-
NewsINH, Gaza – Bagi warga Gaza saat ini, mengungsi setiap saat adalah sebuah rutinitas darurat yang harus mereka lakukan di tengah terus meningkatnya serangan Israel ke sepanjang Jalur Gaza mulai dari utara, hingga saat ini menargetkan selatan Gaza tempat jutaan rakyat mengungsi. Korban-korban syahid akibat serangan udara dan darat terus meningkat, Israel menyerang secara agresif tanpa henti dan tanpa pilah pilih, bahkan relawan kemanusiaan dari beberapa organisasi pun menjadi korban, salah satunya beberapa tim dari Dapur Pusat Dunia (World Central Kitchen) yang di target dengan bom ke kendaraan mereka. Kini, ujian itu menimpa seorang relawan International Networking for Humanitarian (INH), Harits Al Hassyaas yang menjadi korban serangan udara Israel ke rumahnya di Rafah pada Sabtu, 11 Maret 2024. Harits meninggal dunia bersama dengan lima wanita dan tiga anak-anak di sekitarnya. “Harits merupakan relawan kami yang tidak berhenti mengurus pengiriman bantuan amanah kemanusiaan dari rakyat Indonesia untuk Palestina di Jalur Gaza, walau di tengah susah, dia selalu tersenyum saat di video,” ujar Presiden Direktur INH Luqmanul Hakim, Minggu (12/5/2024). Kepergian Harits menjadi duka bersama bagi keluarga besar INH dan komunitas Sahabat Relawan (SHARE INH) yang setiap hari mendedikasikan waktu dan kegiatannya untuk kemanusiaan. “Ini adalah hari tersedih kami selama mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza,” tambah Luqman, menambahkan, Harits sebagai bagian dari keluarga besar INH. Hingga saat ini, Israel terus memborbardir Rafah dan Khan Younis secara terus menerus dan mengirim pasukan darat untuk menginvasi lokasi dan juga menargetkan warga sipil, berulang menyalahi hukum internasional dan telah disaksikan komunitas internasional. Sekitar 1,4 juta warga mengungsi ke Rafah sejak agresi Israel pada 7 Oktober 2023. Sudah lebih dari 218 hari, invasi udara dan darat tidak berhenti, membuat mayoritas warga kelelahan bukan hanya karena agresi namun juga upaya membuat warga Gaza kelaparan tanpa akses listrik dan air secara sistematis. INH mennyerukan kepada semua pihak untuk tidak berhenti berupaya membantu Palestina, karena bukan hanya sebagai satu-satunya negara yang masih dijajah, tapi karena kita menyaksikan pembantaian demi pembantaian warga sipil, wanita dan anak-anak secara jelas di layar-layar teknologi kita. “Siapapun yang punya hati nurani, pasti tidak akan membenarkan pembunuhan terhadap anak kecil, apapun alasannya. Apapun alasannya,” tegas Luqmanul Hakim. (****)
-
NewsINH, Gaza – Komunitas internasional seiya sekata melancarkan tekanan terhadap Israel agar tak menggelar serangan ke Rafah yang dipenuhi pengungsi. Kendati demikian, sejauh ini pemerintah Israel agaknya masih menutup telinga atas seruan tersebut. Jerman, sekutu paling gigih Israel juga melayangkan tekanan tersebut. Mereka mendesak Israel tak melakukan serangan terbuka ke Rafah setelah mendapat laporan bahwa tank-tank Israel mulai dikerahkan. “Saya memperingatkan terhadap serangan besar-besaran di Rafah,” kata Menteri Luar Negeri Jermab Annalena Baerbock dalam unggahannya di X. “Satu juta orang tidak bisa hilang begitu saja. Mereka membutuhkan perlindungan. Mereka membutuhkan lebih banyak bantuan kemanusiaan segera… penyeberangan perbatasan Rafah dan Kerem Shalom [Karem Abu Salem] harus segera dibuka kembali.” Sementara AS menekankan perlunya Israel menyepakati kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata yang sudah diaepakati Hamas. Departemen Luar Negeri AS hanya mengatakan bahwa mereka telah menyatakan pandangannya mengenai invasi darat besar-besaran di wilayah tersebut dengan jelas bagi Israel. “Kami terus percaya bahwa kesepakatan penyanderaan adalah demi kepentingan terbaik rakyat Israel dan Palestina; hal ini akan segera menghasilkan gencatan senjata dan memungkinkan peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza,” kata seorang juru bicara kepada kantor berita Reuters. Dalam pidatonya, Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak sekutu Israel untuk menekan kepemimpinannya