INH dan PSHT Tandatangani MoU dalam Bidang Sosial Kemanusiaan

INH dan PSHT Tandatangani MoU dalam Bidang Sosial Kemanusiaan

NewsINH, Balikpapan – Lembaga kemanusiaan International Networking for Humanitarian (INH) dan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dalam bidang Sosial Kemanusiaan disela-sela kegiatan Rapat Kerja Nasional atau Rakernas yang berlangsung di Asrama Haji, Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (4/10/2024).

Presiden Direktur INH, Lukmanul Hakim optimis bahwa MoU bersama dengan PSHT ini akan dapat memberikan banyak manfaat kepada kedua belah pihak. Pasalnya, PSHT memiliki kader atau anggota yang jumlahnya sangat banyak sehingga sinergi ini dinilai sangat penting baki kedua belah pihak.

“Dengan adanya MoU ini, kita berkomitmen untuk saling mendukung dalam setiap kegiatan kemanusiaan. PSHT memiliki banyak anggota yang aktif di masyarakat, dan INH siap menyediakan dukungan serta pelatihan untuk meningkatkan efektivitas program-program kita,” ujar Lukmanul Hakim.

Dalam kerja sama ini, kedua organisasi akan fokus pada beberapa inisiatif utama di bidang sosial kemanusiaan, antara lain,  soal tanggap bencana yakni menyusun rencana tanggap darurat dan memberikan bantuan kepada korban bencana alam, termasuk distribusi pangan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya, dengan melibatkan relawan dari PSHT.

“Tak hanya itu kegiatan seperti aksi sosial menjadi fokus kami dalam MoU. Kami optimis bahwa kerja sama ini akan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyakat serta menciptakan perubahan yang positif di masa mendatang,” imbuhnya.

Lukmanul Hakim menambahkan, “Kolaborasi ini tidak hanya akan memperkuat jaringan sosial, tetapi juga mempercepat respon terhadap masalah kemanusiaan yang dihadapi masyarakat. Dengan keahlian dan sumber daya yang dimiliki oleh kedua organisasi, kita optimis dapat memberikan dampak yang signifikan.”

Sementara itu, Muhammad Taufiq Ketua Umum PSHT juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan lembaga kemanusiaan. Dimata PSHT INH merupakan lembaga kemanusiaan yang sudah teruji dalam memberikan bantuan kemanusiaan baik ditingkat nasional, maupun internasional.

“Kami percaya bahwa dengan bergandeng tangan bersama INH, kita dapat menciptakan lebih banyak peluang untuk membantu masyarakat dan mengatasi tantangan yang ada,” katanya.

 

WHO Sebut 28 Petugas Kesehatan Meninggal di Lebanon dalam 24 Jam Terakhir

WHO Sebut 28 Petugas Kesehatan Meninggal di Lebanon dalam 24 Jam Terakhir

NewsINH, Jenewa – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (3/10/2024) kemarin mengatakan bahwa 28 petugas kesehatan meninggal dunia dalam 24 jam terakhir di Lebanon di tengah eskalasi pertempuran antara Hizbullah dan serdadu Zionis Israel.

“Banyak petugas kesehatan yang tidak melapor untuk bertugas karena mereka menyelamatkan diri dari daerah mereka bekerja akibat pengeboman,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip dari Antara, Jumat (4/10/2024)

Hal itu menurut dia, sangat membatasi penyediaan penanganan trauma massal dan kelangsungan layanan kesehatan.

Dia mengatakan, badan kesehatan dunia tersebut tidak akan dapat melakukan pengiriman besar yang direncanakan untuk pasokan medis dan penanganan trauma ke Lebanon pada Jumat (4/10) karena pembatasan penerbangan.

Menteri Kesehatan Lebanon Firas Abiad pada Kamis melaporkan bahwa total 1.974 orang tewas, termasuk 127 anak-anak dan 261 wanita, sejak pecahnya konflik Hizbullah-Israel pada Oktober tahun lalu.

Dia mengatakan banyak rumah sakit yang menjadi sasaran langsung, sehingga memperparah tekanan pada sistem kesehatan Lebanon.

Menurut sebuah pernyataan yang dirilis pada Kamis oleh delegasi Uni Eropa (UE) untuk Lebanon, UE akan mengirimkan 30 juta euro (1 euro = Rp16.873) atau sekitar 33,08 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.247) dalam bentuk bantuan kemanusiaan untuk Lebanon, sebagai tambahan dari 10 juta euro yang diumumkan pada Minggu (29/9/2024) silam.

Bentrokan antara Israel dan Hizbullah kian memanas pada 8 Oktober 2023, ketika Hizbullah mulai meluncurkan sejumlah roket ke arah Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas di Gaza. Aksi tersebut memicu tembakan artileri dan serangan udara Israel di Lebanon tenggara.

 

Sumber: Antara

Jelang Setahun Genosida Isarael di Gaza, Inilah Daftar Korban dan Kerusakanya..!!!

