Gempa Dahsyat Guncang Afghanistan, 280 Orang Meninggal

Gempa Dahsyat Guncang Afghanistan, 280 Orang Meninggal

NewsINH, Kabul –  Gempa bumi dahsyat mengguncang wilayah selatan Afganistan. Dikabarkan peristiwa alam ini merenggut korban jiwa sedikitnya 280 orang. Sementara itu, puluhan orang lainya mengalami luka-luka.

Sejumlah gambar yang dibagikan di media sosial menunjukkan orang-orang yang terluka ditandu dan puing-puing bangunan berserakan di Provinsi Paktika. Seperti dikutip dari BBC, Rabu (22/6/2022).

Menurut salah seorang pejabat pemerintah setempat  bahwa jumlah korban tewas lebih dari 250 kemungkinan akan meningkat, dan lebih dari 150 lainnya terluka. Gempa itu terjadi sekitar 44 kilometer sebelah tenggara Kota Khost.

Guncangan gempa ini dirasakan hingga jarak 500km dari pusat gempa, menurut European Mediterranean Seismological Centre, seperti dikutip oleh Reuters.

Dilaporkan para saksi mata bahwa guncangan gempa itu dirasakan di ibu kota Afghanistan, Kabul, serta ibu kota Pakistan, Islamabad.

Tetapi, sejauh ini belum ada laporan mengenai korban di Kabul atau Islamabad, dan gempa hampir tidak menyebabkan kerusakan di sana, menurut BBC Urdu.

“Tadi malam ada gempa bumi hebat di empat kabupaten di provinsi Paktika, yang menewaskan dan melukai ratusan warga negara kami dan menghancurkan puluhan rumah,” ungkap juru bicara pemerintah Bilal Karimi, dalam cuitannya di Twitter.

“Kami meminta semua lembaga bantuan untuk mengirim tim ke daerah itu sesegera mungkin untuk mencegah bencana lebih lanjut.”

Gempa bumi berlangsung pada dini hari saat banyak orang tidur  adalah gempa berkekuatan 6,1 pada kedalaman sekitar 51 km, menurut Survei Geologi AS.

Gempa bumi dapat menyebabkan kerusakan signifikan di Afghanistan, khususnya di banyak wilayah pedesaan di mana banyak bangunan tempat tinggal yang tidak stabil.

Afghanistan juga rentan terhadap gempa, karena terletak di wilayah yang aktif secara seismik, melalui sejumlah jalur patahan, termasuk sesar Chaman, sesar Hari Rud, sesar Badakhshan Tengah, serta sesar Darvaz.

Dalam 10 tahun terakhir, lebih dari 7.000 orang meninggal dunia akibat gempa bumi di negara itu, ungkap Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan. Ada rata-rata 560 kematian dalam setahun akibat gempa bumi.

 

Sumber: berbagai sumber

Makin Memprihatinkan, Sekjen PBB Seruhkan Masyarakat Dunia Bantu Suriah

Makin Memprihatinkan, Sekjen PBB Seruhkan Masyarakat Dunia Bantu Suriah

NewsINH,Washington – Sekjen Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB) Antonio Guterres, serukan lebih banyak lagi memberikan bantuan atau donor untuk Suriah. Pasalnya, situasi kemanusiaan di Suriah tetap mengerikan bagi jutaan pria, wanita dan anak-anak.

“Kami mengulangi lagi seruannya untuk lebih banyak dukungan dari para donor untuk rakyat Suriah karena kini makin banyak bantuan dibutuhkan,” kata Antonio Guterres, Snin (21/6/2022) kemarin.

Dalam sambutannya pada pertemuan Dewan Keamanan, Guterres mengatakan situasi kemanusiaan di Suriah tetap mengerikan bagi jutaan pria, wanita dan anak-anak di seluruh negeri dan kebutuhannya berada pada titik tertinggi sejak dimulainya perang pada Maret 2011.

“Seruan kemanusiaan kami saat ini membutuhkan USD4,4 miliar untuk membantu orang-orang di dalam Suriah dan USD5,6 miliar lainnya untuk mendukung pengungsi di wilayah tersebut,” ucap dia.

