-
NewsINH, Washington – Amerika Serikat (AS) pada Senin (4/11/2024) kemarin waktu setempat menyatakan bahwa situasi di Gaza utara belum mengalami perubahan signifikan, meski Israel sudah diperingatkan untuk memperbaiki kondisi kemanusiaan di sana. Surat pemerintah AS tertanggal 13 Oktober menuntut Israel untuk memulihkan kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza dalam waktu 30 hari. Jika tidak dipenuhi, negara Yahudi itu akan menerima konsekuensi. “Hingga hari ini, situasi Gaza belum berubah secara signifikan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller, seraya mengakui adanya peningkatan dalam beberapa aspek. “Anda telah melihat peningkatan jumlah perlintasan yang dibuka, tetapi beberapa rekomendasi dalam surat tersebut belum terpenuhi,” katanya, menambahkan. Miller menyebut situasi kemanusiaan di Gaza “tidak cukup baik untuk beberapa waktu” dan “belum cukup membaik” sejak AS melayangkan surat tersebut. Dia juga mengatakan bahwa tenggat 30 hari tersebut belum berakhir. Namun, ketika ditanya soal konsekuensi yang akan dihadapi Israel jika tenggat itu berakhir, Miller menolak menjawab. “Saya tidak tahu situasi faktual apa yang akan kita hadapi pada saat itu,” katanya. “Kami akan terus mematuhi hukum.” Dalam surat tersebut, AS mendesak Israel untuk memperbaiki kondisi kemanusiaan di Gaza dalam 30 hari atau mempertaruhkan bantuan militer AS. Surat yang diteken Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken itu mengungkapkan “keprihatinan mendalam” atas situasi Gaza yang memburuk. Mereka mendesak kolega mereka di Israel untuk mengambil tindakan segera dan berkelanjutan untuk mengatasinya. Kedua menteri tersebut juga mengatakan bahwa berdasarkan hukum AS, mereka “terus menilai kepatuhan pemerintah Anda terhadap” janji Israel untuk tidak menghalangi kiriman bantuan ke Gaza. Menurut undang-undang AS, bantuan militer AS ke suatu negara harus dibatasi jika negara itu menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan AS atau melanggar hukum internasional. Pengecualian bisa diberlakukan untuk kepentingan nasional. Sumber: Anadolu/Antara
-
NewsINH, Gaza – Lembaga kemanusiaan International Networking for Humanitarian (INH) menyalurkan seribu paket Iftar atau buka puasa setiap harinya selama ramadan untuk ribuan pengusi korban perangan genosida Israel di wilayah Mawasi, Khan Younis, Gaza Selatan. “Bantuan paket iftar untuk saudara-saudara kita di Gaza ini merupakan hasil penggalangan donasi INH dari masyarakat Indonesia baik dari program agresi maupun program ramadan 2024,” kata Ibnu Hafidz Manager Program INH, Minggu (24/3/2024). Menurutnya, untuk special ramadan 1445 hijriyah ini, pihaknya menyediakan paket iftar yang terus didistribusikan baik di titik pengungsian yang ada di wilayah Selatan Gaza maupun titik lainya seperti di wilayah Gaza Utara yang merupakan zona merah sejak terjadinya serangan militer Israel diwilayah tersebut. “Untuk satu porsi menu iftar ini bisa dikonsumsi kurang lebih tiga orang, jadi jika setiap hari kami distribusi seribu paket itu artinya bisa mencukupi pangan kurang lebih sebanyak tiga ribu pengungsi setiap hari,” katanya. Presiden Direktur INH, Luqmanul Hakim menjelaskan sejak Oktober INH terus mengampanyekan bantuan darurat agresi melalui dua platform baik di website INH maupun melalui Kitabisa. Per 21 Maret 2024, bantuan yang telah disalurkan dalam 5 bulan berkisar pada $418.146 (Rp6,5 miliar) dengan jumlah penerima manfaat 75,986 KK atau setidaknya 379.930 warga di sepanjang Jalur Gaza bekerja sama dengan berbagai komunitas kemanusiaan serta relawan lokal. Untuk Ramadan, per 23 Maret 2024, INH menyalurkan 2000 Paket Makanan (Food Package) dan 2000 Set Pakaian (Clothes Set) untuk keluarga di Jalur Gaza utara dan selatan yang melingkupi, jabalia, bait lahia, bait hanoon, jabalia camp, shaikh radwan, shoja`yah, Rafah dan Khan Younis. “Kedua bantuan ini merupakan