-
NewsINH, Bogor – Ramadan 2024 telah berlalu, lembaga Kemanusiaan Internasional Netrowking for Humanitarian (INH) telah menyelsaikan semua rangkain program ramadan di 9 negara, yaitu Palestina, Yaman, Suria, Yordania, Kenya, Uganda, Nigeria, Sudan Selatan dan tentunya di negara Indonesia itu sendiri. “Alhamdulillah semua rangkain program kemanusiaan kami di 9 Negara selama ramadan 2024 berjalan sesuai dengan rencana,” kata Ibnu Hafidz Manager Program INH, Rabu (17/4/2024). Menurutnya, semua program yang telah dilakukan kurang lebih 1,5 bulan ini telah di realisasikan pada pekan terakhir sebelum Idul Fitri 1445 Hijriah berlangsung. Bantuan yang dilakukan di 9 negara tersebut diantaranya bantuan pangan atau logistik, kebutuhan untuk lebaran seperti baju dan kebutuhan mendasar lainya. “Semua program ramadan yang kami realisasikan merupakan program bantuan untuk Ramadan dan menyambut Idul Fitri, jadi kebutuhanya tidak terlepas dari persoalan pangan dan sandang,” jelas Ibnu. Pada tahun ini, kata Ibnu penggalangan donasinya lebih maksimal jika dibandingkan tahun sebelumnya. dan Jumlah negara penerima manfaatnya pun jauh lebih banyak jika dibandingkan pada tahun lalu. “Alhamdulillah tahun ini, meski belum tercapai target di semua negara tetapi capaian ini sudah kami anggap maksilam. dan terutama proses eksekusi programnya semua serentak sepekan terakhir sebelum Idul Fitri berlangsung, sehingga para peneri manfaat bisa menggunakanya untuk keperluan berlebaran,” imbunya. Berbeda dengan di Palestina khusunya Gaza, INH terus menyalurkan program ramadan hingga pasca Idul Fitri berlangsung bahkan selama hari pertama ramadan INH menyalurkan bantuan paket makanan siap saji khusunya untuk iftar dan menu sahur setiap hari selama puasa satu bulan penuh. “Khusus di Palestina penyaluran bantuan kemanusiaan dilakukan setiap hari selama ramadan dan berlangsung hingga setelah lebaran, Insya Allah tahun depan kami akan terus mengembangkan sayap dan jangkauan negara-negara lebih banyak lagi,” katanya. Ibnu juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua para donatur dan lembaga mitra yang telah ikut bekerjasama dalam mensukseskan program ramadan 2024, semoga semua amal kebaikan kita bersama diterima dan dilapat gadakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (***)
-
NewsINH, Gaza – Pusat Satelit PBB, INOSAT, mengeluarkan laporan baru-baru ini bahwa setidaknya 35% rumah di seluruh Jalur Gaza telah hancur sejak agresi Israel ke Jalur Gaza dimulai 7 Oktober 2023 hingga saat ini dimana agresi masih berlangsung. Persentase ini bisa terus meningkat seiring intensitas serangan terus meningkat, apalagi AS baru-baru ini menambah bantuan triliunan dollar senjata untuk membantu Israel menyerang Gaza. Setidaknya 1,9 juta warga harus mencari perlindungan, meski tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza. Mayoritas warga mengungsi ke Gaza bagian selatan, Khan Younis dan Rafah walau kondisi di bagian wilayah itu termasuk tidak layak huni akibat tidak adanya sanitasi yang layak. Terlebih, daerah ini juga kerap menjadi sasaran serangan udara Israel berulang kali walau mereka mengklaim rakyat sipil bisa mengungsi kesana dan aman. Faktanya, tidak ada tempat yang aman di area pesisir laut yang sudah diblokade lebih dari satu dekade tersebut. Di lokasi pengungsian pun, banyak rekaman video amatir menunjukan kondisi hidup warga yang seadanya, menambal tempat berlindung mereka dengan terpal, kain, plastik makanan, botol minuman, dan segara cara lainnya agar bisa memiliki atap untuk berlindung. Lembaga Kemanusiaan International Networking for Humanitarian (INH) terus