Jelang Setahun Genosida Isarael di Gaza, Inilah Daftar Korban dan Kerusakanya..!!!

NewsINH, Gaza – Menjelang satu tahun agresi dan genosida Israel di Gaza, skala kehancurannya mencengangkan. Tak hanya gugurnya puluhan ribu syuhada, hampir semua pondasi masyarakat beradab diluluhlantakkan militer Zionis.

Lebih dari 42.000 nyawa telah hilang, dengan mayoritas adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Menurut kantor berita WAFA, krisis kemanusiaan telah meningkat, dengan sekitar 96.000 orang terluka dan seluruh infrastruktur layanan kesehatan dan pendidikan hancur.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan lebih dari 70.000 unit rumah hancur, menyebabkan sekitar 1,9 juta orang mengungsi. Jalanan Gaza yang dahulu ramai kini menjadi pengingat akan apa yang telah hilang.

Laporan berkala Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa meningkatnya kekejaman di Palestina akibat agresi Israel melampaui angka-angka belaka dan merupakan pelanggaran serius terhadap seluruh hak asasi manusia. Sistem kesehatan menjadi sasaran secara sistematis genosida terhadap rakyat Palestina.

Hingga 2 Oktober 2024, jumlah syuhada mencapai 41.689 orang, termasuk lebih dari 11.355 anak-anak, 6.297 perempuan, dan 2.955 lansia. Jumlah orang hilang mencapai sekitar 10.000 orang, sementara sekitar 96.625 warga terluka, banyak diantaranya menderita trauma parah dan kondisi yang mengancam jiwa.

Kementerian Kesehatan mencatat bahwa hanya 15 dari 36 rumah sakit di Gaza yang beroperasi, dan semuanya berfungsi sebagian dan menghadapi kekurangan pasokan yang parah. Pendudukan telah menghancurkan dan membakar 32 rumah sakit di sektor ini, sehingga tidak dapat berfungsi lagi.

Kementerian juga mengindikasikan bahwa sekitar 986 petugas kesehatan telah terbunuh, sementara pihak penjajah telah menahan 310 lainnya, dan melukai ratusan lainnya. Selain itu, pasukan penjajah Israel telah menghancurkan 130 ambulans. Penargetan infrastruktur medis yang disengaja telah menghalangi akses warga sipil terhadap layanan kesehatan dasar, dengan lebih dari 340 serangan terhadap fasilitas kesehatan dan pekerjanya.

Kementerian menyatakan bahwa Gaza menghadapi bencana kesehatan karena kurangnya sumber air bersih, kepadatan penduduk, dan tidak mencukupinya kebutuhan kebersihan dasar. Meluapnya air limbah dan penumpukan sampah di jalan-jalan dan di sekitar tempat penampungan pengungsi menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang signifikan. Selain itu, kekurangan bahan bakar memperburuk situasi dan menghambat pengoperasian layanan-layanan penting.

Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan bahwa “dalam kondisi pengungsian paksa, keadaan sulit, dan cuaca panas yang ekstrim, keluarga-keluarga di Gaza kelelahan dan kelaparan, kekurangan apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup.”

Louise Wateridge, petugas komunikasi UNRWA, menekankan dalam pernyataan pers bahwa “ada banyak orang yang putus asa, lapar, dan lelah” akibat agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap sektor ini. Dia menambahkan bahwa “di bawah pengungsian paksa dan kondisi kehidupan yang keras, keluarga-keluarga di Gaza menjadi lelah dan kekurangan apa yang mereka butuhkan untuk tetap hidup.”

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menegaskan bahwa “(Tindakan Israel) mengeluarkan perintah evakuasi massal di Jalur Gaza tanpa memastikan tempat yang aman bagi para pengungsi akan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan bagi ratusan ribu orang.”

Sebuah laporan internasional pada akhir Juni memperingatkan akan tingginya risiko kelaparan di seluruh Gaza akibat berlanjutnya perang dan pembatasan akses kemanusiaan. Laporan tersebut menyatakan bahwa hampir 96 persen penduduk Gaza (2,1 juta orang) menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi, dan situasi ini diperkirakan akan berlanjut.

Laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu mengklasifikasikan seluruh Jalur Gaza dalam keadaan darurat, yang merupakan klasifikasi fase keempat sebelum kelaparan (fase kelima). Laporan tersebut mencatat bahwa lebih dari 495.000 orang (22 persen dari populasi) menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang sangat parah pada fase kelima, di mana banyak keluarga mengalami kekurangan pangan yang parah, kelaparan, dan kelelahan dalam kapasitas mereka untuk mengatasinya.

Akibat kondisi ini, yang menyebabkan kekurangan gizi, dehidrasi, dan kurangnya pasokan medis, lebih dari 36 anak meninggal, dan puluhan anak terus menderita kekurangan gizi dan kelaparan, terutama di sektor utara.

