Innalillahi…!!!, Libya Dilanda Banjir Dahsyat 2.300 Orang Meninggal Dunia

NewsINH, Libya – Belum kering air mata menyelimuti saudara-saudara kita di Maroko akibat gempa bumi, kini bencana banjir dahsyat melanda kota Derna di Libya Timur dan banyak merenggut korban jiwa, bahkan dilaporkan 10 ribu orang masih dinyatakan hilang.

Dilansir dari situs Aljazeerah, Rabu (13/9/2023), situasi di kota Derna bagian timur ‘sangat mengerikan’, karena bantuan dari luar baru sampai setelah lebih dari 36 jam bencana banjir dahsyat melanda negara di bagian afrika utara tersebut.

Para pekerja darurat menemukan ratusan mayat di reruntuhan kota Derna di Libya timur, dan dikhawatirkan jumlah korban akan bertambah, dengan 10.000 orang masih dilaporkan hilang setelah air banjir dari Badai Daniel menerjang bendungan dan menghanyutkan seluruh lingkungan disekitarnya.

Lebih dari 1.000 jenazah berhasil dikumpulkan, termasuk setidaknya 700 jenazah yang telah dikuburkan sejauh ini, kata Menteri Kesehatan Libya Timur. Otoritas ambulans Derna menyebutkan jumlah korban tewas saat ini mencapai 2.300 orang.

Rekaman menunjukkan puluhan jenazah ditutupi selimut di halaman salah satu rumah sakit. Gambar lain menunjukkan kuburan massal yang dipenuhi mayat. Lebih dari 1.500 jenazah dikumpulkan, dan setengah dari mereka telah dikuburkan pada Selasa malam, kata menteri kesehatan Libya timur.

Kehancuran terjadi di Derna dan bagian lain Libya timur pada Minggu malam. Saat Badai Daniel menghantam pantai, warga Derna mengatakan mereka mendengar ledakan keras dan menyadari bahwa bendungan di luar kota telah runtuh. Banjir bandang melanda Wadi Derna, sungai yang mengalir dari pegunungan melalui kota dan menuju laut.

Bantuan dari luar baru saja mulai mencapai Derna pada hari Selasa, lebih dari 36 jam setelah bencana terjadi. Banjir merusak atau menghancurkan banyak jalan akses ke kota pesisir berpenduduk sekitar 89.000 jiwa itu.

Wakil Walikota Derna, Ahmed Madroud, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa setidaknya 20 persen kota telah hancur disapu banjir dahsyat tersebut.

Ia mengatakan, penyebab kehancuran ini terkait dengan lemahnya infrastruktur di kota tersebut dan banyaknya bangunan yang bertumpuk di jalan-jalan sempit yang terletak dekat sungai.

“Saat sungai meluap, seluruh bangunan dan keluarga yang ada di dalamnya ikut terbawa arus,” ujarnya.

Dalam rekaman video yang diunggah secara online oleh warga menunjukkan petak besar lumpur dan puing-puing di mana air yang mengamuk menyapu pemukiman di kedua tepian sungai.

Gedung-gedung apartemen bertingkat yang dulunya jauh dari sungai, bagian depannya terkoyak dan lantai betonnya runtuh.

Pada hari Selasa, petugas tanggap darurat setempat, termasuk tentara, pegawai pemerintah, sukarelawan dan warga menggali reruntuhan untuk mencari korban tewas. Mereka juga menggunakan perahu karet untuk mengambil jenazah dari air.

Emaduldin Bileid dari Al Jazeera mengatakan ratusan sukarelawan dari Libya barat menuju ke timur negara itu untuk memberikan dukungan, sementara puluhan kelompok masyarakat sipil mengumpulkan bantuan untuk dikirim ke Derna melalui darat dan udara.

Setelah lebih dari satu dekade mengalami kekacauan, Libya masih terpecah menjadi dua pemerintahan yang bersaing satu di barat dan satu lagi di timur, masing-masing didukung oleh milisi dan pemerintah asing yang berbeda.

“Seluruh Libya mengalami kesedihan secara umum,” kata Bileid.

“Segera setelah bencana terjadi, semua perbedaan politik berakhir, dan semua orang sepakat mengenai perlunya upaya yang lebih intensif untuk mengatasi cobaan ini.”

Gilles Carbonnier, wakil presiden Komite Palang Merah Internasional, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasi di Libya timur “sangat mengerikan”.

“Ratusan orang mungkin meninggal, ribuan lainnya terkena dampak, orang hilang,” katanya.

Menurut Anas El Gomati, pendiri dan direktur Sadeq Institute, sebuah wadah pemikir kebijakan publik yang berbasis di Tripoli, meskipun kehadiran dua pemerintahan yang bersaing di Libya telah mempersulit upaya pihak berwenang untuk menanggapi krisis ini, mereka memiliki banyak waktu untuk berkoordinasi dan respons yang lebih baik.

“Kami punya waktu berhari-hari dan berjam-jam sebelum ini untuk bersiap,” kata El Gomati, mengacu pada dampak badai terhadap Turki dan Yunani beberapa hari sebelum mencapai Libya.

“Berbeda dengan situasi di Maroko, di mana lempeng tektonik bergerak dan mereka punya waktu beberapa detik untuk bersiap, di Libya, ketika bendungan mulai membengkak dan terisi perlahan, mereka punya waktu berhari-hari dan berjam-jam untuk merencanakan evakuasi. ”

Badai tersebut juga melanda daerah lain di Libya timur, termasuk kota Bayda, di mana sekitar 50 orang dilaporkan tewas. Pusat Medis Bayda, rumah sakit utama, kebanjiran dan pasien harus dievakuasi, menurut rekaman yang dibagikan oleh pusat tersebut di Facebook.

Kota-kota lain yang terkena dampaknya termasuk Susa, Marj dan Shahatt.

 

Sumber: Aljazeera

Bagikan :
Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!