salah satu kebutuhan yang paling urgen saat ini, terutama mereka yang meninggalkan rumah mereka dengan tidak membawa barang apapun bahkan pakaian, banyak warga yang berusaha kembali ke rumah mereka untuk mengambil pakaian. Namun, banyak juga yang tidak bisa karena seluruh barang-barang mereka tertimbun rata oleh reruntuhan,” Kata Luqman. INH terus mengupayakan penyaluran bantuan dari masyarakat Indonesia melalui tim INH yang tersisa di Jalur Gaza walaupun dengan berbagai kesulitan dan duka yang dialami relawan kami di lapangan. “Kami terus berkordinasi setiap hari dengan tim di lapangan, memastikan bantuan sampai dan cepat,” tambah Luqman. Sementara itu, Shuaib Abu Daqqa Koordinator INH Gaza menyatakan banyak terimakasih kepada masyrakat Indonesia yang terus memberikan dukungan untuk masyarakat di Jalur Gaza. Menurutnya, puasa ramadan taun ini sangat kelam dan mencengkam karena perang masih terus berlangsung. “Kita berdiri dalam keadaan hormat dan syukur untuk Kitabisa dan rakyat Indonesia yang banyak membantu semoga menjadi berkah dan terus berdiri mendukung kami warga Jalur Gaza dalam perang ini terimakasih semoga Allah memberkahi kalian dan senantiasa diberikan kemudahan,” ucapnya. Seperti diketahui bersama seningkatnya agresi di minggu kedua Ramadan di Jalur Gaza, Palestina membuat angka syahid mencapai 32.226 jiwa sejak 7 Oktober, serta melukai 74.598 jiwa, belum termasuk ribuan korban hilang yang terjebak di bawah reruntuhan. Rata-rata angka kematian 84 jiwa per hari. Serangan terbaru menargetkan RS As Shifa secara intens dalam 7 hari membuat seluruh petugas kesehatan diculik, pasien dibunuh dan laporan jurnalis Gaza menyebutkan para petugas medis juga dibunuh oleh tentara Israel. Mereka juga teus menghancurkan bangunan rumah warga secara sistematis dimana pun mereka melewati area bangunan warga. Pembahasan gencatan senjata yang hingga hari ini masih belum disepakati serta bantuan kemanusiaan yang belum bisa masuk akibat blokade, membuat keselamatan warga Gaza berpacu dengan waktu. Kelaparan dan malnutrisi menjadi musuh yang menunggu di pojok ruangan, pelan-pelan mendekat. Bagi warga di Gaza utara, hal itu lain ceritanya. Kelaparan sudah hampir merata, keselamatan warga tidak terjamin karena banyak rute jalan sudah dikuasai pasukan penjajah. (***)
-
NewsINH, Gaza –Militer Israel semakin tak bermoral dan sangat biadab mereka menangkap sekitar 100 warga sipil Palestina di Jalur Gaza bagian utara dengan perlakukan yang keji dan tidak manusia. Warga sipil Palestina ini ditelanjangi, diikat dan dipertontonkan. Rekaman mengejutkan yang dibagikan oleh media Israel menunjukkan pasukan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumpulkan sejumlah pria dan mengangkut mereka dengan truk. Orang-orang tersebut diduga menyerahkan diri di kamp pengungsi Jabalia dan daerah lain di sekitar Gaza utara, dan media Israel Walla mengatakan mereka ditelanjangi. Alasannya, memastikan mereka tidak membawa senjata. Mereka kemudian diarak melalui Lapangan Palestina di Kota Gaza, dengan sepatu dan sandal berserakan di jalan dalam satu gambar menunjukkan saat para warga tersebut dipermalukan di depan umum. Ketika ditanya tentang gambar tersebut, juru bicara IDF Laksamana Muda Daniel Hagari sepertinya membenarkan bahwa orang-orang tersebut telah ditawan namun tidak menjelaskan apakah mereka yang difoto adalah anggota pejuang Palestina Hamas atau warga sipil. Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan pasukan Israel telah menahan dan menginterogasi ratusan orang di Gaza yang dicurigai memiliki hubungan dengan militan. “’Mereka bersembunyi di bawah tanah dan keluar. Siapa pun yang tersisa di wilayah tersebut, mereka keluar dari terowongan, dan beberapa dari bangunan, dan kami menyelidiki siapa yang terkait dengan Hamas, dan siapa yang tidak. Kami menangkap mereka semua dan menginterogasi mereka,” jelasnya dikutip dari Daily Mail. (***)
