NewsINH, Turki – Gempa paling mengerikan di kawasan Turki dan barat laut Suriah mengakibatkan kematian sebanyak 23.700 jiwa. Ini merupakan laporan terbaru setelah empat hari sejak bencana itu terjadi. Jumlah korban tewas akibat gempa berkekuatan 7,8, SR, Senin (6/3/2023) kemarin telah melampaui gempa dahsyat pada tahun 1999 lalu di Turki yang menewaskan lebih dari 17.000 orang.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (11/2/203), Laporan Resul Serdar dari Al Jazeera mengatakan, tim penyelamat mulai panik karena harapan untuk menemukan korban yang selamat meredup setiap jam.
“Tim penyelamat menggali puing-puing dan berharap menemukan beberapa orang hidup atau mati karena sekarang sudah lebih dari 96 jam dan harapan di sini semakin memudar,” ujarnya saat berdiri di depan blok bangunan yang runtuh di Kahramanmaras di selatan Turki, dekat dengan pusat gempa pertama berkekuatan 7,8 SR.
“Keluarga ada di sini, menunggu dengan cemas. Skala kehancuran benar-benar luar biasa. Beberapa waktu kemudian, tim penyelamat berhasil menggali seorang pria hidup-hidup dari bawah reruntuhan, 110 jam sejak gempa terjadi,” kata Serdar.
Sementara itu, laporan Stefanie Dekker dari Al Jazeera di Kota Gaziantep, mengatakan ada satu wanita yang seluruh anggota keluarganya belum ditemukan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengakuibahwa harapan tak sesuai dengan kenyataan.
“Meskipun kami memiliki tim SAR terbesar di dunia saat ini, kenyataannya upaya pencarian tidak secepat yang kami inginkan,” ujarnya, dikutip dariAljazeera, Sabtu (11/2/2023).
Menteri kesehatan Turki mengatakan, jumlah kematian di negaranya naik menjadi 20.213 jiwa. Di Suriah, lebih dari 3.500 telah tewas. Namun, diperkirakan ada lebih banyak korban yang terperangkap di bawah reruntuhan.
Di Suriah, pemerintah pada Jumat kemarin menyetujui pengiriman bantuan kemanusiaan melintasi garis depan perang yang selama 12 tahun melanda negara itu. Organisasi PBB World Food Programme mengatakan, stok bantuan kemanusiaan sudah habis di Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak karena keadaan perang mempersulit upaya bantuan.
Dr Mohamed Alabrash, seorang ahli bedah umum di Rumah Sakit Pusat Idlib di Suriah barat laut, mengeluarkan permohonan bantuan mendesak.
“Kami menghadapi kekurangan obat dan peralatan,” katanya kepada Al Jazeera. “Rumah sakit penuh dengan pasien, begitu pula unit perawatan intensif. Kami tidak bisa menangani pasien dalam jumlah besar ini. Cedera pasien sangat berat, dan kami membutuhkan lebih banyak dukungan,” sebutnya.
Dokter mengatakan, pekerja medis di fasilitas tersebut berada di bawah tekanan ekstrim karena bekerja sepanjang waktu.
“Semua staf medis bekerja selama 24 jam dan kami telah menghabiskan semua bahan yang kami miliki, dari obat-obatan hingga bahan ICU,” kata Alabrash. Dia juga menambahkan bahwa generator rumah sakit hampir kehabisan bahan bakar.
“Kami berbicara dengan seorang wanita di sini. Dia berkata, ‘Saya memiliki empat saudara laki-laki, ibu, sepupu dan semua keponakannya semuanya hilang dalam sekejap ketika bangunan itu benar-benar hancur dengan sendirinya,” ucapnya.
Sumber: Aljazeera/CNBC