“Kami telah membuat langkah besar dalam meningkatkan respons, tetapi lebih banyak yang dibutuhkan. Janji murah hati yang dibuat dalam konferensi donor Brussel VI perlu diimplementasikan,” katanya. “Saya mengimbau para donor untuk menindaklanjuti dan meningkatkan dukungan mereka.”

Menurut Sekjen PBB, 14,6 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan dan 20 juta orang mengalami kerawanan pangan sementara 90 persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan.

Beralih ke situasi di barat laut Suriah, Guterres mengatakan 2,8 juta orang, kebanyakan wanita dan anak-anak, mengungsi dan banyak yang tinggal di kamp atau pemukiman darurat.

“Tanggapan kemanusiaan besar-besaran yang dilakukan PBB dan mitranya di Suriah telah mencegah yang terburuk, tetapi lebih banyak dana diperlukan,” jelasnya.

“Makanya saya secara konsisten menyatakan pentingnya menjaga dan memperluas akses, termasuk melalui operasi lintas batas,” imbuhnya.

 

Sumber: Anadolu

Kolonial dan Penindasan Israel Penyebab Penderitaan Bangsa Palestina

Kolonial dan Penindasan Israel Penyebab Penderitaan Bangsa Palestina

OPINI – Kompromi dua negara dikawasan konflik Timur Tengah yakni Palestina dan Israel memfasilitasi keterasingan masyarakat internasional dari dampak yang dihadapi oleh orang-orang Palestina sebagai akibat dari penjajahan dan kekerasan pemukim Israel yang sedang berlangsung hingga saat ini.

Membayangkan Palestina melalui kerangka dua negara yang dipaksakan (dan hampir mati) menciptakan desensitisasi dari penderitaan rakyat Palestina, yang hampir tidak pernah menjadi sorotan ketika para diplomat berbicara tentang agresi Israel terhadap Gaza, misalnya, atau konsekuensi dari pemindahan paksa dan perluasan pemukiman ilegal. Komunitas internasional malah ingin mempublikasikan diplomasinya, yang menyederhanakan dan tidak memanusiakan orang Palestina.

Ketika laporan tentang penderitaan Palestina muncul, dan mereka melakukannya secara teratur, sangat disayangkan bahwa beberapa dirusak dengan mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, seperti dalam laporannya baru-baru ini berjudul “Terjebak: Dampak dari 15 tahun blokade pada kesehatan mental anak-anak Gaza” oleh Save the Children. Ini mendokumentasikan korban psikologis agresi Israel pada anak-anak yang tinggal di daerah konflik.

“Tidak mengherankan bahwa kehidupan anak-anak di Gaza telah digambarkan sebagai ‘neraka di bumi’ oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres,” kata Save the Children dalam ringkasannya. Namun, perlu diingat bahwa Guterres menganjurkan kekerasan kolonial Israel ketika dia mengklaim, dengan salah, “Tidak ada Rencana B.” justru mengalihkan perhatian dari apa yang sebaliknya merupakan laporan penting yang sebaiknya dibaca oleh PBB dan diplomat di seluruh dunia dengan tujuan membawa keadilan, bukan penghilang rasa sakit sementara, kepada orang-orang Palestina.

Tetapi sekali lagi, narasi laporan tersebut berfokus pada konflik dan merekomendasikan untuk menciptakan “kondisi untuk pembicaraan baru antara pihak-pihak yang berkonflik untuk solusi yang adil yang mengatasi penyebab dasar kekerasan,” seolah-olah penjajahan penjajah Israel dan kekerasan yang melekat di dalamnya adalah sebuah fenomena masih harus ditemukan dan diartikulasikan.

Laporan tersebut mengungkapkan penurunan kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak di Gaza sejak 2018. Anak-anak merasa rentan karena dampak kekerasan Israel terhadap konsep rumah, serta kehidupan sehari-hari mereka yang telah hancur dan terganggu secara permanen.

“Pada tahun 2022,” kata Save the Children, “80 persen anak-anak dan remaja dilaporkan mengalami tekanan emosional dibandingkan dengan 55 persen pada 2018.” Seorang remaja laki-laki dari Gaza dikutip dalam laporan tersebut mengatakan: “Tiba-tiba, kami dibom… Itu mengerikan. Sebelumnya kami tidak takut apa pun. Sekarang, yang kami rasakan hanyalah ketakutan. Sekarang lebih buruk.”

