-
NewsINH, Teheran – Warga Gaza dan bangsa Palestina tengah berduka. Pasalnya, salah seorang tokoh sentral kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina yakni Hamas dikabarkan meninggal di Teheran ibu Kota Iran, Rabu (31/7/2024) dinihari waktu setempat. Dilansir dari berbagai sumber, pemimpin karismatik Hamas Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas setelah kediamannya menjadi sasaran di Teheran, Iran Hal ini dipastikan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran dalam sebuah pernyataan. “Serangan itu dilakukan Rabu pagi. Penyelidikan sedang dilakukan untuk menemukan penyebab insiden tersebut,” sebut pernyataan Departemen Hubungan Masyarakat IRGC, seperti dikutip kantor berita Iran IRNA. Pernyataan itu menyampaikan belasungkawa kepada rakyat Palestina, dunia Muslim, dan para pejuang Front Perlawanan atas kematian pemimpin Hamas tersebut. Sebuah pernyataan dari Hamas mengatakan serangan Israel menewaskan pemimpin kelompok Palestina Ismail Haniyeh di kediamannya di Teheran. Sebelumnya pada hari Selasa, Haniyeh menghadiri pelantikan presiden baru Iran dan bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran. Sementara itu, pihak Hamas mengatakan Ismail Haniyeh terbunuh dalam “serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran”. Siapa Ismail Haniyeh? Pada tanggal 6 Mei 2017, Hamas, gerakan politik Palestina yang menguasai Jalur Gaza, memilih Ismail Abdulsalam Ahmed Haniya, sebagai kepala biro politik kelompok tersebut, menggantikan Khaled Meshaal. Lahir di kamp pengungsi Shati di Gaza dari orang tua yang melarikan diri dari kota Asqalan setelah negara Israel didirikan pada tahun 1948, Haniya belajar di Institut al-Azhar di Gaza dan lulus dengan gelar dalam bidang sastra Arab dari Universitas Islam di Gaza. Saat kuliah pada tahun 1983, Haniya bergabung dengan kelompok Mahasiswa Islam, cikal bakal berdirinya Hamas. Karirnya semakin cemerlang dan terus naik kedudukanya di Hamas, bahkan ia diangkat sebagai pembantu dekat dan asisten salah satu pendiri Hamas, mendiang Sheikh Ahmed Yassin, pada tahun 1997. Haniya dikenal sebagai pemimpin Hamas yang lebih moderat dan dekat dengan pemimpin spiritual Hamas, Syeikh Ahmad Yassin yang dibunuh Israel. Haniyah adalah pemimpin daftar Hamas yang memenangkan pemilihan legislatif Palestina tahun 2006, dan kemudian menjadi perdana menteri. Presiden Machmod Abbas memberhentikan Haniyah dari jabatannya pada tanggal 14 Juni 2007 pada puncak konflik Fatah-Hamas, namun Haniyah tidak mengakui keputusan tersebut dan terus menjalankan otoritas perdana menterinya di Jalur Gaza. Pada bulan September 2016, laporan mengindikasikan Haniyah akan menggantikan Khaled Mashal sebagai Kepala Biro Politik Hamas. Ia terpilih sebagai ketua politik Hamas pada 6 Mei 2017 hingga saat ini. Berbagai Sumber
-
NewsINH, Jakarta – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mendesak Israel untuk segera mengakhiri pendudukan ilegal di wilayah Palestina, menyusul fatwa hukum bersejarah yang ditetapkan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Jumat (19/7/2024) kemarin. Berdasarkan fatwa ICJ, Indonesia menegaskan bahwa Israel harus mengakhiri pembangunan permukiman ilegal dan mengevakuasi seluruh pemukim Yahudi secepatnya. Selain itu, Israel juga wajib melakukan reparasi dalam bentuk restitusi dan kompensasi, termasuk mengembalikan tanah-tanah yang diambil sejak 1967 dan memperbolehkan seluruh warga Palestina yang diusir dari rumahnya untuk kembali. “Sejalan dengan fatwa hukum tersebut, Indonesia mendorong agar Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB memenuhi permintaan Mahkamah untuk mengambil langkah yang tepat guna mengakhiri keberadaan ilegal Israel di Palestina,” kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Minggu. Dalam fatwa hukum tersebut, tutur Retno, Mahkamah telah menegakkan rules based