-
NewsINH, Gaza – Rumah Sakit Al-Awda di Gaza Utara memperingatkan bahwa mereka kesulitan merawat puluhan orang yang terluka karena kekurangan pasokan medis yang parah dan serangan Israel yang terus berlangsung di wilayah tersebut selama lebih dari sebulan. Direktur Rumah Sakit Al-Awda, Mohammad Saleha, mengatakan kepada Anadolu pada Rabu (6/11/2024) malam bahwa rumah sakit tersebut menghadapi kekurangan obat-obatan dan pasokan medis yang parah selama lebih dari tiga bulan dan diperburuk dengan pemutusan pasokan bahan bakar yang menghambat operasional rumah sakit selama sebulan. Pada Rabu pagi, lanjutnya, generator kecil rumah sakit yang selama ini memberikan dukungan operasional minimal, rusak akibat kekurangan bahan bakar. “Kami terpaksa menggunakan generator utama yang mengonsumsi lebih banyak bahan bakar, namun itu diperlukan untuk melakukan empat operasi bagi pasien yang terluka parah,” kata Saleha. Ia menambahkan bahwa rumah sakit telah menerima beberapa jenazah dan puluhan orang yang terluka sejak pagi, termasuk kasus-kasus kritis karena layanan ambulans di wilayah tersebut telah berhenti. Berkurangnya ambulans, kata dia, disebabkan oleh serangan terarah oleh pasukan Israel terhadap semua kendaraan darurat, termasuk yang berasal dari rumah sakit Al-Awda, rumah sakit Kamal Adwan, dan unit pertahanan sipil. “Penargetan yang disengaja terhadap ambulans dan petugas medis ini telah memaksa warga untuk mengangkut yang terluka ke rumah sakit dengan berjalan kaki, dipanggul, atau menggunakan gerobak darurat yang membahayakan nyawa karena keterlambatan penanganan medis,” tambahnya. Mengenai operasi medis dalam kondisi saat ini, Saleha menjelaskan bahwa satu-satunya ahli bedah di Gaza Utara telah melakukan dua operasi sejak pagi dan terus menangani kasus-kasus kritis lainnya. Dia mendesak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk segera memfasilitasi pasokan bahan bakar, obat-obatan, pasokan medis, dan makanan untuk pasien dan staf karena dukungan tersebut sangat penting untuk mempertahankan layanan di Gaza Utara di tengah perang genosida. Tentara Israel terus melakukan serangan mematikan di Gaza Utara sejak 5 Oktober dengan alasan mencegah Hamas berkumpul kembali di tengah blokade yang sangat ketat di wilayah tersebut. Namun, warga Palestina menuduh Israel berusaha untuk menduduki wilayah tersebut dan memaksa pengusiran penduduknya. Sejak saat itu, tidak ada bantuan kemanusiaan, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar yang diizinkan masuk oleh tentara Israel ke wilayah tersebut sehingga membuat sebagian besar penduduk di sana terancam kelaparan. Lebih dari 1.800 orang telah tewas sejak saat itu, menurut otoritas kesehatan Palestina. Sumber : Anadolu/Antara
-
NewsINH, Gaza – Kementerian Kesehatan di daerah kantong Palestina mengatakan beberapa pusat perawatan primer dan titik medis di Khan Younis, Jalur Gaza selatan telah ditutup setelah adanya perintah evakuasi oleh tentara Israel. “Karena semakin banyaknya wilayah yang dievakuasi secara paksa di Gaza selatan, beberapa pusat perawatan kesehatan primer kini tidak beroperasi lagi,” kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, Sabtu (27/7/2024) kemarin. Kementerian memperingatkan Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, satu-satunya rumah sakit yang masih beroperasi meskipun menghadapi banyak tantangan, juga dapat ditutup dan dapat menimbulkan bencana kesehatan tertentu. Pernyataan tersebut juga menekankan bahwa semakin banyaknya orang terlantar yang hidup tanpa akses ke fasilitas air bersih dan di tengah-tengah pembuangan limbah serta tumpukan sampah, dan tanpa perlengkapan kebersihan pribadi, maka akan membuat kondisi menjadi sempurna untuk penyebaran polio dan penyakit lainnya. Menurut statistik terbaru dari kantor media di Gaza, lebih dari 1,7 juta pengungsi telah terinfeksi penyakit menular akibat pengungsian dan kepadatan yang berlebihan. Kementerian mendesak organisasi internasional dan PBB untuk segera melakukan intervensi guna melindungi institusi kesehatan yang tersisa dan menyediakan sumber daya dan pasokan yang diperlukan. Sebelumnya pada Sabtu, tentara Israel memerintahkan evakuasi segera dari wilayah selatan Khan Younis. Perintah evakuasi muncul sepekan setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi untuk wilayah timur Khan Younis dan memulai invasi darat baru. Militer Israel telah membunuh lebih dari 39.000 warga Palestina di Jalur Gaza sejak dimulainya konflik saat ini pada bulan Oktober 2023. Sumber : Anadolu-OANA-Antara