agar menghentikan perang di Gaza. “Saya menghimbau kepada semua pihak yang mempunyai pengaruh terhadap Israel untuk melakukan segala daya mereka untuk membantu mencegah tragedi yang lebih besar lagi. Komunitas internasional mempunyai tanggung jawab bersama untuk mendorong gencatan senjata kemanusiaan, pembebasan semua sandera tanpa syarat, dan peningkatan besar-besaran bantuan untuk menyelamatkan nyawa,” katanya. “Sudah waktunya bagi para pihak untuk mengambil kesempatan dan mengamankan kesepakatan (gencatan senjata) demi kepentingan rakyat mereka sendiri.” Israel mempunyai kewajiban yang ketat berdasarkan hukum humaniter internasional untuk menjamin keselamatan warga sipil di Gaza, kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB. Komentar tersebut muncul beberapa jam setelah pasukan Israel merebut perbatasan Rafah dengan Mesir dalam serangan terhadap kota di selatan tersebut. Ravina Shamdasani mengatakan, menurut hukum internasional, Israel harus memastikan warga sipil memiliki akses terhadap perawatan medis, makanan yang cukup, air bersih dan sanitasi. “Kegagalan untuk memenuhi kewajiban ini bisa berarti pengungsian paksa, yang merupakan kejahatan perang,” kata Shamdasani dilansir Aljazirah. “Ada indikasi kuat bahwa ini (serangan Rafah) dilakukan dengan melanggar hukum kemanusiaan internasional.” Sejauh ini, gelombang serangan Israel sejak Senin malam di Rafah telah menewaskan sedikitnya 23 orang, termasuk enam wanita dan lima anak-anak, menurut catatan rumah sakit yang dikutip oleh kantor berita Reuters. Seorang pria di Rafah, Mohamed Abu Amra, kehilangan lima kerabat dekatnya dalam serangan yang meratakan rumahnya. “Kami tidak melakukan apa pun… kami tidak puny Hamas,” kata Abu Amra, yang istrinya, dua saudara laki-lakinya, saudara perempuannya, dan keponakannya semuanya syahid. “Kami melihat api melahap kami. Rumah itu terbalik.” Rafah yang berbatasan dengan Mesir merupakan tempat berlindung terakhir warga Gaza yang sudah tujuh bulan dibombardir Israel. Sekitar 1,2 juta orang mengungsi di wilayah yang sebelumnya hanya ditinggali sekitar 200 ribu orang itu. Tak hanya melakukan serangan militer, Israel juga telah menguasai perlintasan dengan Mesir, tempat masuknya bantuan kemanusiaan. Mereka mencegah bantuan tersebut masuk ke Gaza, hal yang akan menambah parah krisis kemanusiaan di Gaza. Hingga berita ini dituliskan, belum ada tanda-tanda Israel akan menyepakati gencatan senjata. Sebaliknya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang sedang diselidiki ICC sebagai penjahat perang, menekankan niatnya menyerang Rafah untuk menghabisi Hamas. Sumber: Reuters/Republika
-
NewsINH, Hamilton – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan pihaknya akan meluncurkan seruan global untuk mengumpulkan bantuan senilai 2,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 45,7 triliun untuk Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki Israel. Kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Wilayah Palestina yang Diduduki Andrea De Domenico mengatakan dua juta yang selamat dari genosida Israel di Gaza tengah berjuang untuk hidup setiap hari. Namun, hanya sedikit bantuan yang bisa dibawa ke wilayah kantong yang penduduknya sejak lama hidup dalam blokade Israel itu. “Kenyataannya hanya ada sedikit bantuan yang bisa kita bawa ke Gaza untuk mengatasi pengungsian dan kelaparan,” kata De Domenico, mengutip Anadolu, Rabu (17/4/2024). De Domenico menuturkan seruan global untuk dana bantuan akan diluncurkan pada Rabu. Seruan tersebut adalah “untuk mendukung tiga juta orang yang teridentifikasi di Tepi Barat dan Gaza.” Sebanyak 90 persen dari bantuan tersebut akan disalurkan ke Gaza dan PBB pada awalnya berencana meminta dana empat miliar dolar AS (Rp 65,2 triliun) tetapi dikurangi karena terbatasnya kemampuan distribusi bantuan. Kelaparan di Gaza, katanya, disebabkan oleh tidak adanya makanan, kebersihan, air dan fasilitas kesehatan. “Ketidakpastian menjadi kenyataan sehari-hari bagi masyarakat di Gaza,” ucapnya. Lebih lanjut ia menyampaikan keluarga yang