-
NewsINH, Gaza – Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pemboman Israel terus membunuh, melukai dan membuat warga Palestina mengungsi, kantor berita Wafa melaporkan. OCHA mengatakan tiga sekolah yang menampung para pengungsi dihantam dalam 48 jam terakhir, sehingga mengakibatkan banyak korban jiwa. Farhan Haq, wakil juru bicara Sekjen PBB, meminta semua pihak untuk menghormati tugas mereka berdasarkan hukum kemanusiaan internasional, termasuk menyelamatkan warga sipil dan objek sipil. Selain itu, kondisi memanas juga terjadi di Tepi Barat, di mana pasukan Israel membunuh sedikitnya 12 warga Palestina di Tepi Barat yang dijajah, termasuk delapan orang di Jenin dan sekitarnya, tempat serangan pesawat tak berawak dilakukan.
-
NewsINH, Teheran – Warga Gaza dan bangsa Palestina tengah berduka. Pasalnya, salah seorang tokoh sentral kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina yakni Hamas dikabarkan meninggal di Teheran ibu Kota Iran, Rabu (31/7/2024) dinihari waktu setempat. Dilansir dari berbagai sumber, pemimpin karismatik Hamas Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas setelah kediamannya menjadi sasaran di Teheran, Iran Hal ini dipastikan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran dalam sebuah pernyataan. “Serangan itu dilakukan Rabu pagi. Penyelidikan sedang dilakukan untuk menemukan penyebab insiden tersebut,” sebut pernyataan Departemen Hubungan Masyarakat IRGC, seperti dikutip kantor berita Iran IRNA. Pernyataan itu menyampaikan belasungkawa kepada rakyat Palestina, dunia Muslim, dan para pejuang Front Perlawanan atas kematian pemimpin Hamas tersebut. Sebuah pernyataan dari Hamas mengatakan serangan Israel menewaskan pemimpin kelompok Palestina Ismail Haniyeh di kediamannya di Teheran. Sebelumnya pada hari Selasa, Haniyeh menghadiri pelantikan presiden baru Iran dan bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran. Sementara itu, pihak Hamas mengatakan Ismail Haniyeh terbunuh dalam “serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran”. Siapa Ismail Haniyeh? Pada tanggal 6 Mei 2017, Hamas, gerakan politik Palestina yang menguasai Jalur Gaza, memilih Ismail Abdulsalam Ahmed Haniya, sebagai kepala biro politik kelompok tersebut, menggantikan Khaled Meshaal. Lahir di kamp pengungsi Shati di Gaza dari orang tua yang melarikan diri dari kota Asqalan setelah negara Israel didirikan pada tahun 1948, Haniya belajar di Institut al-Azhar di Gaza dan lulus dengan gelar dalam bidang sastra Arab dari Universitas Islam di Gaza. Saat kuliah pada tahun 1983, Haniya bergabung dengan kelompok Mahasiswa Islam, cikal bakal berdirinya Hamas. Karirnya semakin cemerlang dan terus naik kedudukanya di Hamas, bahkan ia diangkat sebagai pembantu dekat dan asisten salah satu pendiri Hamas, mendiang Sheikh Ahmed Yassin, pada tahun 1997. Haniya dikenal sebagai pemimpin Hamas yang lebih moderat dan dekat dengan pemimpin spiritual Hamas, Syeikh Ahmad Yassin yang dibunuh Israel. Haniyah adalah pemimpin daftar Hamas yang memenangkan pemilihan legislatif Palestina tahun 2006, dan kemudian menjadi perdana menteri. Presiden Machmod Abbas memberhentikan Haniyah dari jabatannya pada tanggal 14 Juni 2007 pada puncak konflik Fatah-Hamas, namun Haniyah tidak mengakui keputusan tersebut dan terus menjalankan otoritas perdana menterinya di Jalur Gaza. Pada bulan September 2016, laporan mengindikasikan Haniyah akan menggantikan Khaled Mashal sebagai Kepala Biro Politik Hamas. Ia terpilih sebagai ketua politik Hamas pada 6 Mei 2017 hingga saat ini. Berbagai Sumber
-
NewsINH, Gaza – Israel telah membunuh atau melukai sedikitnya 31 pekerja kemanusiaan di Gaza sejak Oktober dalam setidaknya delapan serangan yang mengabaikan koordinat posisi mereka, kata Human Rights Watch (HRW), Selasa, (14/5/2024). “Pasukan Israel telah melakukan setidaknya delapan serangan terhadap konvoi dan lokasi pekerja bantuan di Gaza sejak Oktober 2023,” kata lembaga swadaya masyarakat asal AS yang mengawasi penegakan hak asasi manusia itu. Israel tetap melakukan serangan, “meskipun kelompok bantuan telah memberikan koordinat mereka kepada otoritas Israel untuk memastikan perlindungan mereka,” kata HRW dikutip Anadolu. HRW mengungkapkan, pihak