NewsINH, Amman – Ketengan di kawasan kota tua Al Quds atau Yerusalem, Palestina akhir-akhir ini semakin meningkat. Konflik klasik Palestina dan Israel hingga kini tak menemukan ujung pangkalnya. Guna meredah suasana ketegangan dikawasan situs suci tersebut, Raja Yordania Abdullah bertemu dengan pimpinan negeri Zionis Israel Benyamin Netanyahu di ibukota Yordania, Amman.
Dikutip dari kantor berita Aljazeera, Rabu (25/1/2023) pertemuan kedua tokoh tersebut merupakan pertemuan perdana setelah Netanyahu resmi kembali menjabat sebagai PM Israel pada pada 29 Desember 2022 silam.
Kunjungan Netanyahu ke Yordania terjadi ketika hubungan tegang karena upaya sayap kanan Israel untuk mengubah status quo di Masjid Al-Aqsa, yang merupakan situs suci ketiga bagi umat muslim diseluruh penjuru dunia.
Dalam sebuah pernyataan oleh Pengadilan Kerajaan Hashemite Yordania, kunjungan penguasa baru Israel tersebut terjadi setelah meningkatnya ketegangan diplomatik atas kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki.
Pertemuan hari Selasa dihadiri oleh delegasi Israel serta beberapa pejabat Yordania, termasuk Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Ayman Safadi. Amman telah memanggil duta besar Israel setelah utusannya Ghassan Majali dilarang memasuki masjid pada 17 Januari.
Menurut pernyataan tersebut, Raja Abdullah “menekankan pentingnya menghormati status quo sejarah dan hukum di Masjid Al Aqsa atau kawasan Al Haram Al Sharif.”
Status quo di kompleks tersebut telah terancam dengan upaya berulang kali sekolompok penganut yahudi ekstrem untuk memasuki lapangan terbuka dikomplek tersebut.
Orang Yahudi dilarang berdoa di tempat itu namun, beberapa sayap kanan Israel menuntut perubahan status quo agama dan ingin diizinkan untuk beribadah di kompleks Al-Aqsa
Situs ini juga merupakan rumah bagi Kubah Batu emas yang ikonik, yang dipuja oleh umat Islam sebagai tempat suci yang mulia sementara oleh kalangan umat Yahudi sebagai Temple Mount.
Raja Abdullah menekankan perlunya menjaga ketenangan dan menghentikan semua tindakan kekerasan, untuk membuka jalan bagi cakrawala politik bagi proses perdamaian, menyerukan diakhirinya segala tindakan yang dapat merusak prospek perdamaian.
Raja Yordan juga menegaskan kembali dukungan Yordania terhadap solusi dua negara, yang menjamin pembentukan negara Palestina merdeka di sepanjang garis perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, hidup berdampingan dengan Israel dalam damai dan aman.
Israel merebut Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari 1967 dan kemudian mencaploknya, sebuah langkah yang tidak diakui oleh sebagian besar masyarakat internasional.