datang ke selatan Gaza telah mengungsi sebanyak tujuh kali dan dua hari lalu timnya melihat ribuan orang mengantre ke arah utara. Terkait desas-desus pasukan Israel telah mengizinkan atau akan mengizinkan orang untuk kembali ke Utara, ia membenarkan bahwa beberapa warga memang menerima panggilan telepon yang dimaksudkan untuk menyarankan agar mereka dapat kembali. “Lalu ketika ribuan orang muncul, militer Israel langsung menembaki lokasi tersebut karena mereka cukup kaget dengan jumlahnya,” sambungnya. Tak hanya itu, PBB juga menilai Israel melakukan kombinasi strategi untuk menghindari narasi “kami menghalangi bantuan.” Bahkan Israel berkali-kali melakukan “permainan saling menyalahkan” dan menambahkan “Kami menerimanya. Kami terus berhubungan dengan mereka dan tujuan kami adalah untuk menyelesaikan masalah ini dan memberikan (bantuan).” Sumber: Anadolu
-
NewsINH, Gaza – Israel dituduh menggunakan kelaparan sebagai senjata perang melawan Gaza pemimpin dunia didunia didesak untuk bersuara menentang ‘kejahatan perang yang menjijikkan’ hal ini diungkapkan oleh Human Rights Watch (HRW) dalam siaran pernya dikutip dari laman Al-Jazeera, Senin (18/12/2023). LSM internasional ini dengan tegas menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza. Menurutnya, bahwa Israel dengan sengaja merampas akses warga Palestina terhadap makanan, air dan kebutuhan dasar lainnya. “Penggunaan rasa lapar terhadap penduduk sipil adalah kejahatan perang,” kata LSM internasional tersebut, dan menyerukan para pemimpin dunia untuk bertindak tegas terhadap Israel. Siaran pers tersebut mengutip pernyataan dari para pejabat Israel, wawancara dengan para penyintas, laporan dari organisasi bantuan, dan bukti dari citra satelit yang membuktikan bahwa Israel terlibat dalam “penggunaan kebijakan yang disengaja untuk merampas sumber daya yang diperlukan warga Palestina untuk kehidupan sehari-hari”. “Selama lebih dari dua bulan, Israel telah merampas makanan dan air bagi penduduk Gaza, sebuah kebijakan yang didorong atau didukung oleh pejabat tinggi Israel dan mencerminkan niat untuk membuat warga sipil kelaparan sebagai metode peperangan,” kata Omar Shakir, Israel dan Palestina. direktur di Human Rights Watch. “Para pemimpin dunia harus bersuara melawan kejahatan perang yang menjijikkan ini, yang berdampak buruk pada penduduk Gaza,” tambahnya. Pernyataan itu muncul ketika Israel menghadapi tekanan internal dan eksternal yang semakin meningkat sehubungan dengan meningkatnya korban sipil akibat pemboman secara membabibuta tanpa pandang bulu terhadap warga sipil di Jalur Gaza. Tercatat hingga saat ini Israel telah membunuh warga Palestina di Jalur Gaza sebanyak kurang lebih 18.787 orang dan melukai 50.897 lainnya, menurut angka terbaru, sementara ribuan orang diyakini terkubur di bawah reruntuhan. Pidato dan pernyataan dari para pejabat Israel yang mempromosikan kampanye untuk sengaja memblokir akses terhadap sumber daya yang diperlukan bagi penduduk Gaza sebagai sebuah strategi menunjukkan bahwa Israel tidak merahasiakan niat tersebut, kata HRW. Bahkan sejak awal serangan Israel, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dengan terkenal menyatakan bahwa Israel “mengepung Gaza sepenuhnya. Tidak ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada air, tidak ada gas semuanya tertutup,” membenarkan tindakan tersebut dengan menggambarkan orang-orang Palestina sebagai “orang-orang yang kejam”. Statuta Roma tentang Pengadilan Kriminal Internasional menetapkan bahwa sengaja membuat warga sipil kelaparan dengan “merampas benda-benda yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka, termasuk dengan sengaja menghalangi pasokan bantuan”, adalah kejahatan perang, kata HRW dalam pernyataannya. Penderitaan 2,3 juta penduduk Gaza menjadi semakin menyedihkan di tengah perang, yang kini telah berlangsung selama lebih dari dua bulan. Sekitar 80 persen warga Palestina yang tinggal di daerah kantong tersebut menjadi pengungsi akibat kekerasan tersebut, sementara upaya untuk menyalurkan bantuan ke daerah kantong tersebut