international order dengan menetapkan status ilegal keberadaan Israel di Wilayah Pendudukan Palestina. ”Karenanya, Indonesia mendukung pandangan Mahkamah agar semua negara dan PBB tidak mengakui situasi yang ditimbulkan dari keberadaan ilegal Israel,” ujarnya. Penetapan fatwa hukum oleh Mahkamah dipandang sebagai langkah awal untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina yang seutuhnya. “Fatwa hukum ini menunjukkan bahwa hukum internasional berpihak pada perjuangan Bangsa Palestina,” kata Retno. Secara faktual, Israel masih menjadi kekuatan pendudukan (occupying power) di wilayah pendudukan Palestina. Pelanggaran-pelanggaran yang ditetapkan oleh ICJ pun masih terus berlangsung. Retno memaparkan bahwa bangsa Palestina, khususnya di Gaza, masih menjadi target serangan militer Israel. “Indonesia kembali menyerukan agar Israel tetap memiliki kewajiban sebagai occupying power untuk memenuhi hak-hak dasar warga Palestina yang mendiami wilayah pendudukan Palestina, sejalan dengan penetapan fatwa Mahkamah,” ujar Retno. Secara paralel, Indonesia akan mengajak masyarakat internasional dan PBB untuk secara bersama-sama menindaklanjuti fatwa hukum tersebut, dan memberikan pengakuan terhadap keberadaan Negara Palestina. Sumber: Antara
-
NewsINH, Gaza – Selama bertahun-tahun, Alex de Waal telah meneliti dan menulis tentang krisis pangan dan bencana kelaparan di seluruh dunia. Namun, kondisi yang diciptakan Israel saat ini di Jalur Gaza adalah sesuatu yang belum pernah ia temui sebelumnya. Pada Senin, Inisiatif Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu, atau IPC, mengeluarkan laporan baru yang memperingatkan bahwa kelaparan kini “sedang terjadi” di Gaza, dengan 1,1 juta — atau setengah populasinya — ” menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah. Laporan tersebut menunjukkan bahwa situasinya telah memburuk secara signifikan sejak penilaian terakhir pada Desember. Dan, jika Israel melanjutkan strategi mematikannya, jumlah orang yang mengalami kondisi tersebut akan meningkat dua kali lipat pada Juli. “Saya tidak bisa membayangkan kejadian yang bisa secepat ini,” kata De Waal dalam wawancara dengan Anadolu tentang situasi di Gaza, di mana Israel telah membunuh lebih dari 31.600 warga Palestina sejak 7 Oktober dan menyebabkan jutaan lainnya ke jurang kelaparan. Dalam 6 bulan terakhir, serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi dan kekurangan makanan, air, obat-obatan, serta kebutuhan hidup lainnya. Angka terbaru menunjukkan hampir 30 warga Palestina, termasuk anak-anak, meninggal dunia karena kekurangan gizi dan dehidrasi. Kelaparan massal biasanya merupakan “proses yang lambat” dan membutuhkan “waktu lama,” terutama di wilayah di mana terdapat produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup, kata De Waal, yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif World Peace Foundation di Universitas Tufts, Amerika Serikat. Di Gaza, Israel telah menerapkan taktik kelaparan massal “di (wilayah) yang sangat terkonsentrasi secara geografis… dan dengan cara yang sangat cepat, luar biasa cepatnya,” dia menjelaskan. Menurut data pada akhir November atau awal Desember, kurang dari satu persen anak-anak menderita gizi buruk akut yang parah. Hanya dalam kurun 2 bulan, lebih dari separuh populasi Gaza diturunkan ke status darurat atau lebih buruk lagi, dan “sepengetahuan saya, hal ini belum pernah terjadi pada kecepatan seperti itu,” kata dia. Israel melancarkan serangan militer mematikan di Gaza sejak serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan hampir 1.200 orang. Lebih dari 31.600 warga Palestina — sebagian besar perempuan dan anak-anak — sejak saat itu telah tewas di daerah kantong tersebut, dan hampir 73.700 orang lainnya luka-luka di tengah kehancuran massal dan kelangkaan kebutuhan bahan pokok. Perang Israel telah memaksa 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap sebagian besar makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur daerah itu telah rusak atau hancur, menurut PBB. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi anak-anak UNICEF mengatakan 13.000 anak terbunuh akibat serangan Israel di Gaza. Adapun banyak anak yang bertahan hidup mengalami malnutrisi akut dan “bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis.” Kelaparan Sebagai Senjata Menyatakan suatu daerah dilanda kelaparan adalah proses teknis dan bisa terhambat oleh akses terhadap data dan kendala politik, kata De Waal. Di negara-negara seperti Ethiopia, Nigeria, dan Yaman, terlihat bahwa pihak berwenang tidak ingin mendeklarasikan kelaparan terjadi di sana dan menghalangi akses terhadap data, kata dia. “Saya yakin, Israel akan sangat mirip… Mereka (Israel) tidak menginginkan deklarasi kelaparan,” kata De Waal. Pihak berwenang Israel mungkin mengeluarkan argumen dengan menyatakan “metode analisisnya tidak benar-benar teliti,” dan itu mungkin ada benarnya, kata dia. “Akan tetapi hal ini tidak boleh mengaburkan fakta bahwa meskipun tidak ada cukup data untuk menyatakan kelaparan, terdapat bukti yang sangat besar mengenai bencana yang sedang terjadi,” ujarnya. Poin kuncinya, menurut dia, adalah “tindakan mempergunakan kelaparan bukan berarti orang-orang harus mati.” “Yang perlu Anda lakukan untuk bertanggung jawab adalah dengan mencabut hak mereka. Jadi, meski tidak ada kelaparan, bukan berarti kelaparan tidak digunakan sebagai senjata,” katanya. Tindakan Netanyahu dan Assad mirip De Waal mengatakan ada beberapa contoh konflik di masa lalu di mana kelaparan digunakan sebagai senjata, salah satunya adalah di Suriah. “Tindakan Pemerintahan Netanyahu dan tindakan Pemerintahan Assad sangat mirip,” kata dia. Perbedaannya adalah Israel melakukannya dalam skala yang lebih besar dan cepat. Di tempat-tempat lain seperti Yamah dan wilayah Tigray di Ethiopia, De Waal menunjukkan bahwa “keduanya sangat berbeda karena populasinya jauh lebih besar dan juga perdesaan, tersebar di wilayah yang jauh lebih luas.” Ia juga menekankan bencana kelaparan di Gaza akan berdampak generasi ke generasi bagi warga Palestina. “Saat populasi — khususnya anak-anak — berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan, Anda tidak bisa membalikkan begitu saja. Jadi, pembunuhan mungkin berhenti, tetapi kematian akan terus berlanjut,” katanya. Belum lagi, rekonstruksi agar Gaza dapat dihuni kembali akan membutuhkan upaya yang besar dan waktu yang lama. “Anak dalam kandungan atau anak kecil yang terpapar secara fisik akan tumbuh tanpa kemampuan fisik yang utuh. Mereka akan menjadi lebih pendek, tidak akan mempunyai kemampuan mental, mereka tidak akan berkembang sepenuhnya. “Jadi akan ada dampaknya pada generasi berikutnya, bahkan mungkin dua generasi,” kata De Waal. Contohnya, ada penelitian yang dilakukan terhadap penyintas bencana kelaparan musim dingin di Belanda pada 1944 dan 1945 yang menunjukkan betapa anak-anak yang masih sangat kecil saat ini lebih pendek dibandingkan kakak dan adiknya. “Mereka tidak memiliki kualitas pendidikan yang sama,” kata De Waal. Trauma psikologis juga tentunya akan terus berlanjut dari generasi ke generasi, tambahnya. “Itu karena, kekerasan yang terjadi jelas sangat traumatis, namun kelaparan juga merupakan hal psikologis yang sangat traumatis,” kata De Waal. Sumber: Antara
-
