga menyerukan gencatan senjata kemanusiaan. AS memveto usulan tersebut, dan memberikan satu-satunya suara yang berbeda pendapat dan dengan demikian membatalkan pengesahan usulan tersebut. Sementara itu, Inggris abstain. Berbeda dengan pemungutan suara di Majelis Umum PBB, resolusi DK PBB mempunyai kekuatan mengikat. Setelah resolusi DK PBB yang dibatalkan pada hari Jumat, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengambil langkah luar biasa dengan menerapkan Pasal 99 Piagam PBB, yang memungkinkan dia mengeluarkan peringatan tentang ancaman serius terhadap perdamaian internasional. Terakhir kali digunakan adalah pada tahun 1971. Namun pengesahan resolusi PBB yang tidak mengikat pada hari Selasa juga mendapat tentangan dari AS. Baik AS maupun Austria memperkenalkan amandemen resolusi untuk mengutuk serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober, yang menandai dimulainya konflik saat ini. Koresponden Al Jazeera Kristen Saloomey mengatakan negara-negara Arab melihat amandemen ini sebagai upaya mempolitisasi pemilu. Keduanya gagal lolos. “Apa yang kami dengar dari banyak negara adalah kredibilitas PBB dipertaruhkan di sini, bahwa penghormatan terhadap hukum internasional memerlukan penghormatan terhadap upaya kemanusiaan,” kata Saloomey. Duta Besar Mesir untuk PBB Osama Abdelkhalek menyebut rancangan resolusi tersebut “seimbang dan netral”, dan menyerukan perlindungan warga sipil di kedua pihak dan pembebasan semua tawanan. Utusan Israel Gilad Erdan menentang seruan gencatan senjata, dan menyebut PBB sebagai “noda moral” terhadap kemanusiaan. “Mengapa Anda tidak meminta pertanggungjawaban para pemerkosa dan pembunuh anak?” dia bertanya dalam pidatonya sebelum pemungutan suara. “Waktunya telah tiba untuk menyalahkan pihak yang bersalah di pundak monster Hamas.” Pemerintahan Presiden AS Joe Biden dengan tegas mendukung kampanye militer Israel, dengan alasan bahwa Israel harus diizinkan untuk membubarkan Hamas. Namun ketika pasukan Israel menyerang seluruh lingkungan, termasuk sekolah dan rumah sakit, Amerika semakin bertentangan dengan opini internasional. Namun, dalam sambutannya pada hari Selasa, Biden mempertajam kritiknya terhadap sekutu AS tersebut, dengan mengatakan bahwa Israel kehilangan dukungan internasional karena “pemboman tanpa pandang bulu” di Gaza. AS, yang mengkritik keras Rusia atas tindakan serupa di Ukraina, dituduh menerapkan standar ganda mengenai hak asasi manusia. “Dengan setiap langkah yang diambil, AS terlihat semakin terisolasi dari opini arus utama PBB,” Richard Gowan, direktur PBB di International Crisis Group, sebuah LSM, mengatakan kepada Reuters. Sumber: Aljazeera
-
NewsINH, Gaza – Militer zionis Israel akan memperluas operasi pertempuran daratnya melawan pasukan perjuangan kemerdekaan Palestina Hamas di seluruh Jalur Gaza. Wilayah selatan Gaza tempat lebih dari 1 juta penduduk sipil mengungsi juga tak luput dari operasi tersebut. “IDF terus memperluas operasi daratnya terhadap pusat-pusat Hamas di seluruh Jalur Gaza. Pasukan ini berhadapan langsung dengan para teroris dan membunuh mereka,” kata Juru Bicara IDF Daniel Hagari, sepertoi dikutip dari Republika, Senin (4/12/2023). Sementara itu, Kepala Staf Umum IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi mengungkapkan, pasukannya kini turut membidik wilayah selatan Gaza. Dia mengatakan operasi Israel di Gaza selatan akan menyamai serangan sebelumnya terhadap Hamas di bagian utara Gaza. “Kami bertempur dengan kuat dan menyeluruh di Jalur Gaza utara, dan kami juga melakukannya sekarang di Gaza selatan,” ujar Halevi. Pada Ahad kemarin, militer Israel meluncurkan kampanye pengeboman ke segenap wilayah Gaza. Jet tempur serta artileri Israel turut melancarkan serangan intens ke Khan Younis dan Rafah yang berada di wilayah selatan Gaza. Jumlah korban jiwa dan luka di Gaza pun terus melambung. “Selama beberapa jam terakhir, hanya 316 orang tewas dan 664 orang terluka yang berhasil diangkat dari reruntuhan dan dibawa ke rumah sakit, namun banyak lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan di Gaza Ashraf al-Qudra pada Ahad lalu. Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, hingga Ahad kemarin, jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel sudah mencapai 15.523 jiwa. Sementara korban luka menembus 41.316 orang. Angka tersebut dihitung sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023. Pekan lalu Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mencemaskan terus berlanjutnya agresi Israel ke wilayah selatan Jalur Gaza. Dia mengatakan, serangan Israel ke selatan Gaza dapat menyebabkan 1 juta penduduk Gaza yang mengungsi di sana, termasuk 900 ribu orang yang berlindung di gedung-gedung PBB, mencoba menerobos ke perbatasan Mesir. “Jalur Gaza sudah dikenal sebagai salah satu tempat paling padat di dunia. Dan sekarang, mayoritas penduduknya pindah ke selatan. Jadi, terdapat konsentrasi populasi yang hampir seluruhnya di separuh wilayah – sebuah wilayah yang tidak dapat mendukung keberadaan seperti itu bahkan karena kekurangan air,” kata Lazzarini dalam sebuah wawancara dengan the Guardian dan dipublikasikan akun X resmi UNRWA, Sabtu (2/12/2023). Dia mengingatkan bahwa lebih dari 1 juta penduduk Gaza diperintahkan mengungsi ke wilayah selatan jika hendak terhindar dari gempuran serangan udara. “Namun sebagian besar orang terbunuh di wilayah selatan,” ujarnya. Lazzarini mengungkapkan bahwa konsep zona aman sepihak di selatan bagi warga sipil, jika tidak disetujui oleh Hamas, akan penuh risiko. “Kami memiliki 1 juta orang, 1 juta orang berada di instalasi PBB, termasuk 100 ribu di utara. Mereka datang untuk mencari perlindungan,” ucapnya. Dia menambahkan, fasilitas-fasilitas PBB yang digunakan penduduk Gaza untuk berlindung sudah diketahui titik lokasinya. Namun, hampir 100 fasilitas tersebut tetap terdampak serangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal itu telah menyebabkan lebih dari 200 orang terbunuh dan 900 lainnya terluka di instalasi PBB. “Sekarang, kami diberitahu, atau kami mendengar, bahwa masyarakat harus bergerak lebih jauh ke barat daya jika serangan terjadi di Khan Younis. Namun Anda tidak dapat menyatakan suatu wilayah aman secara sepihak di zona perang,” kata Lazzarini. Dia mengingatkan Gaza bukanlah Hamas. “Anda mempunyai organisasi bernama Hamas dan Anda mempunyai populasi, dan populasi ini beragam, dinamis, tidak bisa disamakan dengan Hamas. Ini adalah populasi yang hidup di bawah kekuasaan Hamas selama 17 tahun terakhir. Apakah ini berarti seluruh penduduk – separuhnya adalah anak-anak, separuhnya lahir setelah Hamas berkuasa – harus menanggung akibatnya?” ucap Lazzarini. Lazzarini menambahkan, hal tersebut harus diatasi oleh mereka yang bertujuan menumpas atau melenyapkan Hamas. “Apa yang kami katakan adalah bahwa tujuan ini tidak boleh mengorbankan penduduk sipil. Itulah alasan mengapa Anda memiliki aturan perang. Alasan mengapa Anda memiliki hukum humaniter internasional,” katanya. Pada 24 November hingga 1 Desember 2023 lalu, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak turut melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas dilaporkan menculik lebih dari 240 orang, kemudian membawa mereka ke Gaza. Mereka terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing. Sepanjang gencatan senjata selama sepekan, Hamas membebaskan 70 warga Israel dan 24 warga asing dari penyanderaan. Mayoritas warga asing yang dibebaskan berasal dari Thailand. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel telah membebaskan 210 tahanan Palestina.(***) Sumber: Republika
-
NewsINH, Gaza – Pertempuran sengit pejuang kemerdekaan Palestina dan militer Israel di Jalur Gaza belum menunjukan tanda-tanda akan berhenti. Bahkan, kedua belah pihak kian melancarkan serangan udara. Perang roket di atas langit Gaza dan kota-kota di Israel terus berlanjut. Israel mengintensifkan serangannya di Jalur Gaza untuk hari ketiga pada hari Senin (9/10/2023). Serangan udara yang menewaskan ratusan orang ini diklaim sebagai pembalasan atas serangan besar-besaran yang diluncurkan Hamas. Sumber Al Arabiya dan Al Hadath melaporkan bahwa pesawat militer mengebom dua masjid di Gaza pada Senin dini hari. Lebih dari 450 orang meninggal dunia, termasuk anak-anak dan wanita, tewas dan 2.400 lainnya terluka dalam serangan Israel. Angka ini merupakan data dari Bulan Sabit Merah Palestina. Sumber dari Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan koridor kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan ke Jalur Gaza setelah serangan Israel harus segera dibuka. Dalam sebuah pernyataan, militer Israel mengeklaim serangan udara dan tembakan artileri menghantam lebih dari 500 sasaran milik kelompok militan Hamas dan Jihad Islam di Jalur Gaza semalam. “Semalam jet tempur, helikopter, pesawat terbang, dan artileri IDF (tentara Israel) menyerang lebih dari 500 sasaran teroris Hamas dan Jihad Islam di Jalur Gaza,” kata militer dalam sebuah pernyataan. Menurut laporan Al Arabiya, Israel melancarkan serangan terus-menerus terhadap Beit Hanoun di Jalur Gaza utara, sementara peluru artileri menargetkan Kamp Bureij, dan lingkungan Zeitoun dan Shuja’iyya. Sedikitnya 18 orang tewas dalam pengeboman Israel terhadap rumah-rumah di kota Rafah, Gaza, menurut laporan media Palestina pada hari Senin. Pasukan Israel juga terus menyerbu beberapa lingkungan di Tepi Barat. PBB mengatakan jumlah pengungsi Gaza telah meningkat menjadi lebih dari 123.000 orang akibat pertempuran antara militer Israel dan Hamas sejak serangan pada hari Sabtu. Sumber: Sindonews/Al-Arabiya