mengalami kesulitan. Gambar-gambar yang menunjukkan kehancuran besar-besaran di Jalur Gaza, warga Palestina yang putus asa menyerbu sumber makanan, truk-truk pengiriman bantuan kemanusiaan, dan laporan-laporan mengenai penghancuran lahan pertanian yang disengaja memperkuat tuduhan tersebut. Organisasi-organisasi kemanusiaan yang khawatir tanpa hasil menyerukan gencatan senjata dan mengecam dampak mengejutkan dari perang besar yang merupakan hukuman kolektif terhadap penduduk sipil di Gaza. Pemerintah Israel membalas HRW dengan menuduhnya sebagai organisasi “anti-Semit dan anti-Israel”. “Human Rights Watch tidak mengutuk serangan terhadap warga Israel dan pembantaian tanggal 7 Oktober dan tidak memiliki dasar moral untuk membicarakan apa yang terjadi di Gaza jika mereka menutup mata terhadap penderitaan dan hak asasi warga Israel,” kata juru bicara kementerian Lior Haiat kepada AFP. (***) Sumber: Al Jazeera
-
NewsINH, Gaza – Sebulan digempur militer Israel, wilayah Palestina di Jalur Gaza mulai mengalami krisis panggan, energi dan air bersih. Dikabarkan semua toko roti di Gaza bagian utara sudah mulai tutup dan tidak lagi menjual makanan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengonfirmasi bahwa semua toko roti di utara Gaza kini telah ditutup. Kondisi ini karena kekurangan bahan bakar, air, dan tepung terigu serta kerusakan pada banyak toko roti. Menurut laporan PBB yang dikutip dari Aljazeera, tepung terigu tidak lagi tersedia di pasar wilayah utara. Organisasi bantuan tidak dapat mengirimkan makanan apa pun ke sana selama tujuh hari. Sedangkan di selatan Gaza, PBB mengatakan, hanya sembilan toko roti yang masih sesekali buka. Mereka menyediakan roti ke tempat penampungan ketika tepung dan bahan bakar tersedia. Kabar terbaru dari badan bantuan PBB di Wilayah Pendudukan Palestina muncul setelah Kementerian Dalam Negeri Gaza melaporkan bahwa semua toko roti di Gaza City dan Gaza utara telah ditutup pada Senin (6/11/2023) kemarin. Salah satu toko roti yang mengalami kerusakan adalah Toko Roti Sharq. Serangan udara di Jalan Nasr di Gaza City pada pekan lalu mengakibatkan puluhan orang terluka dan terbunuh. Lima toko roti di Jalur Gaza telah menjadi sasaran langsung serangan Israel. Sekitar delapan toko roti lainnya mengalami kerusakan parah akibat serangan di dekat lokasi tersebut sehingga tidak dapat berjualan kembali. Ketika pengepungan total yang diberlakukan oleh Israel terhadap wilayah yang sudah diblokade terus berlanjut, makanan semakin menipis, dan roti sebagai makanan pokok warga Palestina menjadi semakin sulit didapat dari hari ke hari. Warga kini mengantre berjam-jam hanya untuk mendapatkan sekantong roti pita untuk anggota keluarganya, dengan antrean dimulai sebelum fajar di beberapa daerah. Ketua Asosiasi Pemilik Toko Roti di Jalur Gaza Abdelnasser al-Jarmi mengatakan, toko roti telah membatasi jam operasinya. Tindakan ini dilakukan karena kurangnya bahan bakar, listrik, dan cadangan energi listrik untuk generator. Ada juga kekurangan tepung dalam jumlah besar. “Badan pengungsi PBB memiliki 30 ribu ton tepung yang seharusnya dibagikan kepada para pengungsi sebelum perang pecah pada 7 Oktober. Toko roti mengambil sebagian tepung untuk membuat roti dan menyediakannya kepada masyarakat,” ujar al-Jarmi. Menurut Oxfam International, hanya sekitar dua persen dari kebutuhan pangan untuk memberi makan 2,3 juta penduduk Gaza yang telah dikirimkan sejak 7 Oktober. Al-Jarmi mengatakan, permintaan jauh melebihi pasokan, dengan permintaan bahan bakar dan tepung disalurkan melalui perbatasan selatan Rafah. “Kami menginginkan jaminan keamanan sehingga kami dapat melanjutkan layanan di toko roti kami. Namun, sekarang ini adalah situasi yang mustahil,” kata Al-Jarmi. Hingga saat ini dari data Kementrian Kesehatan Palestina, jumlah korban meninggal dunia akibat agresi tersebut telah tembus 10.468 orang menjadi syahid, 4 ribu lebih merupakan anak-anak dan lebih dari 27.000 orang terluka akibat agresi yang terus berlanjut terhadap rakyat Gaza hingga saat ini. (***) Sumber: Republika