menyalurkan berbagai kebutuhan urgen untuk rakyat Gaza sejak agresi terjadi 6 bulan lalu. Kebutuhan seperti pakaian, penghangat, selimut, kasur, makanan hangat, sayur-sayuran, bahkan voucher belanja telah disalurkan kepada rakyat Gaza korban agresi dari masyarakat Indonesia melalui tim INH di Jalur Gaza yang beroperasi secara resmi. Pada bulan Ramadhan kali ini, INH juga membangun 200 tenda pengungsian untuk warga di Mawasi, Khan Younis, selatan Gaza. Tenda ini telah meringankan beban warga Gaza yang harus meninggalkan rumah mereka dalam kondisi hancur dan entah harus mengungsi kemana. “Setidaknya 200 keluarga bisa merasakan bukti cinta kasih masyarakat Indonesia yang terus tiada henti menyalurkan dukungan untuk mereka di kondisi darurat seperti saat ini,” ujar Presiden Direktur INH, Luqmanul Hakim, Senin (1/4/2024) Menurutnya, semoga kemudian akan ada banyak tenda lagi yang dibangun, dan bisa memberikan keringanan untuk lebih banyak keluarga di Jalur Gaza. Meski hal ini tidak sebanding dengan ujian yang mereka lalui, setidaknya bantuan ini bisa melindungi mereka dari kedinginan, hujan, dan kepanasan. “Kami akan terus mengupayakan agar bantuan secara maksimal dapat dirasakan saudara-saudara kita di Jalur Gaza, kami juga berterimakasih kepada para donatur yang tak pernah bosan menitipkan hartanya kepada lembaga kami, Insya Allah kami akan terus maksimalkan pengiriman bantuan itu,” jelasnya. Tenda pengungsi ini nantinya akan di tempati satu tenda untuk satu keluarga, tak hanya menempati tenda INH juga rencananya akan memenuhi kehidupan dasar bagi pengungsi seperti makan, air bersih siap minum dan kebutuhan pokok lainya. (***)
-
NewsINH, Gaza – Setidaknya 18 warga Palestina meninggal saat hendak mengambil bantuan yang dijatuhkan dari udara ke Gaza baru-baru ini, 12 diantaranya tenggelam setelah mereka berenang ke Laut Gaza saat mencoba mendapatkan bantuan, mengutip kementerian kesehatan Gaza. Mereka termasuk di antara ratusan orang yang berenang ke laut dekat Pantai As-Sudaniya di Gaza pada Senin setelah paket bantuan diterjunkan ke sana. “Mengapa pihak yang menyalurkan bantuan tidak bisa menyampaikannya melalui penyeberangan?” Muhammad Sobeih, salah satu warga Gaza yang terjun ke laut untuk mendapatkan bantuan, mengatakan kepada Al Jazeera saat itu. “Penyeberangannya lebih aman dan mudah.” Sementara itu, enam warga Palestina lain meninggal terinjak-injak saat massa berebut bantuan makanan di Gaza utara, di mana kelaparan ekstrem merajalela, lapor kantor media Gaza. Kantor media Gaza mengatakan bahwa bantuan yang diberikan melalui udara adalah tindakan yang “kasar” dan “sia-sia” mengingat kondisi seperti kelaparan di Gaza utara, dan menyerukan pembukaan jalur penyeberangan darat yang dapat membawa lebih banyak bantuan dengan cara yang lebih aman dan efisien. Awal bulan ini, setidaknya lima warga Palestina tewas di Gaza utara akibat paket bantuan yang dijatuhkan dari udara menabrak mereka setelah parasutnya gagal dibuka. Hal ini memicu lebih banyak kritik terhadap metode pengiriman bantuan tersebut. Kisah pilu warga Palestina untuk memperoleh makanan bagi diri mereka dan keluarganya terus terdengar. Pagi itu, sebuah pesawat militer membelok di atas reruntuhan Kota Gaza dan menjatuhkan puluhan parasut hitam yang membawa bantuan makanan. Di darat, di mana hampir tidak ada bangunan yang masih berdiri, laki-laki dan anak laki-laki yang kelaparan berlomba menuju pantai di mana sebagian besar bantuan tampaknya telah mendarat. Lusinan dari mereka berdesak-desakan untuk mendapatkan makanan, dengan kerumunan orang yang berkumpul di bukit pasir yang dipenuhi