Dalam laporan bersama Bank Dunia dan PBB, yang disiapkan dengan dukungan finansial dari Uni Eropa, perkiraan kerugian akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur penting di Jalur Gaza adalah sekitar 18,5 miliar dolar AS, setara dengan 97 persen dari total PDB gabungan Tepi Barat dan Gaza pada 2022.

Bank Dunia menyatakan bahwa laporan “Penilaian Kerusakan Sementara” menggunakan sumber pengumpulan data jarak jauh untuk memperkirakan kerusakan infrastruktur fisik di sektor-sektor kritis antara Oktober 2023 hingga akhir Januari 2024.

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kerusakan sarana dan prasarana berdampak pada semua sektor perekonomian, dengan bangunan tempat tinggal menyumbang 72 persen dari biaya, sedangkan infrastruktur pelayanan publik seperti air, kesehatan, dan pendidikan menyumbang 19 persen. Kerusakan pada bangunan komersial dan industri menyumbang 9 persen dari biaya ini.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa “tingkat kerusakan tampaknya telah mencapai puncaknya di banyak sektor, dengan hanya sedikit aset yang masih utuh. Kehancuran tersebut telah meninggalkan sejumlah besar puing yang diperkirakan berjumlah sekitar 26 juta ton, yang mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dibersihkan dan dibuang.”

Ditambahkan bahwa perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, dan penyandang disabilitas telah menghadapi dampak bencana kumulatif yang paling signifikan terhadap kesehatan fisik, mental, dan psikologis mereka, dengan perkiraan bahwa anak-anak yang lebih kecil akan menghadapi konsekuensi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan di sisa hidup mereka.

Laporan PBB mencatat bahwa dengan 84 persen rumah sakit dan fasilitas kesehatan rusak atau hancur, dan kurangnya listrik dan air untuk mengoperasikan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, masyarakat hanya menerima sedikit layanan kesehatan atau obat-obatan yang dapat menyelamatkan nyawa.

Selain itu, sistem air dan sanitasi berada di ambang kehancuran, hanya menyediakan kurang dari 5 persen dari layanan sebelumnya, sehingga memaksa penduduk bergantung pada jatah air yang sangat terbatas untuk bertahan hidup. Sistem pendidikan juga runtuh, dengan 100 persen anak-anak putus sekolah.

Laporan tersebut juga menyoroti dampaknya terhadap jaringan listrik dan sistem produksi energi surya, dengan mencatat pemadaman listrik yang hampir total sejak minggu pertama agresi. Dengan 92 persen jalan-jalan utama hancur atau lumpuh dan memburuknya infrastruktur komunikasi, penyaluran bantuan kemanusiaan penting kepada masyarakat menjadi sangat sulit.

Menurut laporan tersebut, penilaian cepat dan komprehensif terhadap kerusakan dan kebutuhan akan dilakukan untuk memperkirakan kerugian ekonomi dan sosial secara menyeluruh, serta kebutuhan pendanaan untuk pemulihan dan rekonstruksi. Perkiraan biaya kerusakan, kerugian, dan kebutuhan melalui penilaian cepat yang komprehensif diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan biaya penilaian kerusakan sementara.

Pada akhir September, Pusat Satelit PBB mengeluarkan pembaruan kesembilan mengenai penilaian kerusakan bangunan di Jalur Gaza, yang menunjukkan bahwa dua pertiga dari seluruh bangunan di sektor tersebut telah rusak.

Analisis ini didasarkan pada citra satelit resolusi tinggi yang dikumpulkan pada tanggal 3 dan 6 September 2024. Pusat tersebut membandingkan citra yang diambil pada dua hari tersebut dengan data sebelumnya, sehingga memberikan gambaran komprehensif tentang tingkat kerusakan.

Pusat tersebut melaporkan bahwa 66 persen bangunan yang rusak di Jalur Gaza mencakup total 163.778 bangunan, termasuk 52.564 bangunan hancur, 18.913 rusak berat, 35.591 mungkin rusak, dan 56.710 rusak sedang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah yang paling terkena dampak secara keseluruhan adalah Kegubernuran Gaza, dimana terdapat 46.370 bangunan yang rusak. Kota Gaza paling terkena dampaknya, dengan 36.611 bangunan hancur.

Pusat Satelit PBB (UNOSAT), bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), juga merilis informasi terkini mengenai kesehatan dan kepadatan lahan pertanian di Jalur Gaza, dan menemukan bahwa sekitar 68 persen lahan tanaman permanen di sektor tersebut menunjukkan adanya kerusakan pada lahan pertanian. penurunan kesehatan dan kepadatan yang signifikan pada September 2024.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Pendidikan Tinggi, 124 sekolah negeri mengalami kerusakan parah akibat perang di Jalur Gaza, dengan lebih dari 62 sekolah negeri hancur total dan 126 sekolah negeri menjadi sasaran pemboman dan vandalisme.