NewsINH, Gaza – Militer zionis Israel semakin bringas dalam melakukan serangan di wilayah Gaza, Palestina. Baru-baru ini pasukan pertahanan israel atau IDF membombardir sekolah al-Fakhura di Jabalia serta Sekolah Tal al-Zaatar di Beit Lahia yang menampung ribuan pengungsi. Menurut AFP, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan ‘setidaknya 50’ orang tewas setelah tentara Israel mengebom sekolah al-Fakhura pada dini hari. Sedangkan jurnalis di lapangan memerkirakan jumlah yang syahid di kedua sekolah di Gaza Utara itu bisa mencapai 200 jiwa. Sekolah al-Fakhura yang terafiliasi dengan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi (UNRWA), itu dibombardir sejak Sabtu dini hari. Kabar soal pengeboman itu, dan aksi penyelamatannya sempat terhambat karena pembatasan jaringan komunikasi dan internet oleh Israel di Gaza. Aljazirah Arab mengutip sumber medis dan lokal Palestina melaporkan bahwa tentara Israel mengebom Sekolah al-Fakhura, menewaskan dan melukai puluhan orang di sekolah tersebut. Sumber tersebut mengindikasikan bahwa jenazah para syuhada tersebar di koridor sekolah, dan terdapat kesulitan dalam mengangkut sejumlah besar syuhada. Sedangkan Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan ratusan orang yang syahid dan terluka tewas dalam dua pembantaian pendudukan di Sekolah al-Fakhura dan Tal Al-Zaatar. Seorang jurnalis foto untuk Aljazirah mendokumentasikan adegan-adegan dari dalam Sekolah al-Fakhura. Adegan video tersebut menunjukkan keadaan sekolah yang hancur dan rusak parah pascapemboman Israel. Aljazirah juga memperoleh laporan dari Rumah Sakit Kamal Adwan terkait kedatangan para pengungsi yang terluka akibat pembantaian yang dilakukan tentara penjajah di Sekolah al-Fakhura. Gambar-gambar menunjukkan bahwa mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan, yang berkerumun di dalam bagian Kompleks Medis Kamal Adwan. Para pengungsi mengatakan bahwa mereka menjadi sasaran pemboman Israel di dalam sekolah. Ambulans serta kru penyelamat tidak dapat menjangkau mereka karena gangguan komunikasi di Gaza. Sedangkan Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan ratusan orang yang syahid dan terluka tewas dalam dua pembantaian pendudukan di Sekolah al-Fakhura dan Tal Al-Zaatar. Seorang jurnalis foto untuk Aljazirah mendokumentasikan adegan-adegan dari dalam Sekolah al-Fakhura. Adegan video tersebut menunjukkan keadaan sekolah yang hancur dan rusak parah pascapemboman Israel. Aljazirah juga memperoleh laporan dari Rumah Sakit Kamal Adwan terkait kedatangan para pengungsi yang terluka akibat pembantaian yang dilakukan tentara penjajah di Sekolah al-Fakhura. Gambar-gambar menunjukkan bahwa mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan, yang berkerumun di dalam bagian Kompleks Medis Kamal Adwan. Para pengungsi mengatakan bahwa mereka menjadi sasaran pemboman Israel di dalam sekolah. Ambulans serta kru penyelamat tidak dapat menjangkau mereka karena gangguan komunikasi di Gaza. Pembantaian Israel di Gaza belum berhenti sejak dimulainya agresi pada tanggal 7 Oktober. Sekolah, rumah sakit, lembaga pendidikan, masjid, serta properti publik dan swasta secara konsisten menjadi sasaran pemboman Israel. Juru bicara UNRWA Tamara el-Rifai mengatakan kepada Aljazirah bahwa badan pengungsi Palestina tidak lagi mampu memberikan perlindungan bagi orang-orang yang datang ke tempat penampungan dan sekolah di tengah pemboman Israel yang sedang berlangsung di daerah kantong tersebut. Berbicara dari Amman, Yordania, el-Rifai mengatakan sejauh ini 70 gedung UNRWA telah terkena dampaknya. “Kami sendiri tidak lagi dilindungi,” kata el-Rifai. Ia mengatakan bahwa hingga saat ini 66 orang meninggal akibat serangan di tempat penampungan UNRWA, masih belum termasuk serangan terhadap al-Fakhura. “Tidak ada tempat di Gaza yang aman.” Juru bicara UNRWA mengatakan meskipun terjadi serangan terhadap gedung-gedungnya, mereka tidak berniat meninggalkan Gaza. “Kami tidak akan kemana-mana dan tetap bersama rakyat Gaza.” Hingga saat ini, 103 pegawai UNRWA di Gaza telah tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober. Serangan berlanjut Selain di sekolah tersebut, puluhan warga sipil tak berdosa dibantai dan banyak lainnya terluka hari ini dalam serangkaian serangan udara Israel