-
NewsINH, Gaza – Serangan udara Israel menewaskan Hassan Hamad, seorang juru kamera lepas yang bekerja untuk Anadolu, sehingga jumlah jurnalis yang meninggal dunia di Gaza sejak Oktober lalu meningkat menjadi 175, demikian dilaporkan Kantor Media Pemerintah pada Minggu (6/10/2024) waktu setempat. Jenazah Hamad, yang meninggak dunia akibat serangan udara Israel di rumahnya di Kamp Pengungsi Jabalia, Gaza, dibawa ke Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza bagian utara. Mohammed Hamad, saudara korban, mengatakan bahwa ia hanya bisa mengenali Hassan melalui rambutnya karena kondisi tubuhnya yang sudah tak lagi utuh akibat serangan militer zionis Israel tersebut. Ia menambahkan bahwa saudaranya sudah bertugas sejak Sabtu untuk meliput serangan Israel di Jalur Gaza utara. “Kami mengutuk sekeras-kerasnya penargetan, pembunuhan, dan pembunuhan berencana terhadap jurnalis Palestina oleh pendudukan Israel,” ujar Kantor Media Gaza, seraya menyerukan kepada komunitas internasional dan organisasi internasional untuk “menghentikan pendudukan dan menuntut kepada Israel untuk di dibawa ke pengadilan internasional atas kejahatan yang terus berlanjut.” Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, Israel terus melancarkan serangan brutal terhadap Jalur Gaza setelah serangan yang dilakukan kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober lalu. Dalam satu tahun serangan yang terus-menerus, hampir 41.900 orang telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 97.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Sumber: Gazamedia
-
NewsINH, Gaza – Korban meninggal dunia atau syahid akibat serangan terus-menerus Israel di Jalur Gaza telah melampaui angka 40.000, membuat pemakaman penuh sesak tanpa ruang lagi untuk mengubur jenazah. Warga Gaza menghadapi kesulitan luar biasa dalam mencari lahan kosong di pemakaman untuk anggota keluarga yang tewas dalam konflik. Terutama di wilayah tengah yang terkepung. Berbicara kepada Anadolu, Saad Hassan Barakat, seorang pekerja pemakaman di Kota Gaza mengungkapkan, dia telah menghabiskan sebagian besar hidupnya bekerja di pemakaman. Tetapi belum pernah mengalami situasi yang begitu mengerikan. Kata Barakat, sebelum perang dia hanya mengurus beberapa pemakaman setiap hari. Namun, sejak pecahnya perang antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, dia terkadang harus menguburkan 70, 80, 100, atau bahkan 300 jenazah dalam sehari. Dia menggambarkan bagaimana kini jenazah dikuburkan bertumpuk-tumpuk di pemakaman tersebut. “Kesulitannya adalah tidak ada ruang lagi untuk menggali kuburan, jadi saya harus menumpuk kuburan satu di atas yang lain,” katanya. “Tempat ini bukan hanya satu atau dua, tapi tiga lapisan kuburan.” Barakat, yang sebelumnya mengelola sembilan pemakaman di daerah tersebut, mengatakan bahwa dia kini hanya bisa mengakses dua pemakaman karena pengeboman yang terus berlanjut. “Pemboman terus berlangsung siang dan malam,” ujarnya. Katanya jenazah dikuburkan dalam kuburan massal tanpa biaya. Tetapi bagi mereka yang meminta kuburan individu harus membayar sekitar 300 shekel (Rp. 1.250.000). Mohammed Abdullah, seorang warga Palestina yang mengungsi dari kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, mengatakan bahwa serangan militer Israel yang terus-menerus membuat penguburan jenazah semakin sulit. “Jumlah syuhada sangat menakutkan dan terus meningkat dengan mengerikan,” kata Abdullah. “Dalam pembantaian terkecil pun, kami kehilangan 10 atau 20 orang. Di wilayah tengah (Gaza), hanya ada tiga pemakaman, dan semuanya penuh.” Abdullah menceritakan upaya terkini untuk mengubur delapan jenazah, di mana jenazah-jenazah yang sebelumnya dikuburkan harus diangkat kembali. Dia mencatat bahwa pemakaman tidak hanya dipenuhi dengan yang mati tetapi juga dengan yang