Selain itu, 65 sekolah milik UNRWA telah dibom dan dirusak, sementara 20 institusi pendidikan tinggi mengalami kerusakan parah. Lebih dari 35 gedung universitas hancur total, dan 57 gedung universitas hancur sebagian.

Kementerian mencatat pembunuhan lebih dari 10,317 siswa dan terlukanya lebih dari 16,119 lainnya sejak pecahnya perang di Jalur Gaza, sementara 416 anggota staf pendidikan menjadi martir, dan lebih dari 2,463 guru dari sekolah dan universitas terluka.

Genosida telah menghalangi 39.000 siswa untuk mengikuti ujian sekolah menengah Tawjihi, baik karena ratusan dari mereka menjadi korban agresi atau karena gangguan pendidikan yang disebabkan oleh perang dan kehancuran menyeluruh dari proses pendidikan.

Terkait kehancuran tersebut, WAFA melansir kecaman warga Gaza tak hanya untuk Israel, tetapi juga terhadap tak berdayanya lembaga-lembaga dunia yang mestinya mencegah kekejaman serupa terjadi di Gaza.

Beberapa hari menjelang peringatan tahun pertama serangan mengerikan pada tanggal 7 Oktober, menurut WAFA, jelas bahwa perang ini berpotensi mengungkap kelemahan tragis PBB, seperti yang dilakukan Liga Bangsa-Bangsa pada Perang Dunia Kedua. Dewan Keamanan PBB lumpuh, tidak berdaya, dan tidak berdaya menghadapi pemerintah Israel yang menikmati impunitas yang memalukan.

“Ketika debu mereda dari puing-puing Gaza, para sejarawan di tahun 2030-an akan memberikan penilaian yang keras terhadap komunitas internasional, jika mereka masih layak disebut demikian, maka dunia akan terpecah belah, khususnya ‘kekuatan-kekuatan’ besar di dunia. Negara-negara Barat dan Arab, paling jauh, hanya mengeluarkan deklarasi yang lemah dan tidak berhubungan, dan yang paling buruk adalah mendanai persenjataan pemerintah Israel. Komunitas internasional harus menerima tanggung jawabnya – dan semakin cepat semakin baik.”

 

Sumber: Republika

Krisis Kemanusiaan di Gaza jadi Topik Utama Pembahasan Parlemen Eropa

Krisis Kemanusiaan di Gaza jadi Topik Utama Pembahasan Parlemen Eropa

NewsINH, Paris – Serangan Israel yang terus berlanjut terhadap Gaza serta dampaknya yang parah terhadap perempuan dan anak-anak menjadi fokus utama pembahasan dalam sidang Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE) di Strasbourg, Prancis.

Seiring meningkatnya kekerasan di seluruh Timur Tengah, beberapa anggota parlemen menyatakan prihatin terhadap krisis kemanusiaan di Gaza dan mendesak tindakan internasional segera.

Dalam sidang yang didedikasikan untuk situasi di Gaza, Saskia Kluit, anggota parlemen Belanda dan pelapor PACE mengenai krisis kemanusiaan, menyoroti tingkat kehancuran dan pengungsian yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.

Ia menekankan bahwa kekerasan telah mencapai tingkat kritis, tanpa adanya tempat yang aman bagi hampir 2 juta penduduk di kawasan padat penduduk tersebut.

Kluit menekankan kenyataan pahit yang dihadapi oleh masyarakat Gaza, dan mencatat bahwa pemboman yang konstan telah memaksa 9 dari setiap 10 orang untuk meninggalkan rumah mereka.

“Orang-orang di Gaza terus bergerak untuk menghindari bahaya, tetapi tidak mungkin bagi mereka untuk melarikan diri. Tidak ada tempat yang aman,” ujarnya, menggambarkan bagaimana seluruh keluarga terjebak dan terlantar tanpa tempat tujuan.

Ia juga membagikan statistik yang mengkhawatirkan, mengungkapkan bahwa 41.000 orang telah kehilangan nyawa dalam konflik tersebut, dengan nama-nama anak-anak saja memenuhi 215 halaman.

Kluit memperingatkan bahwa situasi dapat semakin memburuk karena sistem kesehatan Gaza mendekati kolaps, meninggalkan banyak orang, terutama anak-anak, tanpa perawatan medis dasar.

“Sekitar 17.000 anak tidak lagi bersama keluarga mereka, dan banyak yang harus mengambil peran sebagai pengasuh,” kata Kluit, menggambarkan trauma psikologis jangka panjang yang dihadapi anak-anak Gaza.

Kluit menyerukan tekanan internasional segera untuk memfasilitasi gencatan senjata dan memastikan jalur yang aman bagi bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.

Senada, anggota parlemen Swiss, Pierre-Alain Fridez, membandingkan kehancuran di Gaza dengan fenomena “kiamat.” Ia melukiskan gambaran suram mengenai wilayah tersebut, menyatakan bahwa 80 persen Gaza telah berubah menjadi puing-puing akibat serangan Israel.