-
NewsINH, Mesir – Usai Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui resolusi gencatan senjata terkait konflik perang di Gaza beberapa waktu lalu. Pintu perbatasan Rafah yang menghubungkan antara Mesir dengan Jalur Gaza akan dibuka hari ini Rabu (1/11/2023). Perlintasan ini memungkinkan warga Palestina yang terluka dirawat di rumah sakit Mesir. Direktur media penyeberangan perbatasan Rafah Wael Abu Mohsen mengonfirmasi bahwa penyeberangan tersebut akan dibuka. Gubernur Sinai Utara Mesir Mohamed Shosha mengumumkan keputusan pembukaan perbatasan dalam pernyataan yang disiarkan televisi untuk saluran Mesir. Shosha mengatakan dalam pernyataan sebelumnya bahwa Provinsi Sinai Utara bersiaga untuk menerima warga Palestina yang terluka segera setelah perbatasan dibuka. “Direktorat Kesehatan di Sinai Utara bekerja dengan kapasitas penuh untuk mendirikan rumah sakit lapangan bagi warga Palestina yang terluka saat mereka masuk ke Mesir,” kata surat kabar milik pemerintah Mesir Al-Ahram. Direktorat Kesehatan di Sinai Utara bekerja dengan kapasitas penuh untuk mendirikan rumah sakit lapangan bagi warga Palestina yang terluka Sekretaris Jenderal Gubernur Sinai Utara Osama al-Ghandour mengatakan, tiga tempat telah dialokasikan untuk menampung mereka yang mendampingi korban luka di kota Sheikh Zuweid dan Arish di Sinai. Saluran media yang dikelola pemerintah Extra News mengonfirmasi bahwa penyelesaian akhir sedang dilakukan di rumah sakit lapangan. Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan, tingkat hunian rumah sakit-rumah sakit Gaza sudah mencapai lebih dari 150 persen. Jumlah pasien di Komplek Medis RS Al-Shifa yang merupakan rumah sakit terbesar di Gaza mencapai lima ribu pasien. “Padahal rumah sakit itu dirancang untuk hanya menerima 700 pasien,” kata Menteri Kesehatan Palestina Mai Al-Kaila. Al-Kaila menyatakan, wilayah kantong Palestina itu berada dalam kondisi malapetaka. Israel terus melancarkan serangan ke fasilitas-fasilitas kesehatan. “Rumah sakit tidak bisa dievakuasi, karena dipenuhi pasien sakit dan terluka, ditambah mereka yang mengungsi guna mencari tempat aman di halaman rumah sakit,” ujar Al-Kaila. Perlintasan perbatasan Rafah telah ditutup sejak pecahnya pertempuran di Jalur Gaza pada 7 Oktober dan sebagian dibuka selama beberapa hari untuk memungkinkan masuknya truk bantuan dalam jumlah terbatas. Direktur media penyeberangan Rafah mencatat, ada sebanyak 196 truk bantuan sejauh ini telah menyeberang ke Gaza sejak 7 Oktober. Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) telah menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya jumlah kematian anak-anak di Jalur Gaza sejak 7 Oktober. Jumlah korban anak-anak yang terbunuh oleh serangan Israel terus meningkat jumlahnya.”Gaza telah menjadi kuburan anak-anak,” kata juru bicara UNICEF James Elder dikutip dari Anadolu agency. Menurut Elder, kekhawatiran UNICEF yang paling besar mengenai laporan jumlah anak-anak yang terbunuh adalah peningkatan jumlah korban jiwa. Laporan awal menunjukan puluhan, kemudian meningkat menjadi ratusan. Kini, ribuan anak-anak terbunuh hanya dalam waktu dua pekan. Elder menyesalkan bahwa jumlah korban di kalangan anak di bawah umur telah melebihi 3.450 jiwa. “Yang mengejutkan, jumlah ini meningkat secara signifikan setiap hari,” kata Elder memperingatkan.”Ini adalah neraka bagi semua orang,” ujarnya. Elder mengulangi seruan UNICEF untuk segera melakukan gencatan senjata dan memberikan akses kemanusiaan terhadap pasokan untuk wilayah kantong tersebut. Dia mengatakan, bahwa anak-anak di Gaza sekarat bukan hanya karena serangan udara tetapi juga karena kurangnya perawatan medis yang diperlukan.“Tapi ancaman terhadap anak-anak lebih dari sekadar bom,” kat Elder. Air dan trauma berkepanjangan dinilai merupakan beberapa ancaman lain yang dihadapi di daerah kantong Palestina yang terkepung. Dia memperingatkan bahwa lebih dari sejuta anak-anak Gaza menghadapi krisis air kritis karena produksi air harian Gaza berada pada lima persen dari kapasitas produksinya.