berwenang Israel tidak mengeluarkan peringatan terlebih dahulu kepada organisasi kemanusiaan yang berada di lapangan sebelum serangan-serangan tersebut. Sehingga menewaskan atau melukai sedikitnya 31 pekerja kemanusiaan dan orang-orang yang bersama mereka. Delapan insiden tersebut antara lain penyerangan terhadap konvoi World Central Kitchen pada 1 April, konvoi Doctor Without Borders (MSF) pada November 18, wisma UNRW pada 9 Desember, dan tempat perlindungan MSF pada 8 Januari 2024. Kemudian wisma Komite Penyelamatan Internasional dan Bantuan Medis juga diserang pada 18 Januari, disusul penyerangan terhadap konvoi UNRWA pada 5 Februari, wisma MSF pada 20 Februari, dan rumah yang menampung karyawan Organisasi Bantuan Pengungsi Timur Dekat Amerika pada 8 Maret. “Bahkan jika ada sasaran militer di sekitar lokasi serangan, insiden ini menyoroti kegagalan Israel dalam melindungi pekerja bantuan dan operasi kemanusiaan,” kata HRW. HRW merinci sedikitnya 15 orang terbunuh dan 16 terluka dalam delapan serangan Israel tersebut. “Para pekerja kemanusiaan juga tidak dapat meninggalkan Gaza sejak penutupan perbatasan Rafah pada 7 Mei,” kata mereka. Badan pengawas itu juga mendapati Israel menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan di Gaza. “Otoritas Israel dengan sengaja memblokir pengiriman air, makanan, dan bahan bakar, dengan sengaja menghalangi bantuan kemanusiaan. “Dengan terang-terangan menghancurkan kawasan pertanian, dan merampas barang-barang milik penduduk sipil yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup mereka,” kata HRW. “Anak-anak di Gaza sekarat akibat komplikasi yang berkaitan dengan kelaparan,” kata HRW. HRW menyampaikan mereka telah meminta informasi spesifik dari Israel mengenai delapan serangan tersebut melalui surat yang dikirim pada 1 Mei 2024, namun belum menerima tanggapan. HRW mendesak Israel untuk mempublikasikan temuan-temuan penyelidikan atas serangan-serangan yang telah membunuh dan melukai para pekerja kemanusiaan tersebut, dan tak terkecuali serangan-serangan lain yang menyebabkan korban sipil. Selain itu, kelompok ahli internasional yang diakui harus melakukan tinjauan independen terhadap proses dekonfliksi kemanusiaan. “Israel harus memberi para ahli ini akses penuh terhadap prosesnya, termasuk koordinasi dan komunikasi yang terjadi sebelum, selama, dan setelah serangan tersebut serta informasi mengenai dugaan sasaran militer di sekitarnya dan tindakan pencegahan apapun yang diambil untuk mengurangi dampak buruknya,” kata HRW. Israel telah melancarkan serangan militer di Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang. Lebih dari 35.000 warga Palestina terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan 78.700 lainnya terluka akibat kehancuran massal di Gaza. Lebih dari tujuh bulan sejak perang Israel meletus, sebagian besar wilayah Gaza hancur, memaksa 85 persen penduduk wilayah kantong tersebut mengungsi di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan, demikian catatan PBB. Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang telah memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan bahwa pasukannya tidak melakukan pembantaian massal itu dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza. Sumber: Antara/Anadolu/Republika
-
NewsINH, Gaza – Qatar sebagai negara yang menjadi mediator konfliuk antara Israel dan Palestina di Jalur Gaza mengumumkan secara resmi bahwa peperangan yang tengah berlangsung di Jalur Gaza telah menemukan kesepakatan bersama yakni gencatan senjata selama 24 jam kedepan dan berlaku setidaknya selama empat hari kedepan. “Israel dan Hamas dari pihak Palestina telah menyetujui gencatan senjata sementara. Pengumuman ditegaskan Qatar, negara yang menjadi mediator keduanya.” tulis laporan CNBC, Rabu (22/11/2023). “Perjanjian tersebut mencakup pembebasan 50 sandera perempuan dan anak-anak warga sipil yang saat ini ditahan di daerah kantong Palestina, sebagai imbalan atas pembebasan sejumlah perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel,” kata pengumuman itu, siang waktu Indonesia. Sebelumnya, pemerintah Israel memilih untuk menerima kesepakatan yang akan membebaskan beberapa sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza, Rabu dini hari waktu setempat. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengadakan kabinet perangnya sejak Selasa malam, untuk pemungutan suara. Hamas juga telah memberi respons. Dalam Telegram resmi, selain pembebasan sandera, Hamas mengatakan gencatan senjata sementara itu akan memberikan kesempatan bagi ratusan truk bantuan kemanusiaan masuk, termasuk kebebasan bergerak akan dijamin di sepanjang Jalan Salah Al Deen. “Selama masa gencatan senjata, Israel berkomitmen untuk tidak menyerang atau menangkap siapa pun di seluruh wilayah Jalur Gaza,” bunyi pengumuman Israel. Sementara itu, sejumlah warga Gaza menyerukan kekecewaan mereka atas keputusan gencatan senjata Israel-Hamas. Menurut mereka gencatan senjata selama empat hari tidaklah cukup dengan apa yang dilakukan oleh Israel terhadap mereka. “Kami berharap gencatan senjata ini dilakukan secara permanen dan berkepanjangan, kami ingin merdeka dan hidup bebas,” kata salah seorang warga. Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan, gencatan senjata di Gaza mutlak untuk dijadikan secara permanen antara Palestina dan Israel dengan mengakhiri perang. Sebab, jika gencatan senjata tidak permanen, konflik di Gaza akan berdampak panjang bagi negara-negara Eropa, di antaranya termasuk Yunani. Salah satu imbasnya, yaitu kekhawatiran masuknya pengungsi dari Gaza menuju Eropa melalui Yunani. Saat memberi keterangan pers seusai bertemu dengan Wakil Ketua I Parlemen Yunani Ioannis Plakiotakis di gedung Parlemen di Athena, Yunani, Rabu (22/11/2023) siang waktu setempat atau Rabu malam WIB, Wapres Amin menyatakan, ada kekhawatiran di Yunani jika perang antara Palestina dan Israel terus berkelanjutan. Untuk itu, Wapres dan Ioannis mendorong adanya solusi perdamaian yang permanen di Gaza. Sebagaimana diberitakan, Pemerintah Israel dan kelompok Hamas menyepakati jeda pertempuran selama empat hari di Gaza. Termasuk pula dalam kesepakatan mereka adalah pembebasan sandera oleh Hamas sebanyak 50 orang. Mereka akan ditukar dengan 150 tahanan Palestina yang dipenjara Israel. Jeda pertempuran itu akan dimulai pada Kamis (23/11/2023) pagi waktu setempat. (***)
-
NewsINH, Gaza – Kisa pilu dan penderitaan jutaan warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza takan pernah habis. Serangan jet udara dan artileri militer Israel ke Jalur Gaza semakin sengit dan brutal. Tak hanya merusak gedung dan tempat tinggal warga. Otoritas Israel dengan sengaja menghentikan suplai listrik dan bahan bakar ke wilayah tersebut. Mirisnya lagi, akibat kekurangan pasokan listrik ke Jalur Gaza dapat dipastikan akan mengancam kehidupan bayi prematur. Bahkan tercatat 50.000 wanita hamil di Gaza tak dapat mengakses layanan kesehatan penting. Seperti dikutip dari laman Republika, Senin (23/10/2023) seorang bayi prematur menggeliat di dalam inkubator kaca di bangsal neonatal Rumah Sakit al-Aqsa di Jalur Gaza tengah. Dia menangis saat saluran infus terhubung ke tubuh mungilnya. “Para dokter yang merawat bayi prematur di seluruh Gaza juga bergulat dengan ketakutan serupa. Setidaknya 130 bayi prematur berada pada risiko besar di enam unit neonatal,” kata pekerja bantuan. Sebuah ventilator membantunya bernapas saat kateter memberikan obat dan monitor menunjukkan tanda-tanda vitalnya yang rapuh. Hidup bayi prematur itu bergantung pada aliran listrik yang konstan. Aliran listrik terancam habis dalam waktu dekat kecuali rumah sakit bisa mendapatkan lebih banyak bahan bakar untuk generatornya. Direktur rumah sakit, Iyad Abu Zahar khawatir jika listrik berhenti menyala, bayi-bayi di bangsal neonatal itu yang tidak dapat bernapas sendiri, dan mereka akan binasa. “Tanggung jawab kami sangat besar,” kata Abu Zahar. Abu Zahar khawatir berapa lama fasilitasnya bisa bertahan. “Jika generator mati, yang kami perkirakan dalam beberapa jam mendatang karena banyaknya permintaan dari berbagai departemen di rumah sakit, inkubator di unit perawatan intensif akan berada dalam situasi yang sangat kritis,” kata Abu Zahar. Kekurangan bahan bakar yang berbahaya ini disebabkan oleh blokade Israel terhadap Gaza, yang dimulai bersamaan dengan serangan udara, setelah kelompok perlawanan Palestina Hamas menyerang kota-kota Israel pada 7 Oktober. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya 50.000 wanita hamil di Gaza tidak dapat mengakses layanan kesehatan penting, dan sekitar 5.500 akan melahirkan dalam bulan mendatang. Setidaknya tujuh dari hampir 30 rumah sakit terpaksa ditutup karena kerusakan akibat serangan Israel yang tiada henti serta kurangnya listrik, air, dan pasokan lainnya. Para dokter di rumah sakit lainnya mengatakan mereka berada di ambang krisis. Sementara Badan PBB untuk Pengungsi Palestina pada Ahad (22/10/2023) mengatakan, mereka memiliki cukup bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan penting selama tiga hari. “Dunia tidak bisa hanya melihat bayi-bayi ini terbunuh akibat pengepungan di Gaza. Kegagalan untuk bertindak berarti menghukum mati bayi-bayi ini,” kata Melanie Ward, kepala eksekutif kelompok bantuan Bantuan Medis untuk Palestina. Tak satu pun dari 20 truk bantuan yang menyeberang ke Gaza pada Sabtu (21/10/2023) membawa muatan bahan bakar. Persediaan bahan bakar yang terbatas di Gaza dikirim ke generator rumah sakit. Tujuh tanker mengambil bahan bakar dari depot PBB di sisi perbatasan Gaza, namun tidak diketahui apakah tanki itu ada yang ditujukan untuk rumah sakit. Juru bicara WHO, Tarik Jašarević mengatakan, 150.000 liter (40.000 galon) bahan bakar diperlukan untuk memberikan layanan dasar di lima rumah sakit utama di Gaza. Koordinator medis untuk Doctors Without Borders di wilayah Palestina, Guillemette Thomas mengatakan, beberapa bayi bisa meninggal dalam beberapa jam. Sementara beberapa lainnya dapat meninggal dalam beberapa hari, jika mereka tidak menerima perawatan khusus dan pengobatan yang sangat mereka perlukan. “Pastinya bayi-bayi ini berada dalam bahaya. Merawat bayi-bayi ini merupakan keadaan darurat yang nyata, sama halnya dengan keadaan darurat untuk merawat penduduk Gaza yang menderita akibat pemboman ini sejak dua minggu terakhir,” ujar Thomas. Thomas mengatakan, Rumah Sakit al-Aqsa harus merawat pasien di Gaza utara dan tengah sejak beberapa rumah sakit lainnya ditutup, sehingga memaksa rumah sakit tersebut untuk melipatgandakan kapasitas pasiennya. Hal ini juga membebani keterbatasan listrik. Thomas mengatakan, banyak wanita yang telah melahirkan di sekolah-sekolah yang dikelola PBB. Sekolah itu menjadi tempat penampungan sementara bagi puluhan ribu pengungsi yang mencari perlindungan. “Para wanita ini berada dalam bahaya, dan bayi-bayi mereka juga berada dalam bahaya saat ini. Itu adalah situasi yang sangat kritis,” ujar Thomas. Nisma al-Ayubi membawa putrinya yang baru lahir ke Rumah Sakit al-Aqsa dari Nuseirat, tempat dia baru-baru ini mengungsi dari Gaza utara, setelah dia menderita kekurangan oksigen dan rasa sakit yang luar biasa. Bayi perempuan itu lahir tiga hari lalu tetapi mengalami komplikasi. “Rumah sakit kekurangan persediaan. Kami khawatir jika situasinya memburuk, tidak akan ada lagi obat yang bisa menyembuhkan anak-anak kami,” ujar al-Ayubi. Masalah ini diperparah dengan banyaknya air kotor yang terpaksa digunakan sejak Israel memutus pasokan air. Abu Zahar menyatakan, para ibu mencampurkan susu formula dengan air yang terkontaminasi untuk memberi makan bayi mereka. Hal ini berkontribusi pada peningkatan kasus kritis di bangsal. Di Rumah Sakit al-Awda, sebuah fasilitas swasta di Jabalia utara, hingga 50 bayi dilahirkan hampir setiap hari. Direktur rumah sakit, Ahmed Muhanna mengatakan, rumah sakit tersebut menerima perintah evakuasi dari militer Israel, namun mereka menolak dan tetap beroperasi. “Situasinya tragis dalam segala hal. Kami mencatat defisit besar pada obat-obatan darurat dan anestesi, serta pasokan medis lainnya,” ujar Muhanna. Untuk menjatah persediaan yang semakin menipis, Muhanna mengatakan, semua operasi yang dijadwalkan telah dihentikan. Rumah sakit mengerahkan seluruh sumber daya untuk keadaan darurat dan persalinan. Sementara kasus neonatal yang kompleks dikirim ke Rumah Sakit al-Aqsa. Al-Awda memiliki bahan bakar yang cukup untuk bertahan paling lama empat hari. “Kami telah mengimbau banyak lembaga internasional, Organisasi Kesehatan Dunia, untuk memasok bahan bakar ke rumah sakit, tetapi sejauh ini tidak berhasil,” kata Muhanna. (***) Sumber: Republika/AP