-
NewsINH, Riyadh – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang digelar di Riyadh, Arab Saudi menyepakati resolusi gencatan senjata dan kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Mereka juga menegaskan, gangguan terhadap Masjid al-Aqsa akan jadi garis merah soal bagaimana menyikapi Israel. “Kami menegaskan kembali kedaulatan penuh Negara Palestina atas Yerusalem Timur yang diduduki, ibu kota abadi Palestina,” bunyi salah satu poin resolusi yang disepakati, seperti dilansir Aljazirah Arabia, semalam. Pernyataan itu menambahkan bahwa Masjid al-Aqsa adalah “garis merah” yang tak boleh diterobos Israel. KTT tersebut mengutuk “tindakan agresif Israel yang menargetkan tempat-tempat suci Islam dan Kristen di kota Yerusalem dan mengubah identitasnya”. Mereka juga menyerukan masyarakat internasional untuk menekan Israel agar menghentikan tindakan tersebut. Israel saat ini mengeklaim Yerusalem sepenuhnya sebagai ibu kota mereka. Sementara Palestina sejak lama mendambakan Yerusalem Timur, lokasi Masjid al-Aqsa bertempat sebagai ibu kota mereka. Sejak pemerintahan sayap kanan Israel yang dipimpin perdana menteri Benjamin Netanyahu terbentuk pada 2022 lalu, wacana pencaplokan bahkan penghancuran Masjid al-Aqsa menguat. Ancaman terhadap Masjid al-Aqsa itu juga salah satu alasan para pejuang Palestina di Gaza menggelar Operasi Topan al-Aqsa pada 7 Oktober 2023 yang kemudian dibalas secara brutal oleh Israel. KTT Arab-Islam dalam resolusinya juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mengikat untuk gencatan senjata di Gaza, dan juga menyerukan larangan ekspor atau transfer senjata ke Israel. Meskipun menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, KTT tersebut menekankan bahwa tidak akan ada perdamaian sebelum Israel menarik diri dari garis perbatasan pada 4 Juni 1967. Hal ini disampaikan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh KTT Arab dan Islam yang diminta dan dipimpin oleh Arab Saudi untuk membahas perkembangan di Jalur Gaza dan Lebanon. KTT tersebut meminta Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengikat untuk gencatan senjata dan segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza. Para pemimpin mengecam “kejahatan yang mengerikan dan mengejutkan” yang dilakukan oleh tentara Israel di Gaza “dalam konteks kejahatan genosida” terhadap warga Palestina, merujuk pada “kuburan massal, kejahatan penyiksaan, eksekusi di lapangan, penghilangan paksa, penjarahan dan pembunuhan massal.” pembersihan etnis” khususnya di bagian utara Jalur Gaza. KTT tersebut memuji upaya Mesir dan Qatar, bekerja sama dengan Amerika Serikat, untuk mencapai gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza, dan meminta pertanggungjawaban Israel atas penarikan diri dari perjanjian tersebut. Para pemimpin yang berpartisipasi dalam KTT tersebut juga meminta semua negara untuk “melarang ekspor atau transfer senjata dan amunisi” ke Israel. Para pemimpin negara-negara Arab dan Islam menekankan bahwa tidak akan ada perdamaian dengan Israel sebelum penarikannya dari seluruh wilayah Arab yang diduduki “hingga tanggal 4 Juni 1967.” Pernyataan terakhir menyatakan, “Perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan yang menjamin keamanan dan stabilitas bagi seluruh negaranya tidak dapat dicapai tanpa mengakhiri pendudukan Israel atas seluruh wilayah Arab yang diduduki hingga garis 4 Juni 1967,” sesuai dengan relevansinya. Sebelumnya, Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002, yang menetapkan penarikan diri dari seluruh wilayah Arab yang diduduki dan pembentukan negara Palestina dengan imbalan normalisasi hubungan. KTT semalam juga menyerukan “penyediaan segala bentuk dukungan politik dan diplomatik serta perlindungan internasional kepada rakyat Palestina dan Negara Palestina, mencapai persatuan nasional Palestina, dan secara efektif memikul tanggung jawab atas seluruh wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Jalur Gaza, dan menyatukannya dengan Tepi Barat, termasuk kota Yerusalem.” Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan mengatakan – dalam pernyataan terakhir – bahwa komite tripartit yang dibentuk oleh Liga Arab, Organisasi Kerjasama Islam dan Uni Afrika akan bergerak secara diplomatis dalam upaya menghentikan perang di Gaza dan Lebanon. Bin Farhan berharap upaya komite ini akan berpengaruh dan penting. Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melakukan genosida di Gaza, dengan dukungan penuh Amerika, menyebabkan lebih dari 146.000 orang Palestina menjadi syuhada dan terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 10.