“Kematian anak karena dehidrasi, khususnya kematian bayi karena dehidrasi, merupakan ancaman yang semakin besar,” kata Elder. Mengenai trauma, juru bicara UNICEF ini menyoroti kondisi anak-anak ketika pertempuran akhirnya berhenti. Mereka harus menghadapi kerugian dan komunitasnya yang akan terus ditanggung oleh generasi mendatang. Elder menekankan,sebelum konflik saat ini dimulai, lebih dari 800 ribu anak di Gaza atau tiga perempat dari seluruh populasi anak-anak diidentifikasi membutuhkan kesehatan mental dan dukungan psikologis. Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell menegaskan kembali akibat sebenarnya dari eskalasi terbaru ini akan diukur pada kehidupan anak-anak. Anak-anak akan selamanya berubah karena kekerasan yang terjadi.“Angka yang seharusnya sangat mengguncang kita semua,” ujar Russell merujuk pada jumlah kematian anak-anak atas serangan Israel. Israel telah membombardir Gaza siang dan malam, menyebabkan seluruh bangunan runtuh dan menewaskan ribuan orang. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan lebih dari 8.000 orang yang sebagian besar adalah anak-anak terbunuh. “2,3 juta warga Palestina di Gaza menghadapi kematian setiap hari dan setiap malam. Selamatkan mereka. Ada 2.000 orang yang tertimbun reruntuhan. Izinkan kami menemukan mereka, menyelamatkan mereka yang masih bisa diselamatkan, dan menguburkan mereka yang tewas dengan cara yang bermartabat,” ujar Menteri dan Pemantau Tetap Negara Palestina untuk PBB Riyad Mansour dikutip dari AlArabiyah. Mansour menyatakan, lebih dari 1,4 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka ketika Israel menggempur wilayah yang penuh sesak dan miskin itu. “Angka-angka mengejutkan ini terus meningkat setiap menitnya karena tindakan yang tertunda untuk menghentikan serangan gencar terhadap rakyat kami,” katanya. Utusan tersebut menyerukan diakhirinya kekerasan yang sedang berlangsung. Dia meminta agar warga Palestina diperlakukan sebagai manusia dengan rasa hormat yang pantas diterima oleh semua orang. Sumber: Republika
-
NewsINH, Palestina – Kekerasan pasukan Israel terhadap warga Palestina yang berujung pada kematian masih terus berlangsung. Dalam per hari kemarin 4 orang warga Palestina dilaporkan meninggal dunia dibeberapa tempat yang berbeda, dua diantaranya di Jalur Gaza dan dua orang lainya di kawasan Jenin, Tepi Barat. Dikitup dari Aljazeera, Rabu (20/9/2023) Israel membunuh empat warga Palestina di Gaza, Tepi Barat Penggerebekan di Jenin menewaskan dua warga Palestina, dan seorang warga Palestina lainnya tewas di dekat pagar antara Gaza dan Israel. Pasukan Israel telah membunuh tiga warga Palestina dalam serangan di Tepi Barat yang diduduki, dan seorang warga Palestina lainnya dalam insiden terpisah di Jalur Gaza yang diblokade, ketika Israel melarang masuknya ribuan pekerja Palestina dari daerah pesisir tersebut. Penggerebekan di Tepi Barat terjadi pada hari Selasa di kamp pengungsi Jenin, dan sekitar 20 orang lainnya juga terluka, menurut pejabat kesehatan Palestina. Korban tewas belum disebutkan namanya. Di Gaza, pria Palestina yang terbunuh diidentifikasi sebagai Yousef Salem Radwan, 25 tahun. Dia ditembak oleh pasukan Israel di sebelah timur Khan Yunis di Gaza, lapor media Palestina. Militer Israel tidak mengkonfirmasi pembunuhan di Gaza, namun mengatakan bahwa “para perusuh” berkumpul di dekat pagar yang memisahkan Gaza dari Israel, dan “sejumlah alat peledak diaktifkan oleh para perusuh”. Militer Israel juga memberikan sedikit rincian tentang kematian di Jenin, selain mengatakan bahwa mereka telah melakukan serangan pesawat tak berawak. Kekerasan terjadi setelah Israel mengumumkan pada Minggu malam bahwa mereka akan menutup penyeberangan Beit Hanoun (disebut “Erez” oleh Israel) menyusul