hidup, karena orang-orang yang mengungsi mencari perlindungan di setiap ruang yang tersedia. “Tidak ada ruang untuk membuka kuburan baru karena banyak orang yang mengungsi telah berlindung di pemakaman,” ujarnya, menyoroti keputusasaan situasi tersebut. “Yang hidup mendahului yang mati.” Dia menggambarkan jumlah jenazah yang datang untuk dikubur sebagai sesuatu yang “mengerikan,” dengan serangan yang terus berlangsung tanpa henti. “Tidak ada ruang kosong di pemakaman, dan orang-orang yang mengungsi juga berada di area kosong,” tambahnya. Israel terus melakukan ofensif brutal di Jalur Gaza setelah serangan oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera. Konflik ini telah menyebabkan lebih dari 40.170 kematian warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 92.740 luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat. Blokade yang terus berlangsung di Gaza telah menyebabkan kekurangan parah makanan, air bersih, dan obat-obatan, membuat sebagian besar wilayah tersebut hancur lebur. Israel menghadapi tuduhan genosida di Pengadilan Internasional, yang telah memerintahkan penghentian operasi militer di kota Rafah di selatan, di mana lebih dari satu juta warga Palestina telah mencari perlindungan sebelum daerah tersebut diserang pada 6 Mei. Sumber: Gazamedia
-
NewsINH, Riyadh – Parlemen Arab menyerukan investigasi internasional independen segera menyusul penemuan kuburan massal di Rumah Sakit Al Shifa dan Rumah Sakit Nasser, Jalur Gaza. Temuan ini terjadi setelah penarikan pasukan pendudukan Israel dari sejumlah wilayah di Jalur Gaza. Parlemen Arab pada Ahad malam menyatakan pembantaian dan kekejaman besar-besaran yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia di Jalur Gaza, menimbulkan keraguan terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pembantaian yang terus berlangsung oleh Israel membuat kemampuan PBB untuk melindungi warga sipil Palestina dari kejahatan perang Israel dipertanyakan, kata Parlemen. Parlemen Arab juga menekankan bahwa pembantaian yang dilakukan Israel merupakan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, juga pelanggaran terhadap semua resolusi PBB yang menyerukan perlindungan bagi warga sipil selama konflik. Parlemen Arab mendesak komunitas internasional, organisasi hak asasi manusia, PBB, dan Dewan Keamanan PBB untuk mengambil semua tindakan hukum yang diperlukan guna meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatan dan pembantaian yang mereka lakukan. Seruan itu sekaligus mencakup kepatuhan terhadap standar hukum internasional dan hukum humaniter internasional dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab diadili sebagai penjahat perang. Permohonan Parlemen Arab ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional atas situasi di Gaza. Penemuan kuburan massal pasca-penarikan pasukan Israel telah memicu kemarahan dan tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas. Sejumlah laporan menunjukkan lebih dari 700 jasad telah ditemukan di dua kuburan massal tersebut. Sejumlah jasad terlihat masih mengenakan kateter di alat vital mereka, menunjukkan pasien yang dieksekusi. Sejumlah jasad lain terlihat masih mengenakan pakaian medis atau scrub. Jasad-jasad itu diikat ditangan dan ditembak di kepala. Sementara 20 jasad lainnya diduga dikubur-hidu-hidup, termasuk beberapa anak. Sumber: One Arabia/ SPA/ Tempo.co
-
