-
NewsINH, Gaza – Kementerian Kesehatan Palesrtina di Jalur Gaza mengumumkan pada Ahad (1/8/2024) kemarin berhasil memvaksinasi lebih dari 72.000 anak pada hari pertama kampanye vaksinasi polio. “Tim medis di wilayah tengah (Jalur Gaza) berhasil memvaksinasi 72.611 anak pada hari pertama kampanye darurat vaksinasi polio,” demikian pernyataan kementerian di Telegram, seperti dikutip Anadolu Agency. Menurut koresponden Anadolu, ribuan warga Palestina mendatangi lokasi-lokasi yang telah diumumkan di untuk memvaksinasi anak-anak di bawah 10 tahun terhadap polio. Tim medis yang mengawasi kampanye vaksinasi di pusat-pusat di Deir al-Balah mencatat bahwa ratusan anak yang divaksinasi menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan malnutrisi. Anak-anak tersebut menderita kondisi sulit yang mereka alami karena perang Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza selama hampir 11 bulan. Kampanye vaksinasi ini dilakukan bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), dan Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Kampanye ini dimulai di Rumah Sakit Nasser setelah konferensi pers bersama oleh organisasi-organisasi tersebut. Majdi Duhair, kepala komite teknis yang mengawasi upaya vaksinasi, menyatakan pada Sabtu, kampanye ini pertama-tama akan difokuskan di Gaza tengah dari 1-4 September. Kemudian diikuti oleh Khan Younis dari 5-9 September, dan akan berakhir di Kota Gaza dan wilayah utara dari 9-12 September. Kampanye ini dilakukan di tengah krisis kemanusiaan yang parah di Gaza. Di mana aksi genosida Israel di Gaza terus berlangsung bersamaan dengan blokade yang menyebabkan kritis pangan, air bersih, dan pasokan medis. Kondisi yang memburuk ini meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan wabah penyakit, termasuk polio. Urgensi kampanye ini diperkuat dengan konfirmasi kasus polio pertama di Gaza dalam 25 tahun pada seorang anak berusia 10 bulan bulan lalu. Pada 16 Agustus, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan gencatan senjata kemanusiaan selama tujuh hari untuk memungkinkan vaksinasi terhadap 640.000 anak, sebuah permintaan yang didukung oleh UNRWA. Kampanye vaksinasi polio ini berlangsung dengan latar belakang serangan militer Israel yang terus berlanjut di Gaza, yang telah mengakibatkan lebih dari 40.700 kematian warga Palestina dan lebih dari 94.000 cedera sejak 7 Oktober tahun lalu. Sumber: Anadolu/Gazamedia
-
NewsINH, Palestina – Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) baru-baru ini, mengatakan bahwa perang Israel di Gaza terus menjadi perang terhadap kaum perempuan, dengan lebih dari 10.000 perempuan terbunuh dan 19 ribu orang lainnya terluka. Hal ini membuktikan Genodisa Israel terhadap warga Gaza “Nyata Adanya”. “Perang di Gaza terus menjadi perang terhadap kaum perempuan, dengan 10 ribu lebih perempuan kehilangan nyawa dan 19 ribu orang lainnya mengalami luka,” demikian menurut cuitan badan PBB tersebut. Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa setiap harinya 37 anak kehilangan ibu mereka di tengah perang yang sudah memasuki bulan ke tujuh tersebut. UNRWA menambahkan, kondisinya begitu mengerikan, 155 ribu ibu hamil dan menyusui, saat ini menghadapi keterbatasan akses air dan perlengkapan sanitasi. Belum lagi ancaman keselamatan yang siap mengincar mereka setiap saat. Sementara itu, Penasehat Presiden Palestina untuk urusan Hubungan Internasional Riyad Al-Maliki mengatakan rakyat Palestina saat ini tengah berjuang mempertahankan keberadaannya di tengah genosida brutal yang dilakukan kuasa kolonial yang kejam. Mewakili Presiden Mahmoud Abbas dalam KTT Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Banjul, Gambia, Al-Maliki menegaskan bahwa genosida yang tengah dilakukan Israel merupakan keberlanjutan dari Nakba, atau peristiwa pengusiran rakyat Palestina dari tanah airnya. Hal ini pun telah berlangsung sejak 75 tahun lalu. “Selama hampir tujuh bulan, Israel meningkatkan kekejamannya terhadap rakyat Palestina di seluruh daerah, termasuk melalui kolonisasi sistematis dan pengusiran di kawasan Tepi Barat yang diduduki dan, khususnya, Yerusalem,” kata Al-Maliki. Ia menegaskan, Israel dapat meneruskan kejahatannya berkat bantuan persenjataan, keuangan, dan politik dari negara-negara yang justru berkolusi dalam genosida dan gagal untuk membela penegakan HAM dan tatanan internasional. “Sudah lebih dari enam