NewsINH, Ramallah – Kematian seorang jurnalis veteran Al-Jazeera, Shirren Abu Akleh yang ditembak sniper Israel saat melakukan tugas liputan di kota Jenin, Tepi Barat beberapa waktu lalu masih menjadi duka mendalam bagi warga Palestina. Pasalnya Shirren di kenal lantang menyuarakan penindasan dan mengabarkan kepada dunia tentang penderitaan rakyat Palestina melalui saluran televisi internasional ditempat ia bekerja.
Untuk mengenang jasa dan pengorban atas kematian jurnalis veteran Shireen Abu Akleh, ratusan warga Palestina dan pendukungnya berkumpul di Ramallah. Mereka meresmikan sebuah jalan yang diberi nama Jalan Shireen Abu Akleh.
Jalan tersebut biasa dilalui Abu Akleh setiap hari untuk bekerja di kantor jaringan berita Aljazirah di Ramallah. Jalan tersebut juga menjadi tempat Abu Akleh untuk membawakan laporan langsung terkait berbagai macam peristiwa di Palestina. Dewan Kotamadya Kota Ramallah mengumumkan jalan baru di hadapan keluarga dan pendukung Abu Akleh, bersamaan dengan sebuah monumen di tempat dia biasa berdiri untuk melaporkan berita.
Monumen peringatan tersebut mencerminkan simbolisme Abu Akleh dalam ingatan kolektif warga Palestina. Mereka masih menganggap Abu Akleh sebagai perwakilan suara mereka. Juru bicara Ramallah Municipal, Maram Totah, mengatakan, mengabadikan Abu Akleh denhan nama jalan adalah cara untuk menghormati mereka yang membuat pengorbanan tertinggi dalam perjuangan Palestina. Karena jalan-jalan kota selalu dinamai dengan nama martir dan pejuang yang membawa suara mereka dalam hidup dan mati. Selain Ramallah, banyak kota Palestina telah menamai jalan-jalan dan alun-alun pusat dengan nama para martir, seperti di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
“Shireen adalah anugerah yang luar biasa. Dia memegang suara rakyat Palestina dan tidak pernah berhenti memberi tahu dunia tentang kejahatan yang dilakukan oleh pendudukan (Israel) terhadap manusia Palestina,” kata Totah, dilansir Anadolu Agency, Senin (22/8/2022).
Beberapa universitas telah meluncurkan beasiswa dan penghargaan atas nama Abu Akleh, antara lain Birzeit University, Al-Quds University dan Arab American University di Jenin dan Beirut.
Abu Akleh tinggal dan bekerja di Ramallah. Foto dan muralnya terpampang di berbagai sudut wilayah pendudukan Tepi Barat. Bahkan, nama Shireen digunakan oleh beberapa keluarga untuk menamai anak-anak mereka. Salah satunya keluarga Thabet dari Rafah di Jalur Gaza selatan. Keluarga ini menamai putri kembar mereka Shireen dan Jenin. Putri kembarnya lahir beberapa hari setelah Abu Akleh tewas oleh peluru pasukan Isrsel.
“Kami merindukan suaranya selama serangan terakhir Israel terhadap Gaza. Dia adalah suara tinggi kami dan melalui liputannya, dunia mendengar tentang penderitaan kami yang berkelanjutan. Saya menghormatinya dan usahanya selama malam-malam yang sulit di jalanan dan rumah sakit untuk membuat gambar dan berita,” kata ayah dari anak kembar tersebut, Mohammad Thabet.
Rumah Thabet turut hancur dalam serangan Israel terakhir di Gaza. Putrinya yang berusia 3 bulan terluka akibat serangan itu.
“Meskipun kehidupan keras di bawah pendudukan ini, kami adalah bangsa yang tak ada habisnya. Jika tentara Israel membunuh Shireen, ada ribuan Shireen. Saya memberi nama putri saya Shireen karena ketika Anda memberi anak Anda nama seorang martir, Anda memastikan pengasuhannya,” kata Thabet.
Keluarga Abu Akleh masih berusaha untuk mendapatkan keadilan dengan menuntut penyelidikan AS yang transparan. Pada 21 Agustus ditandai sebagai Hari Peringatan dan Penghormatan Internasional untuk Para Korban Terorisme. Terlepas dari kecaman global atas terorisme, para korban pendudukan Israel di Palestina terus berjuang agar suara mereka didengar. Bagi warga Palestina, Abu Akleh adalah harapan agar mereka tidak dilupakan atau diabaikan.
Serangan Israel terhadap jurnalis Palestina meningkat selama tahun lalu. Pusat Palestina untuk Kebebasan dan Pembangunan (MADA) mendokumentasikan 368 insiden terhadap jurnalis Palestina, dengan 155 pelanggaran langsung yang bervariasi antara lain cedera dan pembunuhan.
Tiga wartawan tewas selama perang terakhir di Gaza pada Agustus dan 33 markas media diserang oleh serangan udara. Lebih dari 100 serangan didokumentasikan terhadap jurnalis sejak awal 2022. Sebagian besar terjadi pada April di Yerusalem dan Jenin
Sumber: Anadolu/Republika