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menewaskan puluhan orang. anak-anak dan orang lanjut usia, dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Setelah bentrokan dengan faksi-faksi di Lebanon, terutama Hizbullah, yang dimulai sehari setelah Israel melancarkan perang pemusnahan di Gaza, Israel memperluas cakupan pemusnahan sejak 23 September hingga mencakup sebagian besar wilayah Lebanon, termasuk ibu kota Beirut, melalui serangan udara, dan juga memulai invasi darat di wilayah selatan. Agresi Israel di Lebanon mengakibatkan total 3.243 kematian dan 14.134 luka-luka, termasuk sejumlah besar anak-anak dan perempuan, selain sekitar 1.400.000 orang yang mengungsi. Sikap Indonesia… Sementara, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta menyerukan agar Dunia Islam memperkuat solidaritas dengan perjuangan rakyat Palestina dan bertindak secara konkret dalam membela kemerdekaan bangsa Palestina. “Perjuangan Palestina merebut kemerdekaan adalah dasar pembentukan OKI (Organisasi Kerja Sama Islam). Itulah sebabnya, kita semua adalah Palestina dan harus membantu perjuangan Palestina,” ucap Wamenlu RI di hadapan Pertemuan Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI-Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi, pada Ahad (10/11). Dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Senin, Anis menegaskan pentingnya perbuatan nyata negara-negara anggota OKI dan Liga Arab demi menghentikan penindasan Israel atas rakyat Palestina yang tak kunjung berakhir. “Kata-kata harus segera diwujudkan dalam aksi nyata, termasuk dalam memastikan bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan bagi Palestina,” kata dia. Wamenlu RI Anis Matta memimpin delegasi Indonesia pada Pertemuan Persiapan KTT Luar Biasa OKI-Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi. KTT Luar Biasa tersebut digelar pada Senin waktu setempat untuk membahas kembali upaya kedua badan tersebut menghentikan kekejian Israel di Palestina dan Lebanon. Melalui media sosial X pada Jumat (8/11), Anis mengatakan bahwa KTT tersebut “dilaksanakan dalam situasi yang krusial di tengah dinamika geopolitik saat ini”. Ia juga berkata, kehadirannya dalam KTT mewakili Presiden Prabowo Subianto. Pertemuan Persiapan KTT dipimpin Arab Saudi dan dihadiri perwakilan negara anggota OKI dan Liga Arab seperti Aljazair, Iran, Lebanon, Mesir, Palestina dan Turki. Kehadiran Indonesia pada KTT Luar Biasa sejalan dengan amanat UUD 1945 untuk senantiasa menolak penjajahan dan mengupayakan perdamaian dunia, serta komitmen Presiden Prabowo Subianto mewujudkan kemerdekaan Palestina, demikian pernyataan Kemlu RI. Sumber: Republika
-
NewsINH, Gaza – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyuarakan keprihatinannya mengenai kekurangan bahan bakar di Jalur Gaza, dan mengatakan Israel masih tidak mengizinkan bahan bakar bagi bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah itu. “Kurangnya listrik dan bahan bakar terus berdampak pada penyedia layanan dasar, termasuk rumah sakit, ambulans, toko roti, dan truk bantuan,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric baru-baru ini. Dia menyebutkan bahwa dalam dua minggu terakhir PBB mampu mengumpulkan rata-rata 80.000 liter bahan bakar per hari, yaitu naik dari sekitar 45.000 liter setiap hari dalam dua minggu terakhir Juni. Kendati kenaikan itu menunjukkan kemajuan, kata Dujarric memperingatkan, kebutuhan bahan bakar untuk operasi kemanusiaan yang paling mendasar adalah 400.000 liter per hari. “… dan pihak berwenang Israel masih tidak mengizinkan alokasi bahan bakar untuk para pekerja kemanusiaan lokal, sehingga mencegah mereka mentransfer pasokan di Gaza,” ujarnya. Terkait serangan udara di Gaza, dia mengatakan serangan tersebut dilaporkan telah menewaskan dan melukai puluhan korban. “Salah satu serangan terjadi hanya beberapa ratus meter dari Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan di Deir al Balah yang digunakan oleh PBB dan mitra LSM kami,” tuturnya. Mengenai pengungsian, Dujarric mengatakan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa aliran keluarga yang mengungsi dari Kota Gaza ke Deir al Balah terus terjadi. Sedikitnya ada 1.000 orang yang menyeberang dalam seminggu terakhir. Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB soal pelaksanaan gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus dilancarkannya di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Sejak itu, menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 38.700 warga Palestina terbunuh –sebagian besar perempuan dan anak-anak– dan lebih dari 89.000 orang terluka. Sembilan bulan setelah serangan Israel berlangsung, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah blokade yang melumpuhkan akses pada makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sumber : Anadolu/ Antara