bulan, dunia menyaksikan Israel tak henti-hentinya mempreteli rasa kemanusiaan kita semua dan prinsip-prinsip tatanan internasional melalui tindakan genosidanya terhadap rakyat Palestina,” ucap penasihat Presiden Abbas itu. Al-Maliki mendorong negara-negara anggota OKI untuk memperkuat upaya menghentikan genosida Israel di Jalur Gaza serta menuntut Israel bertanggung jawab atas agresinya terhadap rakyat Palestina yang terus berlanjut. Sementara itu, ia menyampaikan rasa terima kasih rakyat Palestina kepada negara-negara yang mengambil sikap tegas menentang agresi brutal Israel. Al-Maliki menyoroti peran Afrika Selatan yang membawa Israel ke Mahkamah Internasional (ICC), sehingga pengadilan itu dapat menerbitkan dua putusan sela yang menuntut Israel mengakhiri genosidanya di Jalur Gaza. Ia juga menegaskan pentingnya memastikan putusan sela ICC tersebut dipenuhi semua pihak. Selain itu, penasihat Presiden Palestina itu juga menyambut usaha Nikaragua menggugat Jerman ke ICC atas keterlibatannya dalam genosida yang dilakukan Israel. Dua gugatan ke Mahkamah Internasional itu, menurut Al-Maliki, menegaskan pentingnya peran kolektif negara-negara anggota OKI dalam menghentikan genosida di Jalur Gaza dan memastikan Israel bertanggung jawab atas kejahatan mereka. Sumber: Wafa/Antara/Republika
-
NewsINH, Gaza – Pertempuran dahsyat yang berlangsung di Jalur Gaza, Palestina antara pasukan pejuang kemerdekaan Palestina dengan militer Israel berdampak terhadap krisis energi dikawasan tersebut. Alih-alih balas dendam, otoritas Israel justru memutus pasokan listrik dan mengakibatkan Gaza gelap gulita. “Warga Palestina berada dalam kegelapan total setelah Israel memutus aliran listrik. Ini terjadi setelah kelompok pejuang Hamas yang bertempur melawan Israel,” kata Muhammad warga yang tinggal di Jalur Gaza, Selasa (10/10/2023). Warga Palestina mencari orang-orang terkasih di tengah reruntuhan dan kegelapan total, saat malam tiba dan Israel memutus semua aliran listrik ke daerah kantong penduduk yang terkepung. Sebelumnya beberapa waktu lalu, menteri energi Israel mengumumkan untuk memutus aliran listrik di Jalur Gaza. “Kami khawatir hal ini dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi orang-orang yang terluka dan mencari perawatan di rumah sakit,” sebut pejabat Kementerian Kesehatan Palestina. Hingga hari ke empat pasca pertempuran hari pertama pada Sabtu (7/10/2023) kemarin Israel terus membombardir Gaza dengan dalih sebagai tanggapan atas serangan yang diluncurkan pasukan pejuang kemerdekaan Palestina. Serangkaian serangan udara Israel menghantam pusat Kota Gaza, yang berpenduduk sekitar setengah juta orang. Serangan tersebut terjadi setelah juru bicara militer Israel mendesak warga Palestina di Gaza untuk mengevakuasi rumah mereka dan memerintahkan agar pihak yang mengkritik Israel mengecam hal tersebut, karena tidak ada protokol evakuasi atau tempat perlindungan di wilayah kantong yang terkepung. Hingga kini, jumlah korban meninggal dunia dari kedua belah pihak telah mencapai lebih dari 1.200 jiwa. Korban yang meninggal di pihak Palestina didominasi anak-anak, wanita dan pria dewasa. Sumber: Middle East Eye
-
NewsINH, Sudan – Badan Pengungsi PBB atau UNHCR mengatakan banyak membutuhkan anggaran hingga mencapai 445 Juta dollar Amerika. Hal ini lantaran meningkatnya jumlah pengungsi yang keluar masuk di wilayah Sudan, Afrika “Kami memprediksi untuk mengantisipasi arus keluar 860.000 pengungsi dan yang kembali dari Sudan, maka akan membutuhkan $445 juta dari mitra untuk mempertahankan populasi pengungsi hingga Oktober mendatang,” kata Raouf Mazou, asisten Komisaris Tinggi UNHCR untuk Operasi seperti dikutip dari Kantor Berita Anadolu, Jumat (5/5/2023). Rencana Tanggap Pengungsi Regional untuk Sudan, yang disampaikan kepada para donor pada hari Kamis kemarin, terutama akan mencakup dukungan langsung di Chad, Sudan Selatan, Mesir, Ethiopia, dan Republik Afrika Tengah, kata UNHCR dalam sebuah pernyataan. “Rencana tersebut dikembangkan bekerja sama dengan 134 mitra, termasuk badan-badan PBB, LSM nasional dan internasional, serta organisasi masyarakat sipil,” katanya. Menurutnya, saat ini situasi kemanusiaan di dalam dan sekitar Sudan sangat tragis ada kekurangan makanan, air dan bahan bakar, akses terbatas untuk transportasi, komunikasi dan listrik dan meroketnya harga barang-barang kebutuhan pokok. “UNHCR dan mitra