puing-puing. “Orang-orang sekarat hanya untuk mendapatkan sekaleng tuna,” kata Mohammad al-Sabaawi sambil membawa tas yang hampir kosong di bahunya, dan seorang anak laki-laki di sampingnya. “Situasinya tragis, ketika kami sedang dilanda kelaparan. Apa yang bisa kami lakukan? Mereka mengejek kami dengan memberi kami sekaleng kecil tuna.” Kelompok-kelompok bantuan mengatakan hanya sebagian kecil dari pasokan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan telah tiba di Gaza sejak Oktober karena pengepungan Israel yang sedang berlangsung. Sementara PBB telah memperingatkan akan terjadinya kelaparan di bagian utara wilayah tersebut pada Mei, jika tidak ada intervensi segera sejak militer Israel mencegah bantuan masuk ke wilayah tersebut. Bantuan yang masuk ke Jalur Gaza melalui jalur darat jauh di bawah tingkat sebelum perang, sekitar 150 kendaraan per hari dibandingkan dengan setidaknya 500 truk bantuan sebelum perang, menurut UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina. Ketika warga Gaza semakin putus asa, pemerintah asing beralih menggunakan bantuan udara, khususnya di wilayah utara yang sulit dijangkau, termasuk Kota Gaza. Amerika Serikat, Prancis dan Yordania adalah beberapa negara yang melakukan bantuan via udara kepada orang-orang yang tinggal di reruntuhan kota terbesar di wilayah yang terkepung tersebut. Namun awak pesawat sendiri mengatakan bantuan tersebut tidak cukup. Letnan Kolonel Angkatan Udara AS Jeremy Anderson menyatakan awal bulan ini bahwa apa yang mampu mereka berikan hanyalah “setetes air” dari apa yang dibutuhkan. Operasi udara juga dirusak oleh kematian. Lima orang di darat tewas karena terjatuh dan 10 lainnya terluka setelah parasut tidak berfungsi, menurut seorang petugas medis di Gaza. Seruan meningkat agar Israel mengizinkan lebih banyak bantuan melalui jalur darat, sementara Israel menyalahkan PBB dan UNRWA karena tidak mendistribusikan bantuan di Gaza. “Warga Palestina di Gaza sangat membutuhkan apa yang telah dijanjikan – membanjirnya bantuan. Bukan tetesan. Bukan tetes,” kata Sekjen PBB Antonio Guterres pada Minggu setelah mengunjungi perbatasan selatan Gaza dengan Mesir di Rafah. “Melihat di Gaza, tampaknya empat penunggang kuda perang, kelaparan, penaklukan, dan kematian sedang berlari melintasinya,” tambahnya. Israel telah melancarkan invasi brutal melalui udara dan darat ke Gaza yang telah menewaskan sedikitnya 32.333 orang, menurut kementerian kesehatan di Gaza. Sekembalinya ke rumah di Kota Gaza dengan sedikit uang untuk menghidupi keluarganya, seorang pria Palestina lainnya mengatakan situasi mereka sangat menyedihkan. “Kami adalah warga Gaza, menunggu bantuan, rela mati demi mendapatkan sekaleng kacang – yang kemudian kami bagikan kepada 18 orang,” katanya. Sumber: Al Jazeera/Al Arabiya/ Tempo
-
NewsINH, Gaza – Keji dan sadis hal itu patut disematkan kepada militer Israel yang melakukan eksekusi mati puluhan warga Palestina di dalam Sekolahan. Hal ini diungkapkan oleh Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) yang memberikan laporan bahwa pasukan pendudukan Israel mengeksekusi 30 warga Palestina dari Beit Lahia, utara Jalur Gaza. Menurutnya relawan menemukan jenazah mereka di dalam salah satu sekolah yang dikepung oleh tank lapis baja pasukan penjajah Israel (IDF). PPS melaporkan bahwa pasukan Israel memborgol dan menutup mata para tahanan dengan erat setelah melucuti pakaian mereka. Dalam pernyataannya, PPS melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel telah meningkatkan eksekusi lapangan dan penculikan terhadap warga Palestina ketika genosida Israel di Jalur Gaza memasuki