“Gaza berada dalam keputusasaan total hari ini,” kata Fridez, menambahkan bahwa penduduknya berjuang untuk bertahan hidup dengan hanya sedikit bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah tersebut.

Fridez menyerukan upaya mendesak untuk menetapkan gencatan senjata dan memungkinkan pasokan penting seperti makanan, air, dan obat-obatan mencapai warga sipil Palestina di Gaza.

Penderitaan Perempuan dan Anak-Anak

Anggota parlemen Italia, Aurora Floridia, fokus menyoroti penderitaan perempuan dan anak-anak di Gaza, menekankan bahwa Dewan Eropa harus memprioritaskan perlindungan mereka.

Dengan infrastruktur kesehatan Gaza yang kolaps, Floridia memperingatkan bahwa wanita hamil dan lansia berada pada risiko yang sangat tinggi, dengan kekurangan pasokan medis yang memperburuk krisis.

Ia mendesak tindakan segera untuk memastikan akses kelompok rentan terhadap perawatan kesehatan, air bersih, dan listrik.

Anggota parlemen AK Party dari Ankara, Turki, Zeynep Yildiz, menyampaikan kritik tajam terhadap ketidakpedulian komunitas internasional menghadapi tindakan Israel di wilayah pendudukan Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Yildiz mengingat kembali pembunuhan aktivis Ayenur Ezgi Eygi oleh pasukan Israel selama protes damai di Tepi Barat dan menunjukkan “standar ganda” komunitas internasional.

Ia mencatat selama tahun lalu, Israel membunuh 224 pembela hak asasi manusia dan pekerja kemanusiaan, serta 134 jurnalis, tetapi hampir tidak menghadapi pertanggungjawaban.

Yildiz juga mengutuk apa yang ia sebut sebagai kegagalan global untuk menghentikan agresi brutal Israel, serta menuduh para pemasok senjata yang mengabaikan konsekuensi dari tindakan mereka.

“Agresi Israel yang tidak terkontrol mengancam stabilitas regional dan global serta memerlukan sanksi yang konkret,” tegasnya, menyerukan kepada negara-negara untuk mengevaluasi kembali dukungan mereka terhadap Israel.

 

Sumber: Anadolu/Antara

UNRWA: Krisis Pangan di Gaza Terjadi Akibat Tindakan Sengaja Israel

UNRWA: Krisis Pangan di Gaza Terjadi Akibat Tindakan Sengaja Israel

NewsINH, Gaza – Komisioner Jenderal badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini menyatakan bahwa bencana kelaparan di Jalur Gaza terjadi akibat tindakan yang disengaja melalui blokade bantuan dan serangan sistematis Israel terhadap infrastruktur.

“Kelaparan menyebar di Gaza. Kelaparan ini seluruhnya adalah karena tindak manusia. Lebih dari 70 persen ladang tanaman pun hancur,” kata Lazzarini dalam pernyataannya di media sosial yang dipantau pada Kamis (03/10/2024) seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Ia mengatakan, jumlah warga Gaza yang tidak mendapat bantuan jatah makanan yang mencapai 1 juta orang pada Agustus kemarin, melonjak menjadi 1,4 juta orang pada September.

Akibat agresi dan blokade Israel yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan tatanan pemerintahan di Gaza, lebih dari 100 ribu ton pasokan makanan tak bisa masuk, kata dia.

Terlebih, kehancuran besar di Gaza memaksa seluruh populasi kawasan tersebut, yang jumlahnya sekitar 2,1 juta orang pada 2023, menggantungkan nasib pada bantuan kemanusiaan dari luar.

Lazzarini menyatakan, pembatasan dan penundaan pengiriman bantuan kemanusiaan hanya akan memperburuk kondisi kehidupan pengungsi di Gaza.

“Dengan semakin dekatnya musim dingin dan memburuknya kondisi cuaca, kekurangan bantuan kemanusiaan yang layak hanya akan menciptakan penderitaan yang lebih besar lagi,” kata dia.

Untuk itu, Komisioner Jenderal UNRWA menegaskan pentingnya gencatan senjata untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina dan meredakan ketegangan kawasan.

Diperlukan kehendak politik dan kepemimpinan yang teguh di antara pihak-pihak berkonflik untuk memastikan semua sandera dibebaskan, titik-titik penyeberangan baru dibuka, dan bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza tanpa halangan apapun, ucap dia.

“Memilih perdamaian sebagai cara kita untuk maju adalah pilihan para pemberani. Karena itu, inilah waktunya,” kata Lazzarini.

Agresi Israel ke Jalur Gaza yang pada 7 Oktober mendatang genap berlangsung selama setahun tersebut telah menyebabkan hampir 41.600 orang tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 96.200 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Serangan Israel juga telah membuat hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.