memiliki tim darurat dan membantu pihak berwenang dengan dukungan teknis, mendaftarkan kedatangan, melakukan pemantauan perlindungan dan memperkuat penerimaan untuk memastikan kebutuhan mendesak terpenuhi,” kata Mazou. “Ini baru permulaan. Bantuan lebih banyak sangat dibutuhkan.” tegasnya. UNHCR mengatakan angka 860.000 adalah perkiraan kasar untuk perencanaan keuangan dan operasional. Orang Sudan akan mencapai sekitar 580.000 dari total, dengan 235.000 pengungsi yang sebelumnya disponsori oleh Sudan pulang dalam kondisi sulit dan 45.000 pengungsi dari negara lain yang sebelumnya ditampung oleh Sudan. “Kebanyakan orang cenderung memilih Mesir dan Sudan Selatan untuk mencari perlindungan,” imbuhnya. Lebih dari 330.000 orang telah mengungsi di Sudan sebagai akibat dari pertempuran saat ini, dengan tambahan 100.000 pengungsi dan pengungsi yang kembali melarikan diri dari negara tersebut. Sementara itu, Kementrian Kesehatan Sudan mengatakan, sejak awal bentrokan pada 15 April, lebih dari 550 orang tewas dan lebih dari 5.000 lainnya terluka. Ketidaksepakatan telah muncul dalam beberapa bulan terakhir antara Angkatan Darat dan pasukan paramiliter atas integrasi RSF ke dalam Angkatan Bersenjata, syarat utama perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik. Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam sebuah langkah yang dikecam oleh kekuatan politik sebagai “kudeta”. Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar Al-Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024 mendatang.
-
NewsINH, Tel Aviv – Sekitar 40 negara mendesak Israel untuk mencabut sanksi yang dijatuhkan pada Otoritas Palestina awal bulan ini. Israel menjatuhkan sanksi kepada Otoritas Palestina karena telah mendorong pengadilan tinggi PBB mengeluarkan pendapat penasehat tentang pendudukan Israel. Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, ke 40 negara anggota PBB itu menegaskan kembali dukungan tak tergoyahkan mereka untuk Mahkamah Internasional (ICJ) dan hukum internasional. “Keprihatinan yang mendalam mengenai keputusan pemerintah Israel untuk memberlakukan tindakan hukuman terhadap rakyat Palestina, kepemimpinan dan masyarakat sipil setelah permintaan oleh Majelis Umum,” demikian pernyataan tersebut. “Terlepas dari posisi masing-masing negara dalam resolusi tersebut, kami menolak tindakan hukuman sebagai tanggapan atas permintaan pendapat penasehat oleh Mahkamah Internasional, dan lebih luas lagi sebagai tanggapan terhadap resolusi Majelis Umum, dan menyerukan pembalikan segera,” tambah bunyi pernyataan tersebut. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh negara-negara yang memberikan suara untuk resolusi ini. Antara lain Aljazair, Argentina, Belgia, Irlandia, Pakistan, dan Afrika Selatan. Juga oleh beberapa negara yang abstain seperti Jepang, Prancis, dan Korea Selatan. “Ini penting karena menunjukkan bahwa terlepas dari bagaimana negara-negara memilih, mereka bersatu dalam menolak langkah-langkah hukuman ini,” kata duta besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB juga menekankan kembali soal kekhawatiran mendalam Antonio Guterres tentang tindakan Israel baru-baru ini terhadap Otoritas Palestina. Dia menegaskan, seharusnya tidak ada pembalasan yang berkaitan dengan mahkamah internasional. Pada 30 Desember 2022, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta pendapat dari Mahkamah Internasional tentang masalah pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Sebagai pembalasan, Israel mengumumkan serangkaian sanksi, termasuk sanksi keuangan, pada 6 Januari, terhadap Otoritas Palestina agar membayar atas upaya mendorong resolusi tersebut. Pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang masalah Palestina dijadwalkan pada Rabu (18/1/2023). Pertemuan sebelumnya bulan ini, setelah Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menyerbu kompleks Masjid Al Aqsa, menyebabkan ketegangan antara diplomat Israel dan Palestina. Penyerbuan Ben-Gvir terhadap Al Aqsa menuai kritik dan kecaman internasional. Status quo yang telah berlangsung puluhan tahun hanya mengizinkan umat Islam untuk beribadah di kompleks yang dikelola oleh Yordania itu. Seorang pejabat Israel mengatakan Ben-Gvir mematuhi pengaturan yang memungkinkan non-Muslim untuk mengunjungi situs tersebut, yang juga dihormati oleh orang Yahudi, tetapi tidak untuk berdoa. Sumber: Republika #Donasi Palestina