meletusnya protes di perbatasan dan “penilaian keamanan” oleh pejabat pertahanan. “Pembukaan kembali penyeberangan akan tunduk pada evaluasi berkelanjutan berdasarkan situasi yang berkembang di wilayah tersebut,” kata COGAT, sebuah unit di Kementerian Pertahanan Israel yang bertanggung jawab atas urusan sipil Palestina. Penutupan Beit Hanoun, satu-satunya jalur pejalan kaki keluar dari wilayah tersebut menuju Israel, telah menyebabkan sekitar 18.000 warga Palestina dari Gaza yang telah diberikan izin kerja Israel tidak dapat mengakses pekerjaan mereka. Serangkaian protes terjadi selama musim liburan di Israel yang dimulai dengan Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi minggu lalu dan berlanjut hingga festival Sukkot minggu depan. Selama liburan, sejumlah besar orang Yahudi diperkirakan akan memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa, yang juga dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, di Kota Tua Yerusalem Timur yang diduduki – di masa lalu hal ini berarti pembatasan akses warga Palestina ke tempat suci tersebut. yang juga merupakan simbol nasional Palestina. Pejabat Gaza mengatakan khusus penanganan medis masih diperbolehkan menggunakan penyeberangan tersebut, yang dijadwalkan dibuka kembali oleh Israel pada hari Senin setelah penutupan karena hari libur Yahudi. Penutupan yang diperpanjang ini menyusul konfrontasi berulang kali antara pengunjuk rasa Palestina dan pasukan Israel di sepanjang perbatasan selama beberapa hari terakhir. Konfrontasi tersebut menyebabkan banyak warga Palestina terluka setelah pasukan Israel menembakkan senjata dan gas air mata ke arah para pengunjuk rasa. Militer Israel juga melancarkan serangan udara Jumat malam di Jalur Gaza. ‘Hukuman kolektif’ Keputusan untuk memblokir masuknya warga Palestina ke Israel dikutuk sebagai “hukuman kolektif ilegal” oleh LSM Israel Gisha, yang mengadvokasi kebebasan bergerak warga Palestina. Tindakan ini “merugikan pekerja Gaza dan keluarga mereka, serta pemegang izin lainnya yang perlu melakukan perjalanan untuk keperluan kemanusiaan”, kata Gisha dalam sebuah pernyataan. Salah satu warga Gaza yang terkena dampak, Kamal, mengatakan dia dan rekan-rekan pekerjanya “tidak ada hubungannya dengan situasi keamanan di Gaza”. “Penutupan Erez membuat saya dan keluarga saya kehilangan makanan dan biaya hidup,” kata pekerja konstruksi berusia 41 tahun, yang hanya menyebutkan nama depannya karena takut akan pembalasan dari otoritas Israel. Warga Palestina mempunyai pendapatan yang jauh lebih tinggi di Israel dibandingkan di Gaza, dimana gaji mereka rendah dan pengangguran banyak terjadi. Ashraf, 36, mengungkapkan keprihatinan yang sama ketika dia menggambarkan penutupan tersebut sebagai “hukuman kolektif terhadap pekerja”. “Kami hanya ingin bekerja dan hidup,” kata pemegang izin tersebut. Seorang karyawan di sebuah restoran di Jaffa meminta pihak berwenang Israel untuk “mengkompensasi hari-hari kerja yang hilang” karena penutupan perbatasan. Israel telah mempertahankan blokade ketat darat, udara dan laut di Jalur Gaza sejak 2007, ketika Hamas merebut kekuasaan di wilayah pesisir tersebut. Ada banyak perang yang terjadi antara kelompok bersenjata yang berbasis di Gaza dan Israel dalam beberapa tahun terakhir. Kekerasan terhadap pengunjuk rasa Hamas mengatakan protes di Gaza merupakan respons terhadap provokasi Israel, dengan alasan peningkatan jumlah aktivis nasionalis sayap kanan Yahudi yang memasuki kompleks Al-Aqsa. Pada hari Senin, pasukan Israel menyerang jamaah Palestina di Bab as-Silsila, salah satu pintu masuk utama ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki. Mereka juga menolak akses terhadap warga Palestina yang berusia di bawah 50 tahun untuk membuka jalan bagi pemukim Israel di Rosh Hashanah. “Selama provokasi ini terus berlanjut, protes akan terus berlanjut,” kata juru bicara Hamas Hazem Qasem. Sumber: Aljazeera