 

Sumber: Antara

Innalillahi, Lagi 40 Warga Gaza Syahid dalam Serangan Israel di Wilayah Selatan

Innalillahi, Lagi 40 Warga Gaza Syahid dalam Serangan Israel di Wilayah Selatan

Sumber medis dari Rumah Sakit Eropa Gaza mengatakan kepada Anadolu, pihaknya menerima 32 jenazah warga Palestina akibat serangan artileri Israel di rumah-rumah warga di wilayah timur Kota Khan Younis.

Sumber medis lainnya di Kompleks Medis Nasser mengatakan kepada Anadolu, delapan korban tewas ditemukan di bawah reruntuhan rumah-rumah yang terkena serangan.

Upaya penyelamatan terus dilakukan untuk mencari warga yang masih hilang, tambah sumber tersebut.

Saksi mata melaporkan kepada Anadolu bahwa tentara Israel melakukan serangan mendadak pada fajar di wilayah timur Khan Younis. Mereka menembaki langsung rumah-rumah warga Palestina.

Pasukan Israel juga dilaporkan mencegah tim penyelamat dan ambulans mencapai rumah-rumah yang terkena serangan, menurut koresponden Anadolu di lapangan.

Serangan tiba-tiba ini memaksa ratusan warga Palestina untuk meninggalkan rumah mereka, kata para saksi.

Puluhan rumah, lahan pertanian, dan infrastruktur rusak parah akibat serangan tersebut, setelah itu tentara Israel menarik diri dari wilayah tersebut.

Israel terus melancarkan serangan brutalnya di Jalur Gaza setelah serangan yang dilakukan oleh kelompok Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meskipun Dewan Keamanan PBB telah menyerukan gencatan senjata segera.

Sejak itu, lebih dari 41.600 orang telah tewas, kebanyakan wanita dan anak-anak, serta hampir 96.500 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Serangan Israel ini telah menyebabkan hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel menghadapi tuduhan genosida di Pengadilan Internasional atas tindakannya di Gaza.

Sumber : Anadolu/GazaMedia

Satu Juta Penduduk Lebanon Mengungsi Akibat Serangan Israel

Satu Juta Penduduk Lebanon Mengungsi Akibat Serangan Israel

NewsINH, Beirut  – Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengatakan serangan Israel yang gencar telah memaksa hingga satu juta orang mengungsi dari beberapa wilayah. Lebanon kemungkinan menghadapi krisis pengungsian terburuk dalam sejarah negara kecil itu.

Mikati mengatakan kepada wartawan bahwa jumlah orang yang mengungsi diperkirakan sangat tinggi. “Mungkin mencapai satu juta, ini adalah gerakan pengungsian terbesar yang mungkin terjadi di Lebanon,” katanya. Jumlah penduduk Lebanon adalah sekitar 6 juta orang.

Di Beirut, beberapa keluarga pengungsi menghabiskan malam di bangku-bangku di Zaitunay Bay, serangkaian restoran dan kafe di tepi laut Beirut. Pada Minggu pagi, keluarga-keluarga yang hanya memiliki sekantong pakaian telah menggelar tikar untuk tidur dan membuat teh untuk diri mereka sendiri.

“Kalian tidak akan dapat menghancurkan kami, apa pun yang kalian lakukan, seberapa pun kalian mengebom, seberapa pun kalian menggusur orang-orang – kami akan tetap di sini. Kami tidak akan pergi. Ini negara kami dan kami akan tetap tinggal,” kata Francoise Azori, seorang warga Beirut yang sedang jogging di daerah itu.

Israel pekan lalu membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Pembunuhan Hassan Nasrallah dikhawatirkan mengganggu stabilitas Lebanon dan wilayah yang lebih luas.

Anggota DPR RI Desak Gerakan Boikot untuk Hentikan Serangan Israel ke Lebanon

Sejak hari Senin, serangan Israel yang gencar di seluruh Lebanon timur, selatan, dan di Beirut selatan telah menewaskan ratusan orang dan memaksa banyak orang meninggalkan rumah mereka.

Awal minggu ini, kepala pengungsi PBB Filippo Grandi mengatakan lebih dari 200.000 orang mengungsi di dalam Lebanon dan lebih dari 50.000 telah melarikan diri ke negara tetangga Suriah.

Serangan intensif itu terjadi saat Israel mengalihkan fokus operasinya dari Gaza ke Lebanon, setelah hampir setahun terlibat baku tembak lintas perbatasan dengan Hizbullah terkait perang Gaza. Hizbullah menyatakan bahwa mereka bertindak untuk mendukung sekutunya yaitu Hamas.

 

Sumber: Tempo/ Al Arabiya

170 warga tewas akibat bencana banjir dan tanah longsor di Nepal

170 warga tewas akibat bencana banjir dan tanah longsor di Nepal

NewsINH, Khatamadu – Hujan deras di seluruh Nepal telah memicu banjir dan tanah longsor hingga menyebabkan 170 orang meninggal dan 58 lainnya hilang, sementara upaya penyelamatan terus berlanjut, kata pihak kepolisian.