di berbagai lokasi di Jalur Gaza.Koresponden WAFA di lapangan mengatakan pesawat-pesawat tempur Israel menargetkan sebuah bangunan tempat tinggal di kamp pengungsi Nusseirat di Jalur Gaza tengah, yang sejauh ini mengakibatkan kematian empat warga sipil dan menyebabkan puluhan lainnya terluka. Di Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, Gaza utara, sumber medis melaporkan bahwa 60 korban dirawat di rumah sakit akibat pemboman yang sedang berlangsung dari berbagai lokasi di Jalur Gaza utara. Selain korban jiwa, serangan udara Israel menghancurkan sebuah bangunan tempat tinggal di sekitar Lapangan Beit Lahia di Gaza Utara. Tim tanggap darurat, termasuk personel medis dan pertahanan sipil, menghadapi tantangan ekstrem dalam mencapai daerah sasaran, sehingga menghambat pengambilan jenazah para korban dan evakuasi korban luka. Situasi ini diperparah dengan fakta bahwa 26 dari 35 rumah sakit di Gaza saat ini tidak beroperasi. Situasi di lapangan masih memprihatinkan, dengan penduduk sipil yang menanggung beban terbesar akibat genosida Israel di wilayah yang terkepung. Agresi Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat sejak 7 Oktober telah menewaskan 11.675 orang dan melukai sekitar 32 ribu lainnya, kata Kementerian Kesehatan Palestina, kemarin. Kementerian tersebut menjelaskan bahwa mereka menghadapi tantangan besar dalam mengakses pembaruan data sebagai akibat dari terputusnya layanan komunikasi di Gaza akibat serangan Israel yang sedang berlangsung. Dikatakan bahwa jumlah orang yang terbunuh di Jalur Gaza sejak dimulainya agresi hingga 16 November mencapai 11.470 orang termasuk 4.707 anak-anak, 3.155 perempuan, dan 686 orang lanjut usia. Jumlah korban luka mencapai lebih dari 29 ribu. Dilaporkan juga bahwa lebih dari 3.600 warga sipil masih hilang atau tertimbun reruntuhan, termasuk 1.750 anak-anak. (***) Sumber: Republika
-
NewsINH, Cianjur – Lembaga kemanusiaan International Networking for Humanitarian atau INH menggelar kegiatan pelayanan dukungan psikologi atau yang lebih dikenal dengan istilah “Trauma Healing” bagi anak-anak korban gempa di Cianjur Jawa Barat. Ketua Koordinator Nasional Sahabat Relawan INH atau (Share INH) Rendhy Apriandi mengatakan kegiatan tersebut diikuti sebanyak 80 anak-anak dari berbagai usia yang berada di lokasi pengungsian di Cilebak RT 01/02 Desa Talaga Kecamatan Cugenang. “Mudah-mudahan dengan kegiatan trauma healing ini mental dan semangat anak-anak korban gempa kembali pulih dan ceriah, karena tujuan dari trauma healing untuk memulihkan psikologi,” jelas Rendhy Senin (12/12/2022). Konsep yang dibangun para relawan kata Rendhy yakni melakukan kegiatan belajar sambil bermain bersama puluhan anak sebaya yang terdampak bencana hingga rasa trauma dan ketakutan akan secara pelan-pelan hilang. Selain belajar sambil bermain para relawan juga mengajarkan kegiatan keagamaan khususnya untuk anak-anak muslim seperti mengaji sholat magrib sampai masuk waktu shalat isya secara berjama’ah di tenda pengungsi sebelum mereka beristirahat setelah belajar sambil bermain seharian. “Kegiatan ini dilakukan sejak tanggal 9-11 Desember yang mana kegiatan tersebut tidak lepas dari dukungan para donatur yang telah mendonasikan hartanya melalui INH, kami ucapkan banyak terimakasi kepada semua pihak yang telah ikut serta mensukseskan kegiatan tersebut,” ucapnya. Rendhy menambahkan pihanya juga menyalurkan kembali program donasi waqaf alquran, iqro kepelosok negeri dan iqro untuk anak korban gempa. Dari hasil kegiatan di lokasi ada 3 desa terdekat masih memerlukan kegiatan yang sama karena belum ada relawan yang turun untuk memberikan pelayanan trauma healing. “Ada hampir sekitar 300 anak yang harus segera di berikan program trauma healing, Insya Allah kami akan kembali melakukan kegiatan serupa dibeberapa wilayah pengungsian lainya,” pungkas Rendhy. ***