-
NewsINH, Damaskus – Program Pangan Dunia (WFP) PBB telah memperingatkan bahwa tingkat kelaparan di Suriah telah melonjak ke rekor tertinggi. Ini terjadi setelah lebih dari satu dekade konflik yang berlangsung dan menghancurkan. Perang brutal yang memicu krisis ekonomi selama bertahun-tahun dan merusak infrastruktur vital telah membuat 2,9 juta orang terancam kelaparan, sementara 12 juta lainnya tidak tahu dari mana makanan mereka selanjutnya, kata badan PBB itu. “Kelaparan melonjak ke level tertinggi dalam 12 tahun di Suriah karena 70 persen populasi mungkin akan segera tidak dapat menyediakan makanan untuk keluarga mereka,” kata pernyataan itu, seperti dikutip dari AFP. “Suriah sekarang memiliki jumlah penduduk rawan pangan tertinggi keenam di dunia, dengan harga pangan meningkat hampir 12 kali lipat dalam tiga tahun,” lanjut pernyataan itu. Malnutrisi anak dan ibu juga meningkat dengan kecepatan yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam lebih dari satu dekade perang. “Jika komunitas internasional tidak bertindak untuk membantu warga Suriah, mereka berisiko menghadapi gelombang migrasi massal lainnya,” kata Direktur Eksekutif WFP, David Beasley saat berkunjung ke Suriah minggu ini. “Apakah itu yang diinginkan masyarakat internasional?” tanyanya. Ia mendesak negara-negara donor untuk melipatgandakan upaya untuk “mencegah bencana yang membayangi ini”. PBB memperkirakan 90 persen dari 18 juta orang di Suriah hidup dalam kemiskinan, dengan ekonomi dilanda konflik, kekeringan, kolera dan pandemi Covid serta dampak dari kehancuran finansial di negara tetangga Lebanon. Konflik di Suriah dimulai dengan represi brutal terhadap protes damai. Sekitar setengah juta orang telah terbunuh, dan konflik tersebut telah memaksa sekitar setengah dari populasi sebelum perang di negara itu meninggalkan rumah mereka. Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan pada hari Sabtu bahwa sebuah laporan oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia yang menemukan rezim bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di kota Douma pada tahun 2018 tidak memiliki bukti, dan membantah tuduhan tersebut. Sumber: Sindonews #Donasi Palestina
-
NewsINH, New York – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bansa (DK-PBB) menggelar sidang darurat setelah kunjungan provokatif Menteri supremasi Yahudi Israel Itamar Ben-Gvir ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem yang diduduki beberapa hari yang lalu. Dilangsir dari kantor berita Palestina, Wafa, Jumat (6/1/2023) Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang itu bersidang pada pukul 22:00 (waktu Palestina) (20:00 GMT) di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York menyusul permintaan bersama oleh misi Palestina dan Yordania ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Permintaan itu diajukan oleh Uni Emirat Arab dan China. Berbicara pada sesi darurat DK PBB, Khaled Khiari, Asisten Sekretaris Jenderal untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, mengatakan meski kunjungan tersebut tidak disertai atau diikuti dengan tindak kekerasan, namun perilaku itu sangat menghasut, mengingat keberadaan Mr Ben-Gvir di masa lalu terus berupaya untuk merubah status quo di komplek Al Aqsa. “Seperti yang telah kita lihat berkali-kali di masa lalu, situasi di tempat-tempat suci Yerusalem sangat rapuh, dan insiden atau ketegangan apa pun di sana dapat meluas dan menyebabkan kekerasan di seluruh wilayah Palestina yang diduduki, di Israel, dan di tempat lain di wilayah tersebut.” katanya. Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour, berkata, “Al-Haram Al-Sharif tidak akan jatuh. Itu akan bertahan untuk generasi yang akan datang. Itu telah bertahan lebih lama dari Begin, Shamir dan Sharon dan akan bertahan lebih lama dari Netanyahu, Ben Gvir dan Erdan”. Mansour mengatakan Israel tidak memiliki klaim dan hak untuk berdaulat atas Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur dan oleh karena itu tidak ada klaim yang sah atas Al-Haram Al-Sharif. Dia menambahkan, mengacu pada sayap kanan Israel, “Dengarkan saya baik-baik. Dewan Keamanan harus menghentikan. Ini adalah tanggung jawab Dewan dan semua Negara untuk menegakkan hukum internasional dan status quo bersejarah. SC harus menghentikan Anda, tetapi jangan salah, jika tidak, orang-orang kami akan melakukannya,” tegasnya. Mansour menegaskan bahwa tindakan Israel tidak ada hubungannya dengan kebebasan beragama, dan semuanya berkaitan dengan upaya melanggar hukum untuk mengubah karakter, status dan identitas Kota. “Tidak ada perdamaian tanpa Yerusalem. Masa depan konflik dan perdamaian di wilayah kita akan ditentukan di Yerusalem, bukan ibu kota lain di seluruh dunia. Siapa pun yang mengatakan sebaliknya adalah delusi atau kebohongan”, tegasnya. “Status quo bersejarah dan legal, hak rakyat Palestina dan kedaulatan Negara Palestina harus ditegakkan.” Mohamed Abushahab, Wakil Duta Besar UEA untuk PBB, mengatakan kunjungan Ben-Gvir mencerminkan kurangnya komitmen terhadap status sejarah dan hukum tempat-tempat suci Yerusalem yang ada. “Ini juga merupakan perkembangan serius yang menjauhkan kawasan dari jalur perdamaian yang diinginkan dan berkontribusi untuk melanggengkan tren negatif konflik,” kata Abushahab. Duta Besar AS untuk PBB Robert A. Wood mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Washington prihatin dengan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Palestina, dengan mengatakan bahwa pemerintah prihatin dengan tindakan sepihak yang memperburuk ketegangan atau melemahkan kelangsungan solusi dua negara. “AS dengan tegas mendukung pelestarian status quo sejarah sehubungan dengan tempat-tempat suci di Yerusalem, terutama di Haram al Sharif,” kata Wood kepada dewan tersebut. Dia menambahkan bahwa Presiden AS Joe Biden dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken sama-sama mendukung status quo dan bahwa AS menghargai peran Yordania dalam mengawasi situs suci tersebut. “Dengan semangat ini, kami menentang setiap dan semua tindakan sepihak yang menyimpang dari status quo sejarah yang tidak dapat diterima,” kata Wood. “Kami mencatat bahwa platform Perdana Menteri Netanyahu menyerukan pelestarian” status quo… “Kami berharap pemerintah Israel menindaklanjuti komitmen itu.” Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun meminta semua pihak terkait untuk menahan diri guna mencegah meningkatnya ketegangan di Yerusalem, Ia menambahkan bahwa Israel, khususnya, harus menghentikan provokasi dan tindakan sepihak terhadap status quo bersejarah tempat-tempat suci. Duta Besar Inggris Barbara Woodward, mengatakan Inggris sangat mendukung Status Quo bersejarah yang mengatur tempat-tempat suci Yerusalem, yang melindungi situs-situs tersebut dan mereka yang beribadah di sana, serta menjaga perdamaian. “Inggris juga mengakui dan menghargai peran penting Yordania sebagai penjaga tempat-tempat suci dan mendesak pentingnya kerja sama dengan otoritas Yordania dalam hal ini,” tambahnya. “Inggris berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pihak untuk menegakkan Status Quo ini di Yerusalem. Semua pihak harus menghindari tindakan yang mengobarkan ketegangan, merusak tujuan perdamaian, atau secara sepihak berusaha mengubah Status Quo.” kata Woodward. Woodward menegaskan posisi negaranya tentang status Yerusalem, yang harus ditentukan dalam penyelesaian yang dinegosiasikan antara Israel dan Palestina, memastikan bahwa Yerusalem adalah ibu kota bersama negara Israel dan Palestina, dengan akses dan hak beragama semua orang sepenuhnya dihormati. “Ketiga, Inggris menegaskan kembali dukungannya untuk Solusi Dua Negara, berdasarkan garis 1967 dan Yerusalem sebagai ibu kota bersama, sebagai satu-satunya cara untuk memastikan perdamaian abadi antara para pihak. Kami prihatin dengan tingkat kekerasan di OPT dan Israel. Saya mendorong semua pihak untuk menghindari tindakan yang merusak prospek perdamaian.” pintanya. Nicolas de Riviere, Duta Besar Prancis untuk PBB, menyatakan keprihatinan mendalam negaranya tentang penyerbuan Masjid Al-Aqsa oleh Ben-Gvir, dengan mengatakan “kita harus melakukan segala yang kami bisa untuk mencegah eskalasi yang akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan di lapangan. Prancis menyerukan penghormatan terhadap Status Quo yang bersejarah”. Dia menambahkan bahwa penyerbuan Al-Aqsa tidak menghasilkan perdamaian. Kebijakan permukiman yang mempertaruhkan Israel harus dihentikan. Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap solusi dua negara, Israel dan Palestina, hidup berdampingan dengan Yerusalem sebagai ibu kota dua negara. Vasily Alekseyevich Nebenzya, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, menekankan bahwa penyerangan Masjid Al-Aqsa oleh Ben-Gvir adalah insiden keterlaluan yang tidak dapat dilihat secara terpisah dari peristiwa yang terjadi pada tahun 2000 setelah Ariel Sharon, Israel saat itu. Pemimpin oposisi, menyerbu Al-Aqsa, memicu Intifadah Palestina Kedua yang merenggut ribuan nyawa. Nebenzya mengungkapkan harapannya bahwa kabinet baru di Israel akan berhenti menyita properti Palestina dan menghentikan pengusiran warga Palestina. Sementara itu, Perwakilan Tetap Jepang untuk PBB menyatakan keprihatinan mendalam negaranya atas penyerbuan Menteri sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir ke Masjid Al-Aqsa, mengingat situasi yang sudah tegang di wilayah tersebut. “Penting bagi semua pihak terkait untuk menahan diri dan menahan diri dari tindakan apa pun yang mengobarkan sentimen atau retorika yang menimbulkan ketegangan, termasuk upaya untuk mengubah status quo sejarah di tempat-tempat suci di Yerusalem,” katanya. Dia juga menyatakan keprihatinan tentang pengumuman tindakan dan kebijakan pemerintah baru Israel yang akan memperluas pemukiman, yang melanggar hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan yang relevan. …
-
NewsINH, Gaza – Tak berselang lama setelah pergantian pucuk kepemimpinan Israel beberapa waktu lalu, kini ancaman terhadap Palestina semakin nyata. Benjamin Netanyahu pemimpin Israel yang dikenal paling keji terhadap Palestina kini kembali berkuasa. Terbukti, dua hari berturut-turut, tentara Israel mulai menyusup ke perbatasan Jalur Gaza, tepatnya di timur kota Deir al-Balah, dan menghancurkan banyak properti baik bangunan maupun lahan pertanian milik warga Palestina. Koresponden kantor Berita Wafa mengatakan bahwa konvoi sepuluh tank tentara dan buldoser maju beberapa puluh meter ke timur kota, dan meratakan lahan pertanian dan properti milik warga Palestina. “Tentara melepaskan tembakan senapan mesin dan tembakan tabung gas air mata ke arah pekerja di pabrik pemotongan batu setempat, memaksa mereka untuk melarikan diri demi keselamatan mereka,” kata koresponden tersebut seperti dikutip dari Wafa, Jumat (11/11/2022). Sementara itu, tentara yang ditempatkan di menara pengawas perbatasan, timur Khan Younis, melepaskan tembakan keras ke arah lahan pertanian di sepanjang pagar perbatasan timur Gaza di timur kota. Pasukan lain dari menara pengawas, di sebelah timur kamp pengungsi al-Bureij, melepaskan tembakan keras ke arah lahan pertanian dan para penggembala menggembalakan ternak mereka, di sebelah timur kamp, memaksa mereka melarikan diri ke tempat yang aman. “Tidak ada korban yang dilaporkan dalam kejadian tersebut,” katanya. Empat belas tahun setelah “pelepasan” Israel dari Gaza, Israel belum benar-benar melepaskan diri dari Gaza, mereka masih mempertahankan kontrol perbatasan darat, akses ke laut dan wilayah udara. Dua juta warga Palestina tinggal di Jalur Gaza, yang telah menjadi sasaran blokade Israel yang menghukum dan melumpuhkan selama 12 tahun dan serangan gencar berulang yang telah merusak banyak infrastruktur daerah tersebut 2 juta penduduk Gaza tetap berada di bawah pendudukan “pengendali jarak jauh” dan pengepungan ketat, yang telah menghancurkan ekonomi lokal, mencekik mata pencaharian warga Palestina, dan tentunya telah menjerumuskan mereka ke dalam tingkat pengangguran dan kemiskinan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pasalnya, mereka dipaksa terputus dari sisa wilayah Palestina yang diduduki dan dunia yang lebih luas lagi. Gaza tetap menjadi wilayah pendudukan, tidak memiliki kendali atas perbatasan, perairan teritorial, atau wilayah udaranya. Sementara itu, Israel sangat sedikit memegang tanggung jawabnya sebagai kekuatan pendudukan, gagal memenuhi kebutuhan dasar warga sipil Palestina yang tinggal di wilayah tersebut. Setiap dua dari tiga orang Palestina di Gaza adalah pengungsi dari tanah di dalam tempat yang sekarang disebut Israel. Pemerintah itu melarang mereka menggunakan hak mereka untuk kembali seperti yang diabadikan dalam hukum internasional karena mereka bukan orang Yahudi. Sumber: Wafa