NewsINH, London – Kelompok hak asasi manusia, Amnesty International, telah meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki “serangan melanggar hukum” yang dilakukan Israel selama serangannya di Jalur Gaza, Palestina pada Agustus tahun ini, khususnya terhadap kematian tiga warga sipil yang tewas dalam serangan tersebut.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Amnesty International menyatakan bahwa Israel telah “membual” serangan “tepat” dengan kata-kata negara itu sendiri terhadap sasaran di Jalur Gaza dalam pemboman di daerah yang diblokade selama konflik tiga hari dua bulan lalu yang membantai 31 warga sipil dari total 49 warga Palestina yang tewas.
Di antara warga sipil yang terbunuh oleh serangan Israel pada 5 Agustus dengan klaim menargetkan kelompok Jihad Islam yang merupakan kelompok Perlawanan Palestina, terdapat tiga orang yang kasusnya dirinci oleh organisasi dalam laporan itu, termasuk seorang remaja yang mengunjungi makam ibunya, seorang mahasiswi seni rupa terbunuh oleh tembakan tank Israel saat di rumah sedang minum teh bersama ibu dan seorang anak berusia empat tahun.
Dalam laporan organisasi tersebut, pihaknya telah merekonstruksi keadaan seputar tiga pembunuhan itu dengan menggunakan foto-foto pecahan senjata, analisis citra satelit dan kesaksian dari lusinan orang yang diwawancarai.
Dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut, Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, mengatakan bahwa serangan terbaru Israel di Gaza hanya berlangsung tiga hari, tetapi itu adalah waktu yang cukup untuk melepaskan trauma dan kehancuran baru pada penduduk yang terkepung.
“Tiga serangan mematikan yang kami periksa harus diselidiki sebagai kejahatan perang, semua korban serangan yang melanggar hukum dan keluarga mereka berhak mendapatkan keadilan,” kata Callamard.
Callamard menekankan bahwa serangan itu hanyalah contoh terbaru dari kekerasan yang ditargetkan tanpa pandang bulu oleh pasukan Israel terhadap penduduk Gaza yang “didominasi, tertindas dan terpisah” dalam sejarah panjang serangan Israel di Jalur Gaza di bawah blokade darat, laut, dan udara.
“Seiring dengan menyelidiki kejahatan perang Israel di Gaza, ICC juga harus mempertimbangkan kejahatan terhadap kemanusiaan apartheid dalam penyelidikannya saat ini di Wilayah Pendudukan Palestina” imbuhnya.
Laporan itu juga merinci serangan lain yang menewaskan tujuh warga sipil Palestina lainnya, yang dilaporkan merupakan hasil dari peluru kendali yang kemungkinan diluncurkan oleh kelompok bersenjata Palestina.
Seperti saat ini, ICC telah membuka penyelidikan atas konflik Palestina-Israel, yang diharapkan akan fokus terutama pada kejahatan perang yang dilakukan selama serangan sebelumnya di Gaza pada tahun 2014. Sementara Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Tepi Barat mendukung penyelidikan itu. , Tel Aviv menyangkal yurisdiksinya karena bukan anggota ICC.
Tiga puluh satu warga sipil termasuk di antara 49 warga Palestina yang menurut PBB tewas di Jalur Gaza selama konflik tiga hari itu, pertempuran dimulai pada 5 Agustus ketika Israel melancarkan serangan udara dengan dalh sebagai aksi balasan yang menargetkan kelompok Jihad Islam.
Sejak awal tahun ini, setidaknya 160 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki, termasuk 51 warga Palestina yang tewas dalam serangan tiga hari Israel di Gaza pada Agustus, menurut kementerian kesehatan Palestina.
Tiga puluh satu warga sipil termasuk di antara 49 warga Palestina yang menurut PBB tewas di Jalur Gaza selama konflik tiga hari, kata Amnesty dalam laporan baru. Tiga puluh satu warga sipil termasuk di antara 49 warga Palestina yang menurut PBB tewas di Jalur Gaza selama konflik tiga hari itu,
Dengan menggunakan foto-foto pecahan senjata, analisis citra satelit, dan kesaksian dari lusinan orang yang diwawancarai, Amnesty mengatakan telah merekonstruksi keadaan di sekitar tiga serangan spesifik, dua di antaranya dilakukan oleh pasukan Israel dan satu kemungkinan besar oleh kelompok bersenjata Palestina.
Bulan lalu, keluarga jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh mengajukan pengaduan resmi ke ICC untuk menuntut keadilan atas kematiannya.
Abu Akleh, yang bersama Al Jazeera selama 25 tahun dan dikenal sebagai “suara Palestina”, ditembak di kepala dan dibunuh oleh pasukan Israel pada 11 Mei ketika dia meliput serangan tentara di kamp pengungsi Jenin di wilayah pendudukan di Tepi Barat.