hari ke-117. Terdapat peningkatan kesaksian mengerikan dari para tahanan, termasuk anak-anak dan perempuan, yang menjadi sasaran berbagai bentuk penganiayaan, termasuk kekerasan fisik dan psikologis selama penangkapan mereka oleh pasukan pendudukan Israel. Aljazirah melaporkan, telah mendapatkan keterangan para saksi yang menemukan jenazah-jenazah yang dieksekusi tersebut dan mengidentifikasinya. “Saat kami sedang membersihkan, kami menemukan tumpukan puing di dalam halaman sekolah. Kami terkejut saat mengetahui puluhan mayat terkubur di bawah tumpukan ini,” kata seorang pria. Baca Juga : Tak Ada Signal Gencatan Senjata, Kondisi Gaza Makin Memilukan “Saat kami membuka kantong plastik hitam, kami menemukan mayatnya sudah membusuk. Mereka ditutup matanya, kaki dan tangan diikat. Borgol plastik digunakan pada tangan dan kaki mereka serta tali kain digunakan pada mata dan kepala mereka.” Selama invasi darat di Gaza, pasukan penjajah menerbitkan gambar dan adegan mengerikan yang mendokumentasikan penangkapan ratusan orang dalam kondisi yang merendahkan martabat manusia. Mengenai tahanan Gaza yang syahid di dalam penjara Israel, dua dari tujuh tahanan Gaza terbunuh sehingga menambah jumlah tahanan yang meninggal di dalam penjara sejak 7 Oktober tahun lalu (2023) menjadi tujuh orang. Pada Rabu, pasukan penjajah Israel juga menahan 28 warga Palestina di berbagai wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Masyarakat Tahanan Palestina melaporkan dalam pernyataan bersama bahwa penangkapan baru ini menjadikan jumlah total warga Palestina yang ditahan oleh pasukan Israel sejak 7 Oktober menjadi 6.420 orang. Pernyataan tersebut mencatat bahwa warga Palestina menjadi sasaran pemukulan dan pelecehan selama kampanye penahanan Israel. Tentara pendudukan Israel melakukan interogasi lapangan, selain merusak rumah dan properti warga Palestina. Dalam laporan tahunannya, kedua kelompok mengatakan jumlah total tahanan Palestina di penjara Israel pada akhir Desember 2023 mencapai 8.800 orang, termasuk 80 orang perempuan. Sejalan dengan perang di Jalur Gaza, tentara Israel meningkatkan serangannya ke kota-kota besar dan kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya 380 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel di Tepi Barat sejak 7 Oktober, dan lebih dari 4.000 lainnya terluka. Sumber: ALjazeera/Republika
-
NewsINH, Libya – Belum kering air mata menyelimuti saudara-saudara kita di Maroko akibat gempa bumi, kini bencana banjir dahsyat melanda kota Derna di Libya Timur dan banyak merenggut korban jiwa, bahkan dilaporkan 10 ribu orang masih dinyatakan hilang. Dilansir dari situs Aljazeerah, Rabu (13/9/2023), situasi di kota Derna bagian timur ‘sangat mengerikan’, karena bantuan dari luar baru sampai setelah lebih dari 36 jam bencana banjir dahsyat melanda negara di bagian afrika utara tersebut. Para pekerja darurat menemukan ratusan mayat di reruntuhan kota Derna di Libya timur, dan dikhawatirkan jumlah korban akan bertambah, dengan 10.000 orang masih dilaporkan hilang setelah air banjir dari Badai Daniel menerjang bendungan dan menghanyutkan seluruh lingkungan disekitarnya. Lebih dari 1.000 jenazah berhasil dikumpulkan, termasuk setidaknya 700 jenazah yang telah dikuburkan sejauh ini, kata Menteri Kesehatan Libya Timur. Otoritas ambulans Derna menyebutkan jumlah korban tewas saat ini mencapai 2.300 orang. Rekaman menunjukkan puluhan jenazah ditutupi selimut di halaman salah satu rumah sakit. Gambar lain menunjukkan kuburan massal yang dipenuhi mayat. Lebih dari 1.500 jenazah dikumpulkan, dan setengah dari mereka telah dikuburkan pada Selasa