Bencana itu melanda berbagai wilayah, termasuk Lembah Kathmandu, wilayah tempat 73 orang kehilangan nyawa. Provinsi Koshi melaporkan 17 kematian, sementara Provinsi Bagmati mencatat 56 korban jiwa.

Longsor di Jhyaple Khola, distrik Dhadhing, mengubur empat kendaraan penumpang dan menewaskan 35 orang. Lebih dari 3.600 orang telah diselamatkan, namun upaya pemulihan terhambat oleh infrastruktur yang rusak. Ada 16 jembatan dan lebih dari 300 rumah yang hancur.

Pihak berwenang terus berjuang dalam kondisi sulit untuk melanjutkan operasi pencarian dan penyelamatan.

Sejumlah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan fasilitas irigasi Nepal rusak parah akibat banjir dan tanah longsor yang dipicu oleh hujan yang terus mengguyur dalam beberapa hari terakhir, dengan perkiraan kerugian awal mencapai 4,35 miliar rupee Nepal (1 rupee Nepal = Rp113) atau setara 32,6 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.138).

Dalam konferensi pers pada Minggu (29/9), para pejabat di Kementerian Energi, Sumber Daya Air, dan Irigasi Nepal mengatakan bahwa bencana yang dipicu oleh hujan berkepanjangan pada Jumat (27/9) dan Sabtu (28/9) menyebabkan kerugian sebesar 3 miliar rupee Nepal atau setara 22,5 juta dolar AS bagi proyek-proyek PLTA dan transmisi, sementara proyek-proyek pengendalian sungai dan irigasi mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai 1,35 miliar rupee Nepal atau sekitar 10,1 juta dolar AS.

Menurut para pejabat, banjir merusak 11 PLTA yang beroperasi dengan kapasitas produksi gabungan 625,96 MW dan memaksa penutupan pembangkit listrik lainnya yang beroperasi. Akibatnya, kapasitas produksi listrik sebesar 1.100 MW terhenti, hampir sepertiga dari total kapasitas pembangkit listrik yang beroperasi di negara tersebut. Nepal menghasilkan surplus tenaga air selama musim monsun. Namun, pada musim kemarau, tenaga air yang dihasilkan hanya sekitar sepertiganya.

Sebanyak 15 PLTA yang sedang dalam tahap pembangunan juga mengalami kerusakan. Akibat rusaknya pembangkit listrik dan jalur transmisi, pasokan listrik di berbagai wilayah di negara itu pun terganggu.

“Mengelola daya yang cukup untuk negara ini pada musim dingin mendatang dapat menjadi tantangan karena butuh waktu untuk memelihara dan memperbaiki pembangkit listrik yang rusak,” kata Kul Man Ghising, direktur pelaksana Nepal Electricity Authority (NEA).

Nepal menghasilkan surplus tenaga air selama musim monsun. Namun, pada musim kemarau, tenaga air yang dihasilkan hanya sekitar sepertiganya

Sementara itu, jumlah korban tewas akibat banjir dan tanah longsor mencapai 170 orang per Minggu malam, kata Kementerian Dalam Negeri Nepal dalam pernyataannya. Selain itu, 111 orang terluka dan 42 lainnya hilang, imbuh kementerian itu, seraya mengatakan bahwa sekitar 4.000 korban telah berhasil diselamatkan.

Dalam pernyataannya, Kementerian Infrastruktur Fisik dan Transportasi Nepal mengatakan bahwa 47 dari 80 jalan raya nasional di negara tersebut masih terblokir.

Sumber : Antara / Xinhua / Anadolu

Mesir Sebut Gencatan Senjata Kunci Perdamaian Regional di Kawasan Timteng

Mesir Sebut Gencatan Senjata Kunci Perdamaian Regional di Kawasan Timteng

NewsINH, Cairo – Pemerintah Mesir menyatakan dukungannya terhadap semua inisiatif untuk mencapai de-eskalasi menyeluruh di kawasan, menekankan bahwa kunci perdamaian terletak pada penghentian agresi Israel di Jalur Gaza.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri tersebut disampaikan setelah deklarasi bersama dari AS, negara-negara Barat, dan negara-negara Arab, kecuali Mesir, yang mendukung gencatan senjata sementara selama 21 hari di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon.

Mesir memperingatkan bahwa “tindakan dan pelanggaran Israel mendorong Timur Tengah menuju kekacauan dan konfrontasi yang tak terkendali, yang membahayakan penduduk kawasan,” setelah eskalasi serangan Israel di Lebanon, termasuk serangan di Beirut, serta serangan Tel Aviv terhadap Gaza.

Pernyataan tersebut menegaskan kembali “komitmen Mesir untuk bekerja sama dengan mitra regional dan internasional dalam mengendalikan konflik yang terus meningkat,” dan mendesak “gencatan senjata yang segera, menyeluruh, dan permanen di Gaza dan Lebanon.”