Laporan itu juga mencatat peningkatan tindakan melukai diri sendiri di antara anak di bawah umur di Gaza, serta peningkatan upaya bunuh diri. Pengasuh juga menghadapi berbagai stresor yang menghambat kemampuan mereka untuk memberikan dukungan fisik dan psikososial bagi anak-anak mereka.

Laporan tersebut juga membahas penyebab utama dari semua peristiwa kekerasan kolonial Israel. Langkah-langkah yang disarankan tidak mempertimbangkan fakta bahwa Israel tumbuh subur dalam kekerasan dan memaksa warga Palestina untuk berkonsentrasi pada kelangsungan hidup mereka.

Gambar-gambar tidak lengkap tentang Palestina terus bermunculan. Para diplomat lebih suka perhatian difokuskan pada pertemuan mereka, sementara organisasi hak asasi manusia terjebak dalam pembahasan dampak kemanusiaan, ekonomi dan psikologis tanpa menyalahkan keberadaan kolonial Israel dan kekerasan yang ada.

Baik politisi maupun organisasi hak asasi manusia tidak siap untuk menyebut Israel apa adanya: perusahaan kolonial pemukim yang dibangun di atas terorisme dan kekerasan, dan ditopang oleh terorisme dan kekerasan negara. Mengatasi perbedaan ini adalah langkah pertama menuju pemberdayaan warga Palestina. Generalisasi oleh PBB, seperti merujuk Guterres untuk memberikan beberapa konteks, membuat penderitaan Palestina sebagai pelengkap retorika PBB, yang tidak adil dan tidak akurat, dan hanya memberikan lebih banyak impunitas kepada Israel dan sekutu internasionalnya yang mempromosikan narasi dua negara sebagai solusi .

Israel dan kekerasan kolonialnya harus dinyatakan sebagai penyebab penderitaan Palestina.****

 

Sumber: middleeastmonitor

Perluas Pabrik Pemotong Batu, Israel Ratakan Tanah di Desa Palestina

Perluas Pabrik Pemotong Batu, Israel Ratakan Tanah di Desa Palestina

NewsINH, Tepi Barat – Guna memperluas pabrik pemotongan batu, otoritas Israel dan para pemukim liar Yahudi meratakan tanah dan melakukan penggalian petak-petak dikawasan pedesaaan Kisan, Palestina tepatnya disebelah timur kota Betlehem, Tepi Barat.

Dikutip dari laporan berita resmi Palestina, Wafa, Senin (21/6/2022).  Kisan merupkan sebuah desa yang terputus dari desa tetangga Palestina lainnya, dihuni oleh 800 orang dan dikelilingi oleh dua pemukiman ilegal Israel, Maale Amos dan Avi Menahem.

Luas wilayahnya sekitar 133.278 dunam (133 kilometer persegi). Pemukim Israel mengambil alih 2.201 dunam (2,2 kilometer persegi).

Ahmad Ghazal, seorang aktivis lokal, mengatakan kepada Wafa bahwa seorang pemukim meratakan sebidang tanah dua dunam untuk memberi ruang bagi perluasan pabrik pemotong batunya, yang terletak 100 meter dari rumah-rumah desa.

BACA JUGA: PCBS Laporkan 6,4 Juta Warga Pelestina Hidup dalam Pengungsian

Dia menambahkan bahwa ini bukan pertama kalinya tanah desa dan penduduk diserang oleh pemukim dan tentara Israel. Desa kecil Palestina di Kisan telah menghadapi pencurian tanah dan serangan pemukim Israel yang intensif dalam beberapa bulan terakhir.

“Desa ini tidak memiliki jaringan transportasi, listrik atau air. Itu juga tidak memiliki klinik,” katanya.

Seperti ratusan kota dan desa Palestina lainnya di Tepi Barat, Kisan terletak di ‘Area C’ di bawah Kesepakatan Oslo, menempatkannya di bawah kendali penuh militer dan administratif Israel.

 

Sumber: middleeastmonitor

 

Customer Support kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!