malam, kata menteri kesehatan Libya timur. Kehancuran terjadi di Derna dan bagian lain Libya timur pada Minggu malam. Saat Badai Daniel menghantam pantai, warga Derna mengatakan mereka mendengar ledakan keras dan menyadari bahwa bendungan di luar kota telah runtuh. Banjir bandang melanda Wadi Derna, sungai yang mengalir dari pegunungan melalui kota dan menuju laut. Bantuan dari luar baru saja mulai mencapai Derna pada hari Selasa, lebih dari 36 jam setelah bencana terjadi. Banjir merusak atau menghancurkan banyak jalan akses ke kota pesisir berpenduduk sekitar 89.000 jiwa itu. Wakil Walikota Derna, Ahmed Madroud, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa setidaknya 20 persen kota telah hancur disapu banjir dahsyat tersebut. Ia mengatakan, penyebab kehancuran ini terkait dengan lemahnya infrastruktur di kota tersebut dan banyaknya bangunan yang bertumpuk di jalan-jalan sempit yang terletak dekat sungai. “Saat sungai meluap, seluruh bangunan dan keluarga yang ada di dalamnya ikut terbawa arus,” ujarnya. Dalam rekaman video yang diunggah secara online oleh warga menunjukkan petak besar lumpur dan puing-puing di mana air yang mengamuk menyapu pemukiman di kedua tepian sungai. Gedung-gedung apartemen bertingkat yang dulunya jauh dari sungai, bagian depannya terkoyak dan lantai betonnya runtuh. Pada hari Selasa, petugas tanggap darurat setempat, termasuk tentara, pegawai pemerintah, sukarelawan dan warga menggali reruntuhan untuk mencari korban tewas. Mereka juga menggunakan perahu karet untuk mengambil jenazah dari air. Emaduldin Bileid dari Al Jazeera mengatakan ratusan sukarelawan dari Libya barat menuju ke timur negara itu untuk memberikan dukungan, sementara puluhan kelompok masyarakat sipil mengumpulkan bantuan untuk dikirim ke Derna melalui darat dan udara. Setelah lebih dari satu dekade mengalami kekacauan, Libya masih terpecah menjadi dua pemerintahan yang bersaing satu di barat dan satu lagi di timur, masing-masing didukung oleh milisi dan pemerintah asing yang berbeda. “Seluruh Libya mengalami kesedihan secara umum,” kata Bileid. “Segera setelah bencana terjadi, semua perbedaan politik berakhir, dan semua orang sepakat mengenai perlunya upaya yang lebih intensif untuk mengatasi cobaan ini.” Gilles Carbonnier, wakil presiden Komite Palang Merah Internasional, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasi di Libya timur “sangat mengerikan”. “Ratusan orang mungkin meninggal, ribuan lainnya terkena dampak, orang hilang,” katanya. Menurut Anas El Gomati, pendiri dan direktur Sadeq Institute, sebuah wadah pemikir kebijakan publik yang berbasis di Tripoli, meskipun kehadiran dua pemerintahan yang bersaing di Libya telah mempersulit upaya pihak berwenang untuk menanggapi krisis ini, mereka memiliki banyak waktu untuk berkoordinasi dan respons yang lebih baik. “Kami punya waktu berhari-hari dan berjam-jam sebelum ini untuk bersiap,” kata El Gomati, mengacu pada dampak badai terhadap Turki dan Yunani beberapa hari sebelum mencapai Libya. “Berbeda dengan situasi di Maroko, di mana lempeng tektonik bergerak dan mereka punya waktu beberapa detik untuk bersiap, di Libya, ketika bendungan mulai membengkak dan terisi perlahan, mereka punya waktu berhari-hari dan berjam-jam untuk merencanakan evakuasi. ” Badai tersebut juga melanda daerah lain di Libya timur, termasuk kota Bayda, di mana sekitar 50 orang dilaporkan tewas. Pusat Medis Bayda, rumah sakit utama, kebanjiran dan pasien harus dievakuasi, menurut rekaman yang dibagikan oleh pusat tersebut di Facebook. Kota-kota lain yang terkena dampaknya termasuk Susa, Marj dan Shahatt. Sumber: Aljazeera