Kementerian Luar Negeri juga menekankan bahwa “kunci untuk meredakan ketegangan ini tetap terkait dengan penghentian agresi brutal Israel di Gaza dan pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan.”

Menurut situs web Axios yang berbasis di AS, pejabat Amerika, pejabat Israel, dan dua sumber lainnya mengungkapkan pada Rabu (25/9) bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden sedang bekerja pada “inisiatif diplomatik baru” untuk menghentikan sementara pertempuran di Lebanon dan melanjutkan pembicaraan gencatan senjata di Gaza.

Selain itu, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengumumkan di Dewan Keamanan PBB pada Rabu bahwa Prancis, bekerja sama dengan AS, sedang menyusun rencana untuk gencatan senjata sementara antara Israel dan Lebanon guna membuka jalan bagi negosiasi. Pengumuman mengenai rencana ini diharapkan segera bisa disampaikan.

Israel telah menghantam Lebanon sejak awal Senin (23/9/2024), menewaskan setidaknya 677 korban dan melukai lebih dari 2.500 orang, menurut data dari Kementerian Kesehatan.

Kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya serangan Israel terhadap Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.500 korban, sebagian besar perempuan dan anak-anak, setelah serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober lalu.

Masyarakat internasional telah memperingatkan bahwa serangan terhadap Lebanon dapat memperluas konflik Gaza ke tingkat regional.

 

Sumber: Antara

Solusi Dua Negara, RI Desak Segera Pengakuan terhadap Palestina

Solusi Dua Negara, RI Desak Segera Pengakuan terhadap Palestina

NewsINH, Jakarta – Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI menyampaikan pernyataan tegas dalam Pertemuan Tingkat Menteri mengenai Situasi di Gaza dan Implementasi Solusi Dua Negara sebagai Jalan Menuju Perdamaian yang Adil dan Komprehensif. Retno menekankan pentingnya pengakuan terhadap Negara Palestina sebagai langkah krusial untuk mewujudkan solusi dua negara.

Ia menegaskan pengakuan ini tidak hanya memberikan harapan bagi rakyat Palestina, tetapi juga merupakan cara penting memberikan tekanan politik kepada Israel untuk menghentikan kekejaman. Retno menolak pandangan beberapa negara yang menunda pengakuan Palestina dengan alasan menunggu “waktu yang tepat”.

“Kapan waktu yang tepat itu? Bagi saya, waktunya adalah sekarang. Kita tidak ingin menunggu hingga semua rakyat Palestina terusir atau hingga 100 ribu orang terbunuh untuk menganggap itu adalah waktu yang tepat,” tegasnya.

Selain itu, Menteri Retno juga menyoroti urgensi implementasi Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/24, yang menuntut Israel mengakhiri kehadiran ilegalnya di Wilayah Pendudukan Palestina. Ia menegaskan harapan untuk perdamaian akan hancur jika negara-negara anggota PBB tidak memiliki keberanian dan hati untuk menekan satu negara agar mematuhi resolusi tersebut.

Indonesia mendorong seluruh negara untuk memastikan implementasi resolusi ini. “Indonesia mendesak seluruh negara untuk memastikan implementasi resolusi tersebut benar-benar terjadi,” tambah Retno.

Bukan hanya itu, Retno pada Kamis, 26 September 2024, juga berharap negara-negara Gerakan Non-Blok (GNB) menggunakan pengaruhnya untuk membantu Palestina. Menurut Menlu Retno, negara-negara GNB harus memanfaatkan pengaruh yang dimiliki, untuk memajukan dua hal utama, yaitu pertama, meningkatkan jumlah negara yang mengakui Palestina; dan kedua, mendorong implementasi efektif dari Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/24, yang menuntut Israel untuk mengakhiri kehadiran ilegalnya di Wilayah Pendudukan Palestina.

“Pengakuan (terhadap Palestina) sangatlah penting. Pengakuan mengobarkan harapan kepada rakyat Palestina; merupakan langkah krusial menuju terciptanya Solusi Dua Negara, serta menciptakan tekanan politis bagi Israel untuk menghentikan kekejamannya”, jelas Menlu Retno.

Retno menilai negara-negara GNB harus menjadi negara- negara yang terdepan dalam memberikan pengakuan terhadap Palestina. Komite Palestina GNB adalah salah satu Kelompok Kerja GNB yang antara lain beranggotakan Indonesia, Aljazair, Iran, Afrika Selatan, Zimbabwe, Malaysia, Kuba, India, Venezuela, Mesir dan Senegal.

GNB terdiri dari 121 negara yang secara formal tidak beraliansi dengan salah satu blok kekuatan besar tertentu. Dari antara negara-negara anggota GNB, hanya Palestina yang belum meraih kemerdekaan.

 

Sumber: Tempo

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!