NewsINH, Gaza – Bercerita tentang kisah penderitaan warga Palestina khusunya di Jalur Gaza tak pernah habis. Ditengah gempuran militer zionis Israel ribuan warga Palestina yang hidup di kamp pengungsiam semakin tertekan ditengah cuaca buruk yang kini tengah melanda wilayah tersebut. Saat ini, cuaca di Palestina tengah memasuki musim dingin sesakali diwilayah ytersebut juga kerap dilanda hujan lebat. Nasib para pengungsi di negeri para nabi tersebut semakin mengkhawatirkan terutama bagi mereka yang memiliki anak kecil dan balita. Dikutip dari republika, Jumat (15/12/2023). Seorang pengungsi Palestina, Yasmin Mhani, mengatakan dia terbangun di malam hari dan menemukan anaknya yang berusia tujuh bulan basah kuyup. Keluarganya yang beranggotakan lima orang itu berbagi satu selimut setelah rumah mereka dihancurkan oleh serangan udara Israel. “Rumah kami hancur, anak kami menjadi syahid dan saya tetap menghadapi semuanya. Ini adalah tempat kelima yang harus kami tuju, mengungsi dari satu tempat ke tempat lain, hanya dengan mengenakan kaus oblong, dan tidur tanpa alas tikar,” katanya sambil menggantungkan pakaian basah di luar tendanya seperti dikutip dari Aljazeera. Sementara Aziza al-Shabrawi, salah satu pengungsi lainnya, mencoba dengan siap-siap mengeluarkan air hujan dari tenda keluarganya. Ia terus mengeluarkan air sambil menunjuk pada kedua anaknya yang hidup dalam kondisi genting. “Putra saya sakit karena kedinginan dan putri saya bertelanjang kaki. Kita seperti pengemis,” kata pria berusia 38 tahun itu. “Tidak ada yang peduli, tidak ada yang membantu.” Cuaca membawa lebih banyak cobaan bagi keluarga-keluarga yang mengungsi ke selatan Jalur Gaza. Angin dingin merobek tenda-tenda tipis mereka, sementara hujan membasahi pakaian dan selimut mereka. ‘’Hujan deras dan angin dingin di Gaza pada hari Rabu,(13/12/2023) kemarin telah memperburuk penderitaan keluarga-keluarga Palestina yang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Sekarang mereka meringkuk di tenda-tenda yang rapuh dan kebanjiran,’’ sebut laporan Aljazeera. Di tenda kemah di Rafah, yang terletak di daerah berpasir yang dipenuhi sampah, orang-orang terlihat berusaha memulihkan diri dari malam yang mengerikan. Mereka membikin benteng pasir dengan cetakan ember untuk menutupi genangan air di dalam atau di sekitar tenda mereka. Beberapa keluarga mempunyai tenda yang layak, namun ada pula yang hanya menggunakan plastik tipis tembus pandang. Plastik yang sesungguhnya hanya diperuntukan untuk membungkus barang. Pakaian-pakain basah bergelantung di tenda-tenda. Banyak tenda yang tidak memiliki alas, sehingga orang-orang bermalam dengan meringkuk di atas pasir basah. Sumber: Aljazeera/Republika
-
NewsINH, Bethlehem – Sejumlah tentara pendudukan Israel melakukan penggrebekan di kawasan kamp pengungsi Deheisheh di kota Bethlehem, Tepi Barat Selatan, Senin (16/1/2023) pagi waktu setempat. Dilansir dari kantor berita Palestina, Wafa, sumber keamanan Palestina mengatakan bahwa sejumlah tentara Israel dengan jumlah besar melakukan penggerebekan dan menggeledah rumah milik salah seorang warga Palestina dengan dalih mencari dan ingin menangkap para aktivis. Selama penggerebekan berlangsung, para pemuda di kamp tersebut melempari pasukan Israel dengan batu. Dan mereka membalasnya dengan menembakkan peluru tajam dan tabung gas air mata ke arah para pemuda. “Dalam insiden itu, salah seorang anak Palestina terluka tembak dengan peluru tajam di bagian kepala,” kata Kementrian Kesehatan Palestina. Anak itu dilarikan ke rumah sakit di mana dia dilaporkan dalam kondisi kritis dan para pasukan Israel meninggalkan kamp setelah menahan seorang pemuda berusia 24 tahun setelah penggerebekan di rumah keluarganya. Sementara itu, dilokasi yang berbeda seorang anak Palestina terluka setelah dia ditabrak oleh seorang pemukim Israel di dekat desa al-Funduq, sebelah timur kota Qalqilya di Tepi Barat yang diduduki. Sumber-sumber lokal mengatakan bahwa seorang pemukim Israel menabrak seorang anak Palestina berusia tujuh tahun dan melukainya di jalan Qalqilya-Nablus. Untuk mendapatkan pertolongan medias boca naas itu langsung diraikan ke rumah sakit Darwish Nazzal. Sumber: Wafa #Donasi Palestina Yuk patungan wakaf ambulan gratis untuk warga…