-
NewsINH, Gaza – Dampak akumulatif dari agresi Israel ke Gaza memungkinkan telah membunuh lebih dari 186.000 orang, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Lancet. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 38.000 warga Palestina telah dibunuh sejak Israel melancarkan serangan militernya pada 7 Oktober 2023 hingga hari ini. Studi tersebut menunjukkan bahwa jumlah korban meninggal lebih tinggi karena jumlah korban resmi tidak memperhitungkan ribuan orang yang terkubur di bawah reruntuhan dan kematian tidak langsung (perlahan) akibat rusaknya fasilitas kesehatan, sistem distribusi makanan, dan infrastruktur publik lainnya. Agresi telah merusak infrastruktur kesehatan, kata studi tersebut, dan bahkan jika serangan ke Gaza segera berakhir, konflik tersebut akan terus menyebabkan banyak kematian tidak langsung dalam beberapa bulan dan tahun mendatang melalui hal-hal seperti penyakit. Studi tersebut mengatakan jumlah korban tewas diperkirakan jauh lebih besar mengingat sebagian besar infrastruktur Gaza telah hancur; terdapat kekurangan makanan, air dan tempat tinggal; dan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina mengalami pemotongan dana. “Dalam konflik baru-baru ini, kematian tidak langsung berkisar antara tiga hingga 15 kali lipat jumlah kematian langsung,” katanya. Setelah menerapkan “perkiraan konservatif” yaitu empat kematian tidak langsung untuk setiap satu kematian langsung, “bukanlah tidak masuk akal untuk memperkirakan bahwa hingga 186.000 atau bahkan lebih kematian dapat disebabkan” oleh agresi ke Gaza, demikian temuan studi tersebut. Jumlah tersebut mewakili hampir 8 persen dari 2,3 juta populasi Gaza sebelum perang.
-
News, Gaza – Dunia inetrnasional secara serentak menolak keras rencana otoritas Israel memindahkan jutaan warga Palestina di Jalur Gaza ke wilayah Kongo, Afrika. Pasalnya, rencana tersebut dinilai tindakan konyol dan tidak masuk akal. Salah satunya protes keras datang dari pemerintah Belanda yang menolak gagasan tentang pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza ke wilayah lain. Negeri Kincir Angin menegaskan bahwa mereka mendukung solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Belanda menyoroti pernyataan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich yang mendorong warga Gaza bermigrasi secara sukarela keluar dari wilayah tersebut. Belanda berpendapat, komentar kedua menteri Israel itu tidak bertanggung jawab. “Belanda menolak seruan apa pun agar warga Palestina diusir dari Gaza atau pengurangan wilayah Palestina. Hal ini tidak sesuai dengan solusi dua negara di masa depan, yaitu negara Palestina yang bisa hidup berdampingan dengan Israel yang aman,” kata Kemenlu Belanda dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Anadolu Agency. Sebelumnya, Jerman dan Amerika Serikat (AS) pun telah mengkritik keras Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich karena menganjurkan pengusiran warga Gaza. “Posisi kami jelas, tidak boleh ada pengusiran atau pengurangan wilayah Jalur Gaza,” kata seorang juru bicara Kemenlu Jerman terkait usulan Ben-Gvir dan Smotrich tentang pengusiran warga Gaza, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, Rabu lalu. Jubir Kemenlu Jerman itu menambahkan, negaranya menolak dalam istilah paling kuat, pernyataan yang dibuat Ben-Gvir dan Smotrich tentang pengusiran warga Gaza ke negara lain. Dia menegaskan, Jerman meyakini solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Sebelumnya Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller juga sudah mengkritik keras Ben-Gvir dan Smotrich karena menganjurkan pengusiran warga Gaza. “AS menolak pernyataan Menteri Israel Smotrich dan Ben-Gvir yang menghasut serta tidak bertanggung jawab. Seharusnya tidak ada pengungsian massal warga Palestina dari Gaza,” kata Miller lewat akun X resminya, Rabu lalu. Dia menegaskan, AS akan tetap memandang Gaza sebagai bagian dari wilayah Palestina. Namun Washington memang menolak Hamas kembali memerintah di wilayah tersebut. “Kami sudah jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi mengendalikan masa depannya serta tidak ada kelompok teror yang dapat mengancam Israel,” ucap Miller. “Itu adalah masa depan yang kami cari, demi kepentingan Israel dan Palestina, kawasan sekitarnya, dan dunia,” tambah Miller. Setelah pernyataan Miller dirilis, Ben-Gvir membuat komentar yang intinya menegaskan bahwa dia tetap mempertahankan gagasannya soal pengusiran warga Gaza. “AS adalah teman terbaik kami, tapi pertama-tama kami akan melakukan yang terbaik untuk negara Israel. Migrasi ratusan ribu orang dari Gaza akan memungkinkan penduduk (Israel) untuk kembali ke rumah dan hidup dalam keamanan, serta akan melindungi tentara IDF (Pasukan Pertahanan Israel),” kata Ben-Gvir lewat akun Twitter, Rabu lalu. Sementara itu, Arab Saudi juga dengan tegas mengutuk Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich karena menganjurkan pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza. Saudi menyebut ide pengusiran warga Gaza adalah bentuk ekstremisme. “Kerajaan (Saudi) menyatakan kecaman dan penolakan tegas terhadap pernyataan ekstremis oleh dua menteri di pemerintahan pendudukan Israel, yang menyerukan pemindahan penduduk Gaza, mengokupansi kembali Jalur Gaza, dan membangun permukiman (ilegal),” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arab Saudi, Kamis (4/1/2024), dikutip laman Al Arabiya. “Kerajaan (Saudi) menekankan pentingnya upaya bersama komunitas internasional untuk mengaktifkan mekanisme pertanggungjawaban internasional terhadap kegigihan pemerintah pendudukan Israel yang melanggar aturan legitimasi internasional dan hukum humaniter internasional melalui pernyataan dan tindakannya,” kata Kemenlu Saudi. Sebelumnya Smotrich telah menyerukan agar ada negara-negara yang bersedia menampung warga Gaza. Bulan lalu, Pemerintah Israel membantah tuduhan yang menyebutnya berusaha mengusir paksa penduduk Palestina keluar dari Jalur Gaza. Mereka menyatakan hanya berupaya menumpas kelompok Hamas sebagai respons atas serangan dan operasi infiltrasinya tanggal 7 Oktober 2023. “Ini tentu saja merupakan tuduhan yang keterlaluan dan salah,” ujar juru bicara pemerintah Israel, Eylon Levy, ketika ditanya tentang upaya mengusir penduduk Palestina keluar dari Jalur Gaza, 10 Desember 2023 lalu, dikutip laman Al Arabiya. “Israel berjuang untuk mempertahankan diri dari monster-monster yang melakukan pembantaian 7 Oktober, dan tujuan dari kampanye kami adalah untuk membawa monster-monster itu ke pengadilan dan memastikan mereka tidak lagi menyakiti rakyat kami,” tambah Levy. Sumber: Berbagai Media
-
NewsINH, Rabat – Korban jiwa akibat gempa Maroko yang terjadi Jumat, (8/9/2023) terus bertambah. Data terbaru menyebutkan korban tewas akibat bencana alam itu telah menembus 2 ribu jiwa. Kementerian Dalam Negeri Maroko mencatat pada Minggu pagi ini (10/9/2023), korban tewas hingga menembus 2.012 orang dan 2.059 orang terluka, termasuk 1.404 orang dalam kondisi kritis. Gempa bumi di Maroko ini dinilai yang paling mematikan di negara itu dalam lebih dari enam dekade. Gempa bumi ini merobohkan rumah-rumah di desa-desa pegunungan terpencil tempat tim penyelamat menggali puing-puing untuk mencari korban selamat. Gempa terjadi di pegunungan High Atlas di Maroko pada Jumat malam waktu setempat. Gempa itu merusak sejumlah bangunan bersejarah di Marrakesh, kota terdekat dengan pusat gempa. Sementara daerah yang terkena dampak paling parah berada di pegunungan di dekatnya. Menurut Survei Geologi AS, gempa bumi berkekuatan 6,8 skala Richter dengan pusat gempa sekitar 72 km (45 mil) barat daya Marrakesh. Di desa Amizmiz dekat pusat gempa, petugas penyelamat menggali puing-puing dengan tangan kosong. “Saya merasakan di bawah kaki saya bumi berguncang dan rumah menjadi miring. Kemudian saya bergegas mengeluarkan anak-anak saya. Namun tetangga saya tidak bisa,” kata Mohamed Azaw salah seorang penyintas gempa bumi tersebut, dikutip Reuters, Minggu (10/9/2023). Sayangnya, kata Mohamed Azawm tidak ada seorang pun yang ditemukan hidup di keluarga itu. Ayah dan anak laki-lakinya ditemukan tewas dan mereka masih mencari ibu dan putrinya. Sekitar 20 pria termasuk petugas pemadam kebakaran dan tentara berseragam berdiri di atas reruntuhan sebuah rumah di Amizmiz ketika mereka mencoba menghilangkan puing-puing, serpihan karpet dan furnitur yang menonjol dari celah di antara lantai beton yang dilapisi pancake. Televisi Spanyol RTVE melaporkan, gempa yang terjadi sekitar pukul 23.00 WIB. (2200 GMT), mempengaruhi wilayah pegunungan High Atlas. Getaran dirasakan hingga Huelva dan Jaen di Andalusia di